Jakarta: Pemerintah diminta meninjau ulang kebijakan peleburan lembaga penelitian non kementerian dan badan penelitian ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Dampak peleburan harus dipertimbangkan, khususnya nasib para pekerja lembaga yang terancam menganggur dari peleburan tersebut.
"Pemerintah sebaiknya memoratorium atau menjeda proses penggabungan lembaga penelitian ke BRIN ini bila faktanya menimbulkan kegaduhan seperti ini," kata Anggota Komisi VII DPR Mulyanto kepada wartawan, Jakarta, Kamis, 6 Januari 2022.
Mulyanto meyakini pemerintah bakal kedodoran menangani sumber daya manusia (SDM) pascapeleburan tersebut. Dia mencontohkan kasus SDM dari LBM Eijkman, Kapal Baruna, dan pegawai BPPT yang melapor ke Komnas HAM merupakan fenomena gunung es.
"Ada yang melaporkan bahwa sudah hampir tiga bulanan peneliti eks BPPT tidak memiliki tempat dan pekerjaan yang jelas. Para pejabat fungsional, perekaysa bingung akan karier mereka ke depan," kata dia.
Mulyanto menduga kegaduhan birokrasi ini akibat dari perubahan struktur organisasi BRIN yang tidak disiapkan secara matang. Dia melihat pangkal kekisruhan ini awalnya dari perubahan fungsi pengkajian dan penerapan teknologi BPPT yang di lebur ke BRIN dalam bentuk OPL (organisasi pelaksana lit-bang-ji-rap).
Sayangnya, dalam perkembangannya unit organisasi ini hilang dan sekadar menjadi organisasi riset. "Artinya, dengan struktur organisasi seperti itu, yang tersisa hanya fungsi 'penelitian', sementara fungsi pengembangan, pengkajian, dan penerapan Iptek hilang," kata dia.
Baca: Eks Pegawai BPPT Mengadu ke Komnas HAM Soal Dampak Peleburan BRIN
Dia mengatakan amanat Pasal 48 UU Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sisnas-Iptek menyebutkan untuk menjalankan Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan, serta Invensi dan Inovasi yang terintegrasi dibentuk badan riset dan inovasi nasional. Hal itu baru salah satu aspek pengaruh penataan kelembagaan terhadap SDM. Secara umum, Mulyanto melihat semangat peleburan kelembagaan tinggi tidak diiringi dengan manajemen SDM yang baik.
"Kondisi ini sambungnya otomatis akan memengaruhi kinerja Ristek, termasuk riset vaksin Merah Putih oleh LBM Eijkman. Kepala BRIN jangan bicara enteng saja, persoalan kelembagaan dan SDM tidak memengaruhi kinerja riset. Masalah kelembagaan dan SDM, ujung-ujungnya mesti akan menimbulkan masalah pada kinerja," tegasnya.
Mulyanto mengingatkan pemerintah harus saksama menata organisasi dan memetakan SDM, yang melibatkan jumlah peneliti dan non peneliti yang cukup besar tersebut.
"Jangan grasa-grusu dan sradak-sruduk. Jangan sampai hak mereka hilang atau terkurangi, karena semangat politisasi Ristek," tegas dia.
Jakarta: Pemerintah diminta meninjau ulang kebijakan peleburan
lembaga penelitian non kementerian dan badan penelitian ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional
(BRIN). Dampak peleburan harus dipertimbangkan, khususnya nasib para pekerja lembaga yang terancam menganggur dari peleburan tersebut.
"Pemerintah sebaiknya memoratorium atau menjeda proses penggabungan lembaga penelitian ke BRIN ini bila faktanya menimbulkan kegaduhan seperti ini," kata Anggota Komisi VII DPR Mulyanto kepada wartawan, Jakarta, Kamis, 6 Januari 2022.
Mulyanto meyakini pemerintah bakal kedodoran menangani sumber daya manusia (SDM) pascapeleburan tersebut. Dia mencontohkan kasus SDM dari LBM Eijkman, Kapal Baruna, dan pegawai
BPPT yang melapor ke
Komnas HAM merupakan fenomena gunung es.
"Ada yang melaporkan bahwa sudah hampir tiga bulanan peneliti eks BPPT tidak memiliki tempat dan pekerjaan yang jelas. Para pejabat fungsional, perekaysa bingung akan karier mereka ke depan," kata dia.
Mulyanto menduga kegaduhan birokrasi ini akibat dari perubahan struktur organisasi BRIN yang tidak disiapkan secara matang. Dia melihat pangkal kekisruhan ini awalnya dari perubahan fungsi pengkajian dan penerapan teknologi BPPT yang di lebur ke BRIN dalam bentuk OPL (organisasi pelaksana lit-bang-ji-rap).
Sayangnya, dalam perkembangannya unit organisasi ini hilang dan sekadar menjadi organisasi riset. "Artinya, dengan struktur organisasi seperti itu, yang tersisa hanya fungsi 'penelitian', sementara fungsi pengembangan, pengkajian, dan penerapan Iptek hilang," kata dia.
Baca:
Eks Pegawai BPPT Mengadu ke Komnas HAM Soal Dampak Peleburan BRIN
Dia mengatakan amanat Pasal 48 UU Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sisnas-Iptek menyebutkan untuk menjalankan Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan, serta Invensi dan Inovasi yang terintegrasi dibentuk badan riset dan inovasi nasional. Hal itu baru salah satu aspek pengaruh penataan kelembagaan terhadap SDM. Secara umum, Mulyanto melihat semangat peleburan kelembagaan tinggi tidak diiringi dengan manajemen SDM yang baik.
"Kondisi ini sambungnya otomatis akan memengaruhi kinerja Ristek, termasuk riset vaksin Merah Putih oleh LBM Eijkman. Kepala BRIN jangan bicara enteng saja, persoalan kelembagaan dan SDM tidak memengaruhi kinerja riset. Masalah kelembagaan dan SDM, ujung-ujungnya mesti akan menimbulkan masalah pada kinerja," tegasnya.
Mulyanto mengingatkan pemerintah harus saksama menata organisasi dan memetakan SDM, yang melibatkan jumlah peneliti dan non peneliti yang cukup besar tersebut.
"Jangan
grasa-grusu dan
sradak-sruduk. Jangan sampai hak mereka hilang atau terkurangi, karena semangat politisasi Ristek," tegas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)