medcom.id, Jakarta: Tahun ini, DPD berusia ke-13 tahun. Sejak awal dibentuk, lembaga perwakilam daerah di tingkat pusat itu selalu terjebak dalam polemik penguatan kewenangan.
Hal itu disampaikan Ketua DPD Oesman Sapta Odang saat sambutan pembukaan acara simposium nasional Pemantapan Pelaksanaan Otonom Daerah: Mewujudkan Kewajiban Konstitusional DPD di Kompleks Parlemen. Pembukaan simposium dihadiri Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, perwakilan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, anggota DPD, Kesekretariatan Jenderal MPR dan DPD.
"Saya berpandangan, DPD RI selama ini terlalu terjebak pada dialektika penguatan kewenanganya, sehingga itu menjadi alasan untuk selalu meratapi kondisi," kata Oso, sapaan Oesman Sapta, di gedung Nusantara IV, Kompleks Parlemen, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Rabu 4 Oktober 2017.
Keberadaan DPD sejak lahir memang belum memiliki taji sebagai lembaga negara. Sebab, selalu terjadi tarik ulur dengan lembaga lain, di antaranya DPR, lembaga negara yang lebih dulu ada serta memiliki tugas dan fungsi yang sama, yaitu legislasi, anggaran, dan pengawasan.
Oso yang juga menjabat Wakil Ketua MPR menekankan, dirinya tak ingin DPD tenggelam dalam polemik itu. Padahal banyak potensi yang bisa dikembangkan oleh DPD sebagai salah satu lembaga negara.
"Dulu ada tarik ulur antara DPD dengan DPR. Sekarang itu tidak boleh ada lagi. Justru banyak aspek yang belum dilaksanakan DPD untuk memperjuangkan kepentingan daerah. Konstitusi justru memberikan ruang kebebasan bagi DPD untuk berkarya," lanjut Oso.
Menurut Oso, sudah saatnya DPD fokus menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. Dia tak ingin, polemik penguatan lembaga justru membuat DPD mengenyampingkan tugasnya sebagai perwakilan daerah di tingkat pusat.
"Sekarang, itu tidak boleh ada lagi. Kami menyadari banyak kekurangan, tapi DPR justru melibatkan kegiatannya dengan DPD. Ini hal positif yang semakin mengikat hubungan ini," tandas dia.
medcom.id, Jakarta: Tahun ini, DPD berusia ke-13 tahun. Sejak awal dibentuk, lembaga perwakilam daerah di tingkat pusat itu selalu terjebak dalam polemik penguatan kewenangan.
Hal itu disampaikan Ketua DPD Oesman Sapta Odang saat sambutan pembukaan acara simposium nasional Pemantapan Pelaksanaan Otonom Daerah: Mewujudkan Kewajiban Konstitusional DPD di Kompleks Parlemen. Pembukaan simposium dihadiri Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, perwakilan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, anggota DPD, Kesekretariatan Jenderal MPR dan DPD.
"Saya berpandangan, DPD RI selama ini terlalu terjebak pada dialektika penguatan kewenanganya, sehingga itu menjadi alasan untuk selalu meratapi kondisi," kata Oso, sapaan Oesman Sapta, di gedung Nusantara IV, Kompleks Parlemen, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Rabu 4 Oktober 2017.
Keberadaan DPD sejak lahir memang belum memiliki taji sebagai lembaga negara. Sebab, selalu terjadi tarik ulur dengan lembaga lain, di antaranya DPR, lembaga negara yang lebih dulu ada serta memiliki tugas dan fungsi yang sama, yaitu legislasi, anggaran, dan pengawasan.
Oso yang juga menjabat Wakil Ketua MPR menekankan, dirinya tak ingin DPD tenggelam dalam polemik itu. Padahal banyak potensi yang bisa dikembangkan oleh DPD sebagai salah satu lembaga negara.
"Dulu ada tarik ulur antara DPD dengan DPR. Sekarang itu tidak boleh ada lagi. Justru banyak aspek yang belum dilaksanakan DPD untuk memperjuangkan kepentingan daerah. Konstitusi justru memberikan ruang kebebasan bagi DPD untuk berkarya," lanjut Oso.
Menurut Oso, sudah saatnya DPD fokus menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. Dia tak ingin, polemik penguatan lembaga justru membuat DPD mengenyampingkan tugasnya sebagai perwakilan daerah di tingkat pusat.
"Sekarang, itu tidak boleh ada lagi. Kami menyadari banyak kekurangan, tapi DPR justru melibatkan kegiatannya dengan DPD. Ini hal positif yang semakin mengikat hubungan ini," tandas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TRK)