Jakarta: Fraksi NasDem meminta Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 821/5492/SJ tanggal 14 September 2022 dicabut Mendagri Tito Karnavian. Aturan yang memberikan persetujuan terbatas penjabat (Pj), pelaksana tugas (Plt), dan penjabat sementara (Pjs) memutasi aparatur sipil negara (ASN) dinilai berpolemik.
"Jadi saya mengusulkan surat edaran tersebut kalau bisa dicabut," kata Sekretaris Fraksi NasDem Saan Mustopa kepada Tito dalam rapat kerja di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 21 September 2022.
Wakil Ketua Komisi II itu menilai kebijakan tersebut berpotensi menimbulkan masalah. Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) NasDem Jawa Barat itu menganggap kebijakan rawan interpretasi.
"Bukan hanya rawan interpretasi oleh para Pj gubernur, bupati/wali kota, juga rawan interpretasi di publik," ungkap dia.
Dikhawatirkan, SE Mendagri disalahgunakan. Terutama digunakan untuk kepentingan politik.
"Rawan namanaya abuse of power, itu rawan sekali," sebut dia.
Selain itu, SE Mendagri terkait pemberian kewenangan kepada Pj kepala daerah memutasi ASN dinilai bertentangan dengan sejumlah undang-undang (UU). Salah satunya, Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
"Dievaluasi atau direvisi terkait dengan soal surat edaran itu supaya dasar hukumnya ini tidak bertentangan dengan undang-undang yang ada semua," ujar dia.
Jakarta: Fraksi NasDem meminta Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 821/5492/SJ tanggal 14 September 2022 dicabut Mendagri
Tito Karnavian. Aturan yang memberikan persetujuan terbatas penjabat (Pj), pelaksana tugas (Plt), dan penjabat sementara (Pjs) memutasi aparatur sipil negara (ASN) dinilai berpolemik.
"Jadi saya mengusulkan surat edaran tersebut kalau bisa dicabut," kata Sekretaris Fraksi
NasDem Saan Mustopa kepada Tito dalam rapat kerja di Kompleks
Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 21 September 2022.
Wakil Ketua Komisi II itu menilai kebijakan tersebut berpotensi menimbulkan masalah. Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) NasDem Jawa Barat itu menganggap kebijakan rawan interpretasi.
"Bukan hanya rawan interpretasi oleh para Pj gubernur, bupati/wali kota, juga rawan interpretasi di publik," ungkap dia.
Dikhawatirkan, SE Mendagri disalahgunakan. Terutama digunakan untuk kepentingan politik.
"Rawan namanaya
abuse of power, itu rawan sekali," sebut dia.
Selain itu, SE Mendagri terkait pemberian kewenangan kepada Pj kepala daerah memutasi ASN dinilai bertentangan dengan sejumlah undang-undang (UU). Salah satunya, Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
"Dievaluasi atau direvisi terkait dengan soal surat edaran itu supaya dasar hukumnya ini tidak bertentangan dengan undang-undang yang ada semua," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)