Jakarta: Kecurangan rupanya tak pernah lepas dari pemilu. Hal tersebut setidaknya diakui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md.
Bahkan, menurut Mahfud, kecurangan sudah terjadi dalam lima pemilu terakhir. Berdasarkan itu, ia juga tak heran jika potensi kecurangan kembali terulang pada Pemilu 2024.
Pernyataan Mahfud mengenai potensi kecurangan dalam Pemilu 2024 rasanya bukanlah isapan jempol belaka. Sebagai menteri yang mengoordinasi bidang politik dan hukum, Mahfud tidak akan berbicara sembarangan dan berdasarkan data-data yang dimiliki.
"Pernyataan Mahfud diasumsikan benar adanya karena dia ada di posisi strategis, Menkopolhukam. Tentu dia mendapatkan data-data yang sangat akurat dari bawahannya. Kalau tidak akurat yang disebutkan, ini berbahaya," ujar Dewan Redaksi Media Group, Gaudensius Suhardi dalam program Editorial Malam, Metro TV, Kamis, 25 Mei 2023.
3 kategori kecurangan yang bisa terjadi dalam pemilu
Gaudensius menyebutkan beberapa kategori kecurangan yang kemungkinan terjadi dalam pemilu, yakni sistematis, terstruktur, dan masif.
"Kalau di dalam teori, kecurangan pemilu yang sistematis, terstruktur, dan masif hanya bisa dilakukan oleh kolaborasi antarpeserta pemilu dan aparat pemerintah," lanjutnya.
Gaudensius pun tak menampik ada kecurangan yang terjadi dalam pemilu, terutama dilakukan PNS. Hal itu berdasarkan dari data 2021 hingga saat ini.
"Dan memang terbukti kalau hasil data dari tahun 2021 sampai sekarang, ditemukan banyak sekali PNS yang kena hukuman karena ikut curang di dalam pemilu," tutur Gaudensius.
Benarkah pemerintah tidak terlibat?
Sebelumnya, Mahfud mengatakan, modus kecurangan dalam lima pemilu terakhir berubah dan berbeda dengan masa Orde Baru. Pada masa Orde Baru, kecurangan dilakukan pemerintah. Namun, di era reformasi, kecurangan justru dilakukan peserta pemilu.
"Tetapi beda saudara yang curang sekarang itu adalah peserta pemilu sendiri, bukan pemerintah," ujar Mahfud saat menjadi pembicara di Seminar Nasional di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (UIN Jakarta), Selasa, 23 Maret 2023.
Namun, pernyataan Mahfud soal ketidakterlibatan pemerintah dalam kecurangan pemilu masih dipertanyakan. Mahfud pun diminta untuk menjelaskan lebih transparan mengenai hal tersebut.
"Kalau pemerintah dikatakan tidak curang, tapi peserta pemilu, pertanyaannya incumbent atau presiden yang sedang memerintah ikut kontestasi di mana dia berstatus pemerintah, apakah ini dilakukan curang atau tidak?" kata Gaudensius.
"Ini hal-hal yang mestinya diberikan penjelasan yang lebih jernih. Tapi jauh lebih eloknya, kalau di pemerintahan itu jangan pula seperti pengamat. Berbicara yang membuat masyarakat ribut saja," lanjutnya.
Pemerintah diminta punya langkah konkret
Gaudensius juga mengatakan pemerintah harus berperan dalam mencegah terjadinya kecurangan, termasuk Mahfud. Sebagai wakil pemerintah, Mahfud diminta tidak berhenti sebatas sebagai pengakuan. Tetapi juga harus melakukan langkah konkret untuk mencegah kecurangan pemilu.
"Tugas pertama Mahfud harus memberhentikan itu karena dia eksekutif. Eksekutif itu karakternya eksekusi. Jangan sampai Bapak Mahfud itu masih merasa sebagai anggota DPR yang berbicara terus menerus. Tetapi yang diharapkan dari seorang eksekutif, mengeksekusi supaya tidak terjadi kecurangan," katanya.
Salah satu upaya yang harus dilakukan adalah mulai mengampanyekan aparat pemerintah tidak ikut campur (cawe-cawe) selama proses pemilu 2024.
"Untuk itu, eloknya, Mahfud mulai mengampanyekan agar aparat pemerintah tidak cawe-cawe di dalam Pemilu 2024, sehingga tidak terjadi kemungkinan adanya kecurangan itu," tutur Gaudensius.
Biarkan untuk pilpres itu urusannya partai politik. Sedangkan pemilu legislatif, biarkan partai politik memilih calon-calon anggota DPR. Demikian juga di DPRD.
"Kemudian, masyarakat dibiarkan untuk bebas menggunakan hak pilihnya di dalam bilik suara. Jangan lagi masyarakat yang mau masuk bilik suara diintimidasi untuk memilih calon tertentu. Itu yang harus dicegah," ujarnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id.
Jakarta: Kecurangan rupanya tak pernah lepas dari pemilu. Hal tersebut setidaknya diakui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md.
Bahkan, menurut Mahfud, kecurangan sudah terjadi dalam lima pemilu terakhir. Berdasarkan itu, ia juga tak heran jika potensi kecurangan kembali terulang pada Pemilu 2024.
Pernyataan Mahfud mengenai potensi kecurangan dalam Pemilu 2024 rasanya bukanlah isapan jempol belaka. Sebagai menteri yang mengoordinasi bidang politik dan hukum, Mahfud tidak akan berbicara sembarangan dan berdasarkan data-data yang dimiliki.
"Pernyataan Mahfud diasumsikan benar adanya karena dia ada di posisi strategis, Menkopolhukam. Tentu dia mendapatkan data-data yang sangat akurat dari bawahannya. Kalau tidak akurat yang disebutkan, ini berbahaya," ujar Dewan Redaksi Media Group, Gaudensius Suhardi dalam program Editorial Malam,
Metro TV, Kamis, 25 Mei 2023.
3 kategori kecurangan yang bisa terjadi dalam pemilu
Gaudensius menyebutkan beberapa kategori kecurangan yang kemungkinan terjadi dalam pemilu, yakni sistematis, terstruktur, dan masif.
"Kalau di dalam teori, kecurangan pemilu yang sistematis, terstruktur, dan masif hanya bisa dilakukan oleh kolaborasi antarpeserta pemilu dan aparat pemerintah," lanjutnya.
Gaudensius pun tak menampik ada kecurangan yang terjadi dalam pemilu, terutama dilakukan PNS. Hal itu berdasarkan dari data 2021 hingga saat ini.
"Dan memang terbukti kalau hasil data dari tahun 2021 sampai sekarang, ditemukan banyak sekali PNS yang kena hukuman karena ikut curang di dalam pemilu," tutur Gaudensius.
Benarkah pemerintah tidak terlibat?
Sebelumnya, Mahfud mengatakan, modus kecurangan dalam lima pemilu terakhir berubah dan berbeda dengan masa Orde Baru. Pada masa Orde Baru, kecurangan dilakukan pemerintah. Namun, di era reformasi, kecurangan justru dilakukan peserta pemilu.
"Tetapi beda saudara yang curang sekarang itu adalah peserta pemilu sendiri, bukan pemerintah," ujar Mahfud saat menjadi pembicara di Seminar Nasional di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (UIN Jakarta), Selasa, 23 Maret 2023.
Namun, pernyataan Mahfud soal ketidakterlibatan pemerintah dalam kecurangan pemilu masih dipertanyakan. Mahfud pun diminta untuk menjelaskan lebih transparan mengenai hal tersebut.
"Kalau pemerintah dikatakan tidak curang, tapi peserta pemilu, pertanyaannya
incumbent atau presiden yang sedang memerintah ikut kontestasi di mana dia berstatus pemerintah, apakah ini dilakukan curang atau tidak?" kata Gaudensius.
"Ini hal-hal yang mestinya diberikan penjelasan yang lebih jernih. Tapi jauh lebih eloknya, kalau di pemerintahan itu jangan pula seperti pengamat. Berbicara yang membuat masyarakat ribut saja," lanjutnya.
Pemerintah diminta punya langkah konkret
Gaudensius juga mengatakan pemerintah harus berperan dalam mencegah terjadinya kecurangan, termasuk Mahfud. Sebagai wakil pemerintah, Mahfud diminta tidak berhenti sebatas sebagai pengakuan. Tetapi juga harus melakukan langkah konkret untuk mencegah kecurangan pemilu.
"Tugas pertama Mahfud harus memberhentikan itu karena dia eksekutif. Eksekutif itu karakternya eksekusi. Jangan sampai Bapak Mahfud itu masih merasa sebagai anggota DPR yang berbicara terus menerus. Tetapi yang diharapkan dari seorang eksekutif, mengeksekusi supaya tidak terjadi kecurangan," katanya.
Salah satu upaya yang harus dilakukan adalah mulai mengampanyekan aparat pemerintah tidak ikut campur (cawe-cawe) selama proses pemilu 2024.
"Untuk itu, eloknya, Mahfud mulai mengampanyekan agar aparat pemerintah tidak cawe-cawe di dalam Pemilu 2024, sehingga tidak terjadi kemungkinan adanya kecurangan itu," tutur Gaudensius.
Biarkan untuk pilpres itu urusannya partai politik. Sedangkan pemilu legislatif, biarkan partai politik memilih calon-calon anggota DPR. Demikian juga di DPRD.
"Kemudian, masyarakat dibiarkan untuk bebas menggunakan hak pilihnya di dalam bilik suara. Jangan lagi masyarakat yang mau masuk bilik suara diintimidasi untuk memilih calon tertentu. Itu yang harus dicegah," ujarnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(PAT)