medcom.id, Jakarta: Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sesuai tugas pokok dan fungsi sejatinya memiliki peran strategis dalam pembangunan daerah. DPD merupakan jembatan yang menyuarakan kepentingan daerah dalam konteks pembangunan nasional.
Namun, DPD kerap menerima kritik karena dinilai belum optimal menjalankan amanat konstitusinya. DPD memiliki kendala hanya bisa mengusulkan atau memberikan pertimbangan dalam proses legislasi. Mereka tidak bisa ikut memutuskan.
Padahal, DPD yang paling tahu kondisi di lapangan. Data yang dimiliki DPD bahkan bisa menjadi sumber informasi bagi DPR atau pemerintah pusat.
"Kalau DPD diberdayakan negara bebas dari kemiskinan, yang bisa menjadi dirigen memecahkan solusi di masyarakat adalah DPD,” kata pengamat ekonomi Universitas Padjadjaran Ina Primiana Syinar dalam Focus Group Discussion 'Pemantapan Kewajiban Konstitusiinal DPD RI dalam Pembangunan Daerah' di Ruang Rapat Media Indonesia, Kedoya, Jakarta Barat, Senin 9 Oktober 2017.
Ina menjelaskan, sebagai perwakilan daerah, anggota DPD paling paham potensi masing-masing kabupaten/kota. Sebab, anggota DPD juga menjalankan fungsi monitoring melibatkan masyarakat lokal. Artinya, DPD bisa membantu pertumbuhan daerah sesuai tematik potensinya, seperti pariwisata, industri, atau pertanian.
"Itu yang tahu anggota DPD. Misalnya mau bikin kawasan industri, tapi pemerintah pusat bikin dermaga atau pelabuhan di mana. Pasti mati itu industrinya karena pembangunan kan harus ada sinergi," kata Ina.
Pembangunan pusat pertumbuhan yang disesuaikan dengan potensinya juga menghabiskan biaya lebih murah. Terlebih, jika membangun industri yang dekat dengan bahan baku, sehingga risiko import berkurang.
"Yang tahu semua kebutuhan ini DPD," Ina berkali-kali menekankan.
Menurut Ina, pemerataan kucuran dana juga harus dilihat berdasarkan kemampuan daerah membangun, bukan banyaknya jumlah penduduk kurang mampu yang bermukim di satu wilayah. Jika daerah tersebut mampu memanfaatkan dana dengan baik, anggaran tahun depan bisa ditambahkan.
"Jadi jangan karena daerahnya banyak masyarakat kurang mampu terus dananya jadi besar, agar pengucuran dananya efektif. Ini juga harus ada sinergi dengan DPD dan DPR," terang Ina.
Sesuai mandat dan kewajiban konstitusional, DPD mempunyai tugas menyejahterakan wilayah, membangun, dan mengurangi kemiskinan berdasarkan data yang mereka miliki. Ina berpendapat, DPD tidak maksimal melaksanakan perannya jika persoalan tersebut masih terjadi.
"Kalau tidak berkembang berarti ada gap antara yang dilakukan DPD dengan amanat kosntitusi. Saat ini tidak hanya wilayah Timur Indonesia yang pertumbuhan ekonominya rendah, (Pulau) Jawa pun banyak yang masih merah," ucap Ina.
medcom.id, Jakarta: Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sesuai tugas pokok dan fungsi sejatinya memiliki peran strategis dalam pembangunan daerah. DPD merupakan jembatan yang menyuarakan kepentingan daerah dalam konteks pembangunan nasional.
Namun, DPD kerap menerima kritik karena dinilai belum optimal menjalankan amanat konstitusinya. DPD memiliki kendala hanya bisa mengusulkan atau memberikan pertimbangan dalam proses legislasi. Mereka tidak bisa ikut memutuskan.
Padahal, DPD yang paling tahu kondisi di lapangan. Data yang dimiliki DPD bahkan bisa menjadi sumber informasi bagi DPR atau pemerintah pusat.
"Kalau DPD diberdayakan negara bebas dari kemiskinan, yang bisa menjadi dirigen memecahkan solusi di masyarakat adalah DPD,” kata pengamat ekonomi Universitas Padjadjaran Ina Primiana Syinar dalam Focus Group Discussion 'Pemantapan Kewajiban Konstitusiinal DPD RI dalam Pembangunan Daerah' di Ruang Rapat
Media Indonesia, Kedoya, Jakarta Barat, Senin 9 Oktober 2017.
Ina menjelaskan, sebagai perwakilan daerah, anggota DPD paling paham potensi masing-masing kabupaten/kota. Sebab, anggota DPD juga menjalankan fungsi monitoring melibatkan masyarakat lokal. Artinya, DPD bisa membantu pertumbuhan daerah sesuai tematik potensinya, seperti pariwisata, industri, atau pertanian.
"Itu yang tahu anggota DPD. Misalnya mau bikin kawasan industri, tapi pemerintah pusat bikin dermaga atau pelabuhan di mana. Pasti mati itu industrinya karena pembangunan kan harus ada sinergi," kata Ina.
Pembangunan pusat pertumbuhan yang disesuaikan dengan potensinya juga menghabiskan biaya lebih murah. Terlebih, jika membangun industri yang dekat dengan bahan baku, sehingga risiko import berkurang.
"Yang tahu semua kebutuhan ini DPD," Ina berkali-kali menekankan.
Menurut Ina, pemerataan kucuran dana juga harus dilihat berdasarkan kemampuan daerah membangun, bukan banyaknya jumlah penduduk kurang mampu yang bermukim di satu wilayah. Jika daerah tersebut mampu memanfaatkan dana dengan baik, anggaran tahun depan bisa ditambahkan.
"Jadi jangan karena daerahnya banyak masyarakat kurang mampu terus dananya jadi besar, agar pengucuran dananya efektif. Ini juga harus ada sinergi dengan DPD dan DPR," terang Ina.
Sesuai mandat dan kewajiban konstitusional, DPD mempunyai tugas menyejahterakan wilayah, membangun, dan mengurangi kemiskinan berdasarkan data yang mereka miliki. Ina berpendapat, DPD tidak maksimal melaksanakan perannya jika persoalan tersebut masih terjadi.
"Kalau tidak berkembang berarti ada gap antara yang dilakukan DPD dengan amanat kosntitusi. Saat ini tidak hanya wilayah Timur Indonesia yang pertumbuhan ekonominya rendah, (Pulau) Jawa pun banyak yang masih merah," ucap Ina.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)