medcom.id, Jakarta: Partai Golkar yang kini terbelah masih belum menemukan jalan rekonsiliasi. Baik kubu Aburizal Bakrie maupun rivalnya Agung Laksono belum mau bersatu, keukeuh dengan pendiriannya masing-masing.
Islah partai yang pernah berkuasa selama 32 tahun ini dinilai bergantung pada putusan pemerintah. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) baru akan menetapkan kepengurusan Partai Golkar yang sah besok, Selasa (15/12/2014).
Pengamat politik dari Universitas Indonesia Agung Suprio menilai jika pemerintah mensahkan kepengurusan Partai Golkar versi Aburizal Bakrie jalan islah akan lebih mudah. Sebaliknya, konflik akan lebih meruncing jika Menkumham mengakui kepengurusan Golkar Agung Laksono sebagai yang sah.
"Ini soal hitung-hitungan politik, termasuk hitung-hitungan politik pemerintah," kata Agung saat dihubungi, Senin (15/12/2014). Pemerintah, nilai Agung, berupaya membuat Partai Golkar bergabung dengan Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Jalannya lewat Agung Laksono. Tapi ternyata, di tengah jalan konstalasi berubah karena adanya isu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pilkada.
Perppu membuat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Partai Demokrat mendekat ke PDI Perjuangan yang merupakan poros KIH. Langkah Partai Demokrat diikuti Partai Amanat Nasional (PAN). Bahkan ada peluang PAN loncat koalisi. Artinya, Koalisi Merah Putih (KMP) yang sebelumnya dominan, saat ini justru jadi inferior dan justru terancam bubar.
"Maka buat apa sekarang berlelah-lelah untuk mengupayakan Agung Laksono. Karena Agung pun nantinya menjadi tidak ada artinya, karena SBY dan Partai Demokrat sudah mendekat," ujarnya.
Agung mengatakan jika pemerintah memenangkan Ical maka tidak ada jalan lain bagi Agung Laksono untuk mengalah karena secara legitimasi memang lebih lemah. Ical pun wajib mengakomodasi kubu Agung jika rekonsiliasi memang diupayakan terealisasi. Nah, jika pemerintah menetapkan kubu Agung, islah jutru akan menemui jalan buntu.
"Jalan akan sangat panjang. Kubu Ical pasti tidak akan diam, bakal ada episode hukum yang baru. Biaya yang dikeluarkan pemerintah juga akan semakin besar begitu pun risiko politiknya," ujarnya.
"Kita lihat saja, pemerintah juga mungkin sedang menghitung risiko politik yang akan dihadapi." pungkasnya.
medcom.id, Jakarta: Partai Golkar yang kini terbelah masih belum menemukan jalan rekonsiliasi. Baik kubu Aburizal Bakrie maupun rivalnya Agung Laksono belum mau bersatu, keukeuh dengan pendiriannya masing-masing.
Islah partai yang pernah berkuasa selama 32 tahun ini dinilai bergantung pada putusan pemerintah. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) baru akan menetapkan kepengurusan Partai Golkar yang sah besok, Selasa (15/12/2014).
Pengamat politik dari Universitas Indonesia Agung Suprio menilai jika pemerintah mensahkan kepengurusan Partai Golkar versi Aburizal Bakrie jalan islah akan lebih mudah. Sebaliknya, konflik akan lebih meruncing jika Menkumham mengakui kepengurusan Golkar Agung Laksono sebagai yang sah.
"Ini soal hitung-hitungan politik, termasuk hitung-hitungan politik pemerintah," kata Agung saat dihubungi, Senin (15/12/2014). Pemerintah, nilai Agung, berupaya membuat Partai Golkar bergabung dengan Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Jalannya lewat Agung Laksono. Tapi ternyata, di tengah jalan konstalasi berubah karena adanya isu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pilkada.
Perppu membuat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Partai Demokrat mendekat ke PDI Perjuangan yang merupakan poros KIH. Langkah Partai Demokrat diikuti Partai Amanat Nasional (PAN). Bahkan ada peluang PAN loncat koalisi. Artinya, Koalisi Merah Putih (KMP) yang sebelumnya dominan, saat ini justru jadi inferior dan justru terancam bubar.
"Maka buat apa sekarang berlelah-lelah untuk mengupayakan Agung Laksono. Karena Agung pun nantinya menjadi tidak ada artinya, karena SBY dan Partai Demokrat sudah mendekat," ujarnya.
Agung mengatakan jika pemerintah memenangkan Ical maka tidak ada jalan lain bagi Agung Laksono untuk mengalah karena secara legitimasi memang lebih lemah. Ical pun wajib mengakomodasi kubu Agung jika rekonsiliasi memang diupayakan terealisasi. Nah, jika pemerintah menetapkan kubu Agung, islah jutru akan menemui jalan buntu.
"Jalan akan sangat panjang. Kubu Ical pasti tidak akan diam, bakal ada episode hukum yang baru. Biaya yang dikeluarkan pemerintah juga akan semakin besar begitu pun risiko politiknya," ujarnya.
"Kita lihat saja, pemerintah juga mungkin sedang menghitung risiko politik yang akan dihadapi." pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(KRI)