Jakarta: Sekjen PPP Arsul Sani sepakat Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) menjadi solusi polemik UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Presiden Joko Widodo cukup menganulir beberapa pasal kontroversial.
"Perppu itu menjadi salah satu opsi. Walaupun itu saya lihat menjadi opsi ketiga. Kalau sampai dipilih itu juga bukan sesuatu yang luar biasa," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 7 Maret 2018.
Arsul enggan berdebat soal faktor utama penerbitan perppu yang mengharuskan adanya suasana genting dan memaksa. Menurut anggota Komisi III itu, kondisi genting dan memaksa berkaitan dengan subjektivitas Kepala Negara.
Baca: Presiden Belum Sikapi Pengesahan UU MD3
Bila ingin menerbitkan perppu, Presiden disarankan menghapus pasal-pasal yang dipertentangkan publik, bukan substansi UU. Ia tak mau muncul kesan pemmerintah hanya mencari popularitas tanpa menyelesaikan masalah.
Pemerintah, terang Arsul, bisa menyoroti Pasal 73 UU MD3. Pasal itu menyebut DPR bisa meminta kepolisian memanggil paksa pihak yang mangkir dari panggilan DPR. Dalam perppu, sebaiknya pihak yang dipanggil cukup penyelenggara negara, bukan setiap orang.
"Bukan kemudian membatalkan panggilan paksanya itu, tapi dikembalikan kepada naskah asli RUU itu bahwa itu dikenakan kepada setiap penyelenggara negara," jelas Arsul.
Baca: Jokowi Diminta Berkonsultasi Sebelum Terbitkan Perppu MD3
Arsul belum mengetahui sikap partai koalisi pemerintah. Beberapa partai pendukung pemerintah ikut mengesahkan produk legislasi kontroversial itu. Hanya PPP dan Partai NasDem yang tegas menolak dan meninggalkan ruang rapat paripurna ketika UU disahkan.
"Kalau partai-partai lain, sejauh yang saya pahami enggak ada yang kontra dengan perppu secara terbuka," ucap dia.
Jakarta: Sekjen PPP Arsul Sani sepakat Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) menjadi solusi polemik UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Presiden Joko Widodo cukup menganulir beberapa pasal kontroversial.
"Perppu itu menjadi salah satu opsi. Walaupun itu saya lihat menjadi opsi ketiga. Kalau sampai dipilih itu juga bukan sesuatu yang luar biasa," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 7 Maret 2018.
Arsul enggan berdebat soal faktor utama penerbitan perppu yang mengharuskan adanya suasana genting dan memaksa. Menurut anggota Komisi III itu, kondisi genting dan memaksa berkaitan dengan subjektivitas Kepala Negara.
Baca: Presiden Belum Sikapi Pengesahan UU MD3
Bila ingin menerbitkan perppu, Presiden disarankan menghapus pasal-pasal yang dipertentangkan publik, bukan substansi UU. Ia tak mau muncul kesan pemmerintah hanya mencari popularitas tanpa menyelesaikan masalah.
Pemerintah, terang Arsul, bisa menyoroti Pasal 73 UU MD3. Pasal itu menyebut DPR bisa meminta kepolisian memanggil paksa pihak yang mangkir dari panggilan DPR. Dalam perppu, sebaiknya pihak yang dipanggil cukup penyelenggara negara, bukan setiap orang.
"Bukan kemudian membatalkan panggilan paksanya itu, tapi dikembalikan kepada naskah asli RUU itu bahwa itu dikenakan kepada setiap penyelenggara negara," jelas Arsul.
Baca: Jokowi Diminta Berkonsultasi Sebelum Terbitkan Perppu MD3
Arsul belum mengetahui sikap partai koalisi pemerintah. Beberapa partai pendukung pemerintah ikut mengesahkan produk legislasi kontroversial itu. Hanya PPP dan Partai NasDem yang tegas menolak dan meninggalkan ruang rapat paripurna ketika UU disahkan.
"Kalau partai-partai lain, sejauh yang saya pahami enggak ada yang kontra dengan perppu secara terbuka," ucap dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(OJE)
