Jakarta: Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut semua agama tidak mewajibkan atau melarang penerapan salah satu sistem negara. Namun, nilai-nilai ajaran agama mesti diaktualisasikan dalam kehidupan bernegara.
"Agama apa pun tidak melarang atau mewajibkan penerapan sistem kenegaraan tertentu, seperti demokrasi atau monarki. Agama bersifat terbuka terhadap sistem yang dianut di sebuah negara," kata Mahfud dalam webinar bertajuk 'Relasi Agama dan Demokrasi', Sabtu, 17 April 2021.
Menurut dia, nilai-nilai luhur agama harus menjadi prinsip dan sasaran bernegara, misalnya menyangkut kesejahteraan, keadilan, kesetaraan, dan ketentraman. Agama bisa hidup dalam berbagai sistem kenegaraan.
Islam, contoh Mahfud, lahir dan tumbuh di tengah negara-negara di dunia menganut sistem monarki. Islam juga terus hidup setelah negara-negara tersebut beralih dengan memilih demokrasi.
Baca: Kehadiran Partai Politik Harus Dirasakan Publik
"Yang terpenting dari semua ini adalah nilai-nilai agama menjadi tujuan dalam bernegara," ungkap dia.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menjelaskan agama banyak menjadi referensi sistem kenegaraan. Sistem demokrasi, kata dia, mengusung kesetaraan, keadilan, dan nilai luhur lain yang diperjuangkan agama.
"Koreksinya terhadap mereka yang menyatakan memilih demokrasi salah, tagut, itu koreksi kita kepada mereka. Pasalnya tidak ada yang salah dengan sistem kenegaraan," jelas dia.
Namun, demokrasi atau sistem lain kerap digunakan oknum untuk memuluskan tujuan pribadi. Korupsi kerap dibangun dengan mengatasnamakan dan mendapatkan legalitas dari sistem demokrasi.
"Maka untuk mengisi kekosongan itu, tokoh agama perlu berkontribusi untuk menutup celah-celah tersebut," ungkap dia.
Pada kesempatan sama, aktivis Nahdlatul Ulama (NU) Abdul Aziz mengatakan semua masyarakat harus menghormati demokrasi yang dianut Indonesia. Dia memastikan sistem ini menyerap nilai agama, tradisi, dan budaya sesuai dengan kepribadian warga.
"Sebab Inggris dan Amerika pun membangun demokrasinya masing-masing. Seperti halnya Inggris ada house of law yang para pejabatnya tidak dipilih langsung dan itu jadi identitas mereka," ujar Abdul.
Jakarta: Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut semua agama tidak mewajibkan atau melarang penerapan salah satu sistem
negara. Namun, nilai-nilai ajaran agama mesti diaktualisasikan dalam kehidupan bernegara.
"Agama apa pun tidak melarang atau mewajibkan penerapan sistem kenegaraan tertentu, seperti
demokrasi atau monarki. Agama bersifat terbuka terhadap sistem yang dianut di sebuah negara," kata Mahfud dalam webinar bertajuk 'Relasi Agama dan Demokrasi', Sabtu, 17 April 2021.
Menurut dia, nilai-nilai luhur agama harus menjadi prinsip dan sasaran bernegara, misalnya menyangkut kesejahteraan, keadilan, kesetaraan, dan ketentraman. Agama bisa hidup dalam berbagai sistem kenegaraan.
Islam, contoh Mahfud, lahir dan tumbuh di tengah negara-negara di dunia menganut sistem monarki. Islam juga terus hidup setelah negara-negara tersebut beralih dengan memilih demokrasi.
Baca:
Kehadiran Partai Politik Harus Dirasakan Publik
"Yang terpenting dari semua ini adalah nilai-nilai agama menjadi tujuan dalam bernegara," ungkap dia.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menjelaskan agama banyak menjadi referensi sistem kenegaraan. Sistem demokrasi, kata dia, mengusung kesetaraan, keadilan, dan nilai luhur lain yang diperjuangkan agama.
"Koreksinya terhadap mereka yang menyatakan memilih demokrasi salah, tagut, itu koreksi kita kepada mereka. Pasalnya tidak ada yang salah dengan sistem kenegaraan," jelas dia.
Namun, demokrasi atau sistem lain kerap digunakan oknum untuk memuluskan tujuan pribadi. Korupsi kerap dibangun dengan mengatasnamakan dan mendapatkan legalitas dari sistem demokrasi.
"Maka untuk mengisi kekosongan itu, tokoh agama perlu berkontribusi untuk menutup celah-celah tersebut," ungkap dia.
Pada kesempatan sama, aktivis Nahdlatul Ulama (NU) Abdul Aziz mengatakan semua masyarakat harus menghormati demokrasi yang dianut Indonesia. Dia memastikan sistem ini menyerap nilai agama, tradisi, dan budaya sesuai dengan kepribadian warga.
"Sebab Inggris dan Amerika pun membangun demokrasinya masing-masing. Seperti halnya Inggris ada
house of law yang para pejabatnya tidak dipilih langsung dan itu jadi identitas mereka," ujar Abdul.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)