Jakarta: Keyakinan Presiden Joko Widodo industri 4.0 akan menciptakan jutaan lapangan pekerjaan baru dinilai tepat. Industri baru juga ini berpotensi memajukan ekonomi Indonesia.
Industri 4.0 lebih efisien, efektif dan serba otomatis dikendalikan oleh robot. Sebelumnya, industri 1.0 diawali dengan penemuan mesin uap tahun 1698. Industri 2.0 dimotori oleh pemanfaatan listrik dan Industri 3.0 dipicu pengembangan semi konduktor dan otomatisasi industri awal.
"Dampak terhadap ekonomi dari adanya revolusi industri 4.0 akan menciptakan aneka bisnis baru di Indonesia dari mulai start-up booming, virtual reality, artificial intelligence (kecerdasan buatan), big data, dan quantum computing," kata Ketua Umum PPP Romahurmuzy dalam keterangan tertulisnya, Minggu, 8 April 2018.
Lembaga internasional Price Waterhouse dan Coopers (PWC) memprediksi tahun 2030, Indonesia menempati urutan kelima kekuatan ekonomi dunia. Pada tahun 2050 menjadi peringkat keempat menggeser Jepang sebagai ekonomi yang paling besar di dunia.
"Penciptaan lapangan kerja secara besar-besaran juga salah satu kunci dari adanya revolusi industri baru ini," ujar Romi.
Dalam laporan McKinsey Global Institute tahun 2017 disebutkan industri 4.0 membuat 800 juta lapangan pekerjaan hilang hingga tahun 2030. Hal itu disebabkan otomatisasi robot. Anggota DPR itu menilai tak sepenuhnya benar bila merujuk data sebelumnya.
Baca: Jokowi tak Percaya Revolusi Industri 4.0 Mengikis Lapangan Kerja
Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh McKinsey di Prancis selama 15 tahun terakhir membuktikan fakta 500 ribu pekerjaan hilang akibat perkembangan teknologi internet. Tapi di sisi lain, internet menciptakan 1,2 juta lapangan kerja baru di Prancis. Artinya, ada surplus 700 ribu lapangan kerja baru.
Perkembangan teknologi membuat tingkat pengangguran di AS pada tahun 2017 turun menjadi 4,1 persen. Terendah dalam kurun waktu 17 tahun terakhir. Jika 800 juta lapangan kerja hilang di 2030, akan ada miliaran lapangan kerja yang baru.
Tantangan ke depan bagi pemerintah yakni meningkatkan skill tenaga kerja di Indonesia. Terlebih, 70 persen angkatan kerja adalah lulusan SMP. Pendidikan sekolah vokasi menjadi suatu keharusan agar tenaga kerja bisa langsung terserap ke industri.
"Selain itu Pemerintah perlu meningkatkan porsi belanja riset baik melalui skema APBN atau memberikan insentif bagi Perguruan Tinggi dan perusahaan swasta. Saat ini porsi belanja riset Indonesia hanya 0,3 persen dari PDB di tahun 2016, sementara Malaysia 1,1 persen dan China sudah 2 persen," jelas Romi.
Tingkat inovasi Indonesia yang saat ini berada di peringkat 87 dunia diharapkan bisa meningkat. Dengan begitu, Indonesia bisa lebih kompetitif di era transisi teknologi saat ini.
"Kesimpulannya revolusi industri 4.0 bukanlah suatu ramalan yang menakutkan, justru peluang makin luas terbuka bagi anak bangsa untuk berkontribusi terhadap perekonomian nasional," pungkasnya.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/8Ky76rvb" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Keyakinan Presiden Joko Widodo industri 4.0 akan menciptakan jutaan lapangan pekerjaan baru dinilai tepat. Industri baru juga ini berpotensi memajukan ekonomi Indonesia.
Industri 4.0 lebih efisien, efektif dan serba otomatis dikendalikan oleh robot. Sebelumnya, industri 1.0 diawali dengan penemuan mesin uap tahun 1698. Industri 2.0 dimotori oleh pemanfaatan listrik dan Industri 3.0 dipicu pengembangan semi konduktor dan otomatisasi industri awal.
"Dampak terhadap ekonomi dari adanya revolusi industri 4.0 akan menciptakan aneka bisnis baru di Indonesia dari mulai
start-up booming,
virtual reality,
artificial intelligence (kecerdasan buatan),
big data, dan
quantum computing," kata Ketua Umum PPP Romahurmuzy dalam keterangan tertulisnya, Minggu, 8 April 2018.
Lembaga internasional Price Waterhouse dan Coopers (PWC) memprediksi tahun 2030, Indonesia menempati urutan kelima kekuatan ekonomi dunia. Pada tahun 2050 menjadi peringkat keempat menggeser Jepang sebagai ekonomi yang paling besar di dunia.
"Penciptaan lapangan kerja secara besar-besaran juga salah satu kunci dari adanya revolusi industri baru ini," ujar Romi.
Dalam laporan McKinsey Global Institute tahun 2017 disebutkan industri 4.0 membuat 800 juta lapangan pekerjaan hilang hingga tahun 2030. Hal itu disebabkan otomatisasi robot. Anggota DPR itu menilai tak sepenuhnya benar bila merujuk data sebelumnya.
Baca: Jokowi tak Percaya Revolusi Industri 4.0 Mengikis Lapangan Kerja
Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh McKinsey di Prancis selama 15 tahun terakhir membuktikan fakta 500 ribu pekerjaan hilang akibat perkembangan teknologi internet. Tapi di sisi lain, internet menciptakan 1,2 juta lapangan kerja baru di Prancis. Artinya, ada surplus 700 ribu lapangan kerja baru.
Perkembangan teknologi membuat tingkat pengangguran di AS pada tahun 2017 turun menjadi 4,1 persen. Terendah dalam kurun waktu 17 tahun terakhir. Jika 800 juta lapangan kerja hilang di 2030, akan ada miliaran lapangan kerja yang baru.
Tantangan ke depan bagi pemerintah yakni meningkatkan skill tenaga kerja di Indonesia. Terlebih, 70 persen angkatan kerja adalah lulusan SMP. Pendidikan sekolah vokasi menjadi suatu keharusan agar tenaga kerja bisa langsung terserap ke industri.
"Selain itu Pemerintah perlu meningkatkan porsi belanja riset baik melalui skema APBN atau memberikan insentif bagi Perguruan Tinggi dan perusahaan swasta. Saat ini porsi belanja riset Indonesia hanya 0,3 persen dari PDB di tahun 2016, sementara Malaysia 1,1 persen dan China sudah 2 persen," jelas Romi.
Tingkat inovasi Indonesia yang saat ini berada di peringkat 87 dunia diharapkan bisa meningkat. Dengan begitu, Indonesia bisa lebih kompetitif di era transisi teknologi saat ini.
"Kesimpulannya revolusi industri 4.0 bukanlah suatu ramalan yang menakutkan, justru peluang makin luas terbuka bagi anak bangsa untuk berkontribusi terhadap perekonomian nasional," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)