medcom.id, Jakarta: Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Soebagyo mengatakan gedung parlemen membutuhkan tingkat keamanan yang ketat. Tak hanya untuk melindungi anggota dewan, melainkan juga menjaga dokumen negara.
"Setelah reformasi sampai hari ini, kebebasan itu nyaris tak terkendali. Waktu beberapa hari lalu sampai ada LSM yang berkantor di Gedung DPR. Ada juga anggota DPR baru, dikejar-kejar orang mengatasnamakan wartawan memaksa minta uang," kata Firman kepada Media Indonesia, Selasa (14/4/2015).
Menurutnya, dengan adanya Polisi Parlemen tindakan bisa diambil lebih cepat dan tidak perlu menunggu laporan. Selama ini, kata Firman, keberadaan petugas Pengamanan Dalam (Pamdal) belum optimal. Ia menegaskan, keberadaan Polisi Parlemen tidak akan mengganggu kedatangan masyarakat ke parlemen untuk menyampaikan aspirasi.
"Posisi itu tidak menghilangkan akses masyarakat untuk masuk ke dewan. Tidak akan dipersulit. Akses masyarakat tetap dibuka, hanya mekanisme aturannya ditegakkan. Nanti, sistem protapnya Polisi sama Pamdal yang atur. Kami bicarakan payung hukumnya," jelasnya.
Ia mengatakan, rencana membuat Polisi Parlemen sudah lama dibicarakan. Namun, latar belakangnya bukan karena ada kekerasan seperti insiden pemukulan antara dua anggota dewan atau ambil alih secara paksa ruang Fraksi Golkar.
"Ini sudah menjadi kajian dari Mabes Polri bersama LPM Universitas Indonesia. Dalam kajian itu disampaikan Polisi Parlemen itu penting. Baleg sudah tiga kali rapat dan masuk Panja. Ini masih brainstorming dengan berbagai pihak, seperti Mabes Polri, Sekjen DPR dan Biro Keamanan DPR," jelasnya.
Soal sarana dan prasarana Polisi Parlemen, menurut Firman, adalah konsekuensi meningkatkan pengamanan. Dia mengusulkan ada studi banding ke parlemen negara lain untuk mengetahui fungsi Polisi Parlemen.
"Tidak harus Amerika, sesuaikan saja negaranya dengan kultur Indonesia," pungkasnya.
medcom.id, Jakarta: Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Soebagyo mengatakan gedung parlemen membutuhkan tingkat keamanan yang ketat. Tak hanya untuk melindungi anggota dewan, melainkan juga menjaga dokumen negara.
"Setelah reformasi sampai hari ini, kebebasan itu nyaris tak terkendali. Waktu beberapa hari lalu sampai ada LSM yang berkantor di Gedung DPR. Ada juga anggota DPR baru, dikejar-kejar orang mengatasnamakan wartawan memaksa minta uang," kata Firman kepada Media Indonesia, Selasa (14/4/2015).
Menurutnya, dengan adanya Polisi Parlemen tindakan bisa diambil lebih cepat dan tidak perlu menunggu laporan. Selama ini, kata Firman, keberadaan petugas Pengamanan Dalam (Pamdal) belum optimal. Ia menegaskan, keberadaan Polisi Parlemen tidak akan mengganggu kedatangan masyarakat ke parlemen untuk menyampaikan aspirasi.
"Posisi itu tidak menghilangkan akses masyarakat untuk masuk ke dewan. Tidak akan dipersulit. Akses masyarakat tetap dibuka, hanya mekanisme aturannya ditegakkan. Nanti, sistem protapnya Polisi sama Pamdal yang atur. Kami bicarakan payung hukumnya," jelasnya.
Ia mengatakan, rencana membuat Polisi Parlemen sudah lama dibicarakan. Namun, latar belakangnya bukan karena ada kekerasan seperti insiden pemukulan antara dua anggota dewan atau ambil alih secara paksa ruang Fraksi Golkar.
"Ini sudah menjadi kajian dari Mabes Polri bersama LPM Universitas Indonesia. Dalam kajian itu disampaikan Polisi Parlemen itu penting. Baleg sudah tiga kali rapat dan masuk Panja. Ini masih brainstorming dengan berbagai pihak, seperti Mabes Polri, Sekjen DPR dan Biro Keamanan DPR," jelasnya.
Soal sarana dan prasarana Polisi Parlemen, menurut Firman, adalah konsekuensi meningkatkan pengamanan. Dia mengusulkan ada studi banding ke parlemen negara lain untuk mengetahui fungsi Polisi Parlemen.
"Tidak harus Amerika, sesuaikan saja negaranya dengan kultur Indonesia," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TRK)