Jakarta: Deputi II Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Bidang Pembangunan Manusia Abetnego Tarigan menyebut sejumlah kepala daerah kerap menutupi data penyebaran covid-19 untuk membentuk citra positif. Kondisi tersebut membuat Presiden Joko Widodo gusar karena data perkembangan covid-19 di daerah dan pusat tak pernah sinkron.
"Ada dimensi politik di tingkat lokal, ini jarang dibahas, bagaimana lokal yang mencicil data untuk kepentingan supaya image daerahnya bagus," ujar Abetnego dalam diskusi virtual, Rabu, 18 Agustus 2021.
Abetnego menyebut permasalahan ini membuat kurva penanganan covid-19 bergerak stagnan. Dia menyebut salah satu data yang dipermainkan daerah ialah angka kematian.
"Orang yang sudah dari bulan Mei mati baru dimasukkan sekarang," tuturnya.
Selain itu, dia menyebut belum tentu semua kepala daerah mengikuti instruksi Presiden dalam penanganan covid-19." Jadi jangan dibayangkan seolah-olah ini kita bilang A maka sampai ke bawah A. Karena kapasitas yang beragam dimensi yang beragam juga," jelas dia.
Baca: 35 Fasilitas Kesehatan di Jakarta Sediakan Penyuntikan Vaksin Moderna
Kementerian Kesehatan mencatat lonjakan angka kematian akibat covid-19 terjadi di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur dalam tiga minggu terakhir. Tenaga Ahli Kementerian Kesehatan Panji Fortuna mengatakan lonjakan itu terjadi imbas data yang tidak sinkron antara pemerintah pusat dan daerah.
"Berdasarkan analisis dari data National All Record (NAR) Kementerian Kesehatan didapati bahwa pelaporan kasus kematian yang dilakukan daerah tidak bersifat real time, dan merupakan akumulasi dari bulan-bulan sebelumnya," kata Panji dalam keterangan tertulis, Rabu, 11 Agustus 2021.
NAR adalah sistem big data untuk pencatatan laboratorium dalam penanganan covid-19 yang dikelola Kementerian Kesehatan. Berdasarkan laporan pada 10 Agustus 2021, dari 2.048 kasus kematian yang dilaporkan, sebagian besar bukan angka kematian pada tanggal tersebut atau seminggu sebelumnya.
Jakarta: Deputi II Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Bidang Pembangunan Manusia Abetnego Tarigan menyebut sejumlah kepala daerah kerap menutupi data penyebaran
covid-19 untuk membentuk citra positif. Kondisi tersebut membuat
Presiden Joko Widodo gusar karena data perkembangan covid-19 di daerah dan pusat tak pernah sinkron.
"Ada dimensi politik di tingkat lokal, ini jarang dibahas, bagaimana lokal yang mencicil data untuk kepentingan supaya
image daerahnya bagus," ujar Abetnego dalam diskusi virtual, Rabu, 18 Agustus 2021.
Abetnego menyebut permasalahan ini membuat kurva penanganan
covid-19 bergerak stagnan. Dia menyebut salah satu data yang dipermainkan daerah ialah angka kematian.
"Orang yang sudah dari bulan Mei mati baru dimasukkan sekarang," tuturnya.
Selain itu, dia menyebut belum tentu semua kepala daerah mengikuti instruksi Presiden dalam penanganan covid-19." Jadi jangan dibayangkan seolah-olah ini kita bilang A maka sampai ke bawah A. Karena kapasitas yang beragam dimensi yang beragam juga," jelas dia.
Baca: 35 Fasilitas Kesehatan di Jakarta Sediakan Penyuntikan Vaksin Moderna
Kementerian Kesehatan mencatat lonjakan angka kematian akibat covid-19 terjadi di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur dalam tiga minggu terakhir. Tenaga Ahli Kementerian Kesehatan Panji Fortuna mengatakan lonjakan itu terjadi imbas data yang tidak sinkron antara pemerintah pusat dan daerah.
"Berdasarkan analisis dari data National All Record (NAR) Kementerian Kesehatan didapati bahwa pelaporan kasus kematian yang dilakukan daerah tidak bersifat real time, dan merupakan akumulasi dari bulan-bulan sebelumnya," kata Panji dalam keterangan tertulis, Rabu, 11 Agustus 2021.
NAR adalah sistem big data untuk pencatatan laboratorium dalam penanganan covid-19 yang dikelola Kementerian Kesehatan. Berdasarkan laporan pada 10 Agustus 2021, dari 2.048 kasus kematian yang dilaporkan, sebagian besar bukan angka kematian pada tanggal tersebut atau seminggu sebelumnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)