Jakarta: Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon bertemu dengan mantan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Kofi Annan. Keduanya membahas isu kemanusiaan yang dialami pengungsi Rohingya di Myanmar.
Fadli mengatakan proposal Advisory Commission on Rakhine State yang dipimpin Annan memberikan peran besar bagi proses perdamaian di Rohingya. Proposal itu pun didengar oleh Myanmar.
"Proposal yang diajukan telah menjadi saran dan rekomendasi yang diakui oleh pemerintah Myanmar untuk menangani permasalahan kemanusiaan di Rohingya," kata Fadli melalui rilis yang diterima Medcom.id, Rabu, 28 Maret 2018.
Dalam pertemuan itu, Fadli menerima laporan yang dihasilkan Advisory Commission of Rakhine State. Laporan Annan terkait krisis Rohingya diawali pada September 2016.
Kala itu, Aung San Suu Kyi yang menjabat sebagai state counsellor Myanmar meminta Kofi Annan Foundation dan Office of the State Counsellor untuk mendirikan Advisory Commission on Rakhine State. Komisi itu diberikan mandat menyusun upaya konstruktif menangani permasalahan Rohingya.
"Tim bekerja selama 12 bulan," tutur Annan.
Pada 23 Agustus 2017, Advisory Commission of Rakhine State menyelesaikan laporannya. Proposal itu berjudul "Towards a Peaceful, Fair and Prosperous Future for the People of Rakhine".
"Proposal tersebut mengandung tiga aspek dasar yang dibutuhkan dalam menghadirkan perdamaian di Rohingya di antaranya determination, perseverance and trust," kata Annan.
Annan menegaskan proposal tersebut memberikan empat rekomendasi utama dalam hal protection of rights, freedom of movement, enhanced economic and social development, and the edification of Rakhine’s cultural heritage. Masukan-masukan tersebut diterima dengan baik dan diakui pemerintah Myanmar.
Annan juga pernah mengungkap sejumlah problem mendasar yang dialami penduduk Rohingya. Negara Rohignya memiliki tingkat kemiskinan yang sangat kronis.
"Ini terjadi di semua lapisan masyarakat.Tingkat kemiskinannya mencapai 78 persen, hampir dua kali lipat tingkat nasional 37,54 persen. Kondisinya semakin diperparah dengan buruknya pelayanan sosial dan akses penduduk terhadap pekerjaan," sebut Annan.
Masalah lainnya adalah krisis hak asasi manusia (HAM). Hampir seluruh penduduk Rohingya tidak memiliki status kewarganegaraan. Akibatnya, problem sosial meningkat, hak-hak terabaikan karena tingginya diskriminasi dan tindak kekerasan serta pelecehan terhadap penduduk Rohingya, terutama perempuan.
Untuk jangka pendek, proposal yang diajukan Kofi Annan merekomendasikan sejumlah langkah taktis. Pertama, pemberian kejelasan status kewarganegaraan dengan segera melalui proses verifikasi yang tertib.
"Kedua, mendorong peningkatan akses penduduk Rohingya terhadap pelayanan kesehatan dan pendidikan tanpa adanya diskriminasi," papar Annan.
Namun ironisnya, sehari setelah laporan tersebut disampaikan, terjadi pembantaian etnis Rohingya oleh militer Myanmar. "Ini sangat disayangkan pembantaian dan kekerasan berlangsung selama berbulan-bulan, dan mengakibatkan pengungsi hingga lebih 500.000 jiwa di perbatasan Bangladesh," imbuh Annan.
Baca: Myanmar Hanya Izinkan 374 Rohingya Masuk Kembali
Annan menilai perlu upaya persuasif agar pemerintah Myanmar duduk kembali dan mengikuti laporannya. ASEAN seharusnya dapat berperan meyakinkan Myanmar untuk penyelesaian persoalan kemanusiaan meski tidak mudah.
Selain itu, Annan meminta agar Indonesia lebih proaktif dalam menyikapi persoalan kemanusiaan di Myanmar. Terutama dalam menerima kembalinya etnis Rohingya.
"Agar ada komunikasi di antara militer Indonesia dan Myanmar untuk bertukar pengalaman menghadapi transisi demokrasi," ujar Annan.
Annan juga berbincang mengenai perkembangan politik, persiapan pemilu, dan calon presiden 2019 di Indonesia kepada Fadli Zon. Diakhir pertemuan, Annan menyampaikan salam untuk rakyat Indonesia.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/0kpnjdRN" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon bertemu dengan mantan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Kofi Annan. Keduanya membahas isu kemanusiaan yang dialami pengungsi Rohingya di Myanmar.
Fadli mengatakan proposal Advisory Commission on Rakhine State yang dipimpin Annan memberikan peran besar bagi proses perdamaian di Rohingya. Proposal itu pun didengar oleh Myanmar.
"Proposal yang diajukan telah menjadi saran dan rekomendasi yang diakui oleh pemerintah Myanmar untuk menangani permasalahan kemanusiaan di Rohingya," kata Fadli melalui rilis yang diterima Medcom.id, Rabu, 28 Maret 2018.
Dalam pertemuan itu, Fadli menerima laporan yang dihasilkan Advisory Commission of Rakhine State. Laporan Annan terkait krisis Rohingya diawali pada September 2016.
Kala itu, Aung San Suu Kyi yang menjabat sebagai
state counsellor Myanmar meminta Kofi Annan Foundation dan Office of the State Counsellor untuk mendirikan Advisory Commission on Rakhine State. Komisi itu diberikan mandat menyusun upaya konstruktif menangani permasalahan Rohingya.
"Tim bekerja selama 12 bulan," tutur Annan.
Pada 23 Agustus 2017, Advisory Commission of Rakhine State menyelesaikan laporannya. Proposal itu berjudul "
Towards a Peaceful, Fair and Prosperous Future for the People of Rakhine".
"Proposal tersebut mengandung tiga aspek dasar yang dibutuhkan dalam menghadirkan perdamaian di Rohingya di antaranya
determination, perseverance and trust," kata Annan.
Annan menegaskan proposal tersebut memberikan empat rekomendasi utama dalam hal
protection of rights, freedom of movement, enhanced economic and social development, and the edification of Rakhine’s cultural heritage. Masukan-masukan tersebut diterima dengan baik dan diakui pemerintah Myanmar.
Annan juga pernah mengungkap sejumlah problem mendasar yang dialami penduduk Rohingya. Negara Rohignya memiliki tingkat kemiskinan yang sangat kronis.
"Ini terjadi di semua lapisan masyarakat.Tingkat kemiskinannya mencapai 78 persen, hampir dua kali lipat tingkat nasional 37,54 persen. Kondisinya semakin diperparah dengan buruknya pelayanan sosial dan akses penduduk terhadap pekerjaan," sebut Annan.
Masalah lainnya adalah krisis hak asasi manusia (HAM). Hampir seluruh penduduk Rohingya tidak memiliki status kewarganegaraan. Akibatnya, problem sosial meningkat, hak-hak terabaikan karena tingginya diskriminasi dan tindak kekerasan serta pelecehan terhadap penduduk Rohingya, terutama perempuan.
Untuk jangka pendek, proposal yang diajukan Kofi Annan merekomendasikan sejumlah langkah taktis. Pertama, pemberian kejelasan status kewarganegaraan dengan segera melalui proses verifikasi yang tertib.
"Kedua, mendorong peningkatan akses penduduk Rohingya terhadap pelayanan kesehatan dan pendidikan tanpa adanya diskriminasi," papar Annan.
Namun ironisnya, sehari setelah laporan tersebut disampaikan, terjadi pembantaian etnis Rohingya oleh militer Myanmar. "Ini sangat disayangkan pembantaian dan kekerasan berlangsung selama berbulan-bulan, dan mengakibatkan pengungsi hingga lebih 500.000 jiwa di perbatasan Bangladesh," imbuh Annan.
Baca: Myanmar Hanya Izinkan 374 Rohingya Masuk Kembali
Annan menilai perlu upaya persuasif agar pemerintah Myanmar duduk kembali dan mengikuti laporannya. ASEAN seharusnya dapat berperan meyakinkan Myanmar untuk penyelesaian persoalan kemanusiaan meski tidak mudah.
Selain itu, Annan meminta agar Indonesia lebih proaktif dalam menyikapi persoalan kemanusiaan di Myanmar. Terutama dalam menerima kembalinya etnis Rohingya.
"Agar ada komunikasi di antara militer Indonesia dan Myanmar untuk bertukar pengalaman menghadapi transisi demokrasi," ujar Annan.
Annan juga berbincang mengenai perkembangan politik, persiapan pemilu, dan calon presiden 2019 di Indonesia kepada Fadli Zon. Diakhir pertemuan, Annan menyampaikan salam untuk rakyat Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)