medcom.id, Jakarta: Banyak pihak menuding kunjungan Pansus RUU Pemilu DPR RI ke Meksiko dan Jerman tidak memiliki urgensi dan hanya menghamburkan uang. Berdalih mempelajari sistem e-voting, kenyataannya sistem itu tidak bisa direalisasikan karena rawan kecurangan.
Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Eddy tak mau pihaknya dituding hanya menghabiskan uang untuk pelesiran ke Meksiko dan Jerman. Dia mengaku ada sejumlah hal yang didapatkan pansus dari hasil kunjungan ke dua negara itu.
"Bukan soal e-voting saja. Ini salah paham, menuduh pansus hanya soal e-voting. Ada 30 hal khususnya 18 yang krusial yang kita perdalam menyangkut pemilu. Teknis-teknis, kertas suara, verifikasi daftar pemilih," ungkap Lukman dalam Realitas bertajuk Pelesiran Pansus Pemilu, Rabu 29 Maret 2017.
Lukman berdalih penerapan sistem e-voting dapat menekan jumlah anggota pemerintahan dan birokrasi yang biasa bekerja. Bagi pansus, semakin sedikit anggota parlemen, semakin efektif birokrasi dan semakin ramping pula mitra yang bekerja sama dengan DPR.
"Ini salah satu yang bisa dicontoh dari hasil perjalanan itu," tegas Lukman.
Tak Ada Urgensi dan Kontribusi
Sekjen Fitra Yenny Sucipto menyatakan kunjungan Pansus RUU Pemilu DPR RI ke Meksiko dan Jerman tidak memiliki urgensi dan kontribusi besar dalam revisi Undang-undang Pemilu nanti. Sebab, sistem e-voting memang tidak bisa digunakan di Indonesia, sehingga kunjungan itu dinilai sia-sia.
"Alasan klasik mencoba untuk melakukan study banding mengenai e-voting padahal ini masih diperdebatkan dan memang tidak bisa dilaksanakan dalam waktu dekat. Inilah kemudian kita anggap kunjungan kerja itu tidak memiliki urgensi dan kontribusi besar di dalam revisi UU Pemilu nanti," ungkap Yenny.
Klaim DPR bahwa sudah transparan menyampaikan hasil kunjungan dinilai Fitra hanya satu arah, horizontal kepada pemerintah. Sementara tanggung jawab terhadap publik tidak dilakukan.
Ditambah lagi, di internal DPR sendiri tidak pernah melakukan evaluasi terkait sejauh mana lagislator menjalankan fungsinya di parlemen.
"DPR tidak pernah melakukan evaluasi terhadap kerja-kerja berkaitan dengan fungsi-fungsi DPR, terutama soal kuinker dan studi banding. Ini yang kemudian kita rasakan jadi pelesairan saja tidak memberikan kontribusi lebih kepada urusan legislasi," ungkap Yenny.
medcom.id, Jakarta: Banyak pihak menuding kunjungan Pansus RUU Pemilu DPR RI ke Meksiko dan Jerman tidak memiliki urgensi dan hanya menghamburkan uang. Berdalih mempelajari sistem e-voting, kenyataannya sistem itu tidak bisa direalisasikan karena rawan kecurangan.
Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Eddy tak mau pihaknya dituding hanya menghabiskan uang untuk pelesiran ke Meksiko dan Jerman. Dia mengaku ada sejumlah hal yang didapatkan pansus dari hasil kunjungan ke dua negara itu.
"Bukan soal e-voting saja. Ini salah paham, menuduh pansus hanya soal e-voting. Ada 30 hal khususnya 18 yang krusial yang kita perdalam menyangkut pemilu. Teknis-teknis, kertas suara, verifikasi daftar pemilih," ungkap Lukman dalam
Realitas bertajuk
Pelesiran Pansus Pemilu, Rabu 29 Maret 2017.
Lukman berdalih penerapan sistem e-voting dapat menekan jumlah anggota pemerintahan dan birokrasi yang biasa bekerja. Bagi pansus, semakin sedikit anggota parlemen, semakin efektif birokrasi dan semakin ramping pula mitra yang bekerja sama dengan DPR.
"Ini salah satu yang bisa dicontoh dari hasil perjalanan itu," tegas Lukman.
Tak Ada Urgensi dan Kontribusi
Sekjen Fitra Yenny Sucipto menyatakan kunjungan Pansus RUU Pemilu DPR RI ke Meksiko dan Jerman tidak memiliki urgensi dan kontribusi besar dalam revisi Undang-undang Pemilu nanti. Sebab, sistem e-voting memang tidak bisa digunakan di Indonesia, sehingga kunjungan itu dinilai sia-sia.
"Alasan klasik mencoba untuk melakukan study banding mengenai e-voting padahal ini masih diperdebatkan dan memang tidak bisa dilaksanakan dalam waktu dekat. Inilah kemudian kita anggap kunjungan kerja itu tidak memiliki urgensi dan kontribusi besar di dalam revisi UU Pemilu nanti," ungkap Yenny.
Klaim DPR bahwa sudah transparan menyampaikan hasil kunjungan dinilai Fitra hanya satu arah, horizontal kepada pemerintah. Sementara tanggung jawab terhadap publik tidak dilakukan.
Ditambah lagi, di internal DPR sendiri tidak pernah melakukan evaluasi terkait sejauh mana lagislator menjalankan fungsinya di parlemen.
"DPR tidak pernah melakukan evaluasi terhadap kerja-kerja berkaitan dengan fungsi-fungsi DPR, terutama soal kuinker dan studi banding. Ini yang kemudian kita rasakan jadi pelesairan saja tidak memberikan kontribusi lebih kepada urusan legislasi," ungkap Yenny.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(MEL)