Jakarta: Rekomendasi Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPR tentang Tugas dan Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai sarat muatan politis. Di antaranya memasukkan penyusunan rancangan undang-undang (RUU) tentang penyadapan.
Peneliti Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MaPPI FHUI) Aradila Caesar mengatakan, rekomendasi tersebut patut dicurigai sebagai bagian dari upaya pelemahan KPK.
"Kita patut curiga dengan tujuannya. Sulit bagi publik percaya bahwa itu perlindungan negara atas privasi individu, bukan pelemahan KPK," ujar Aradila dikutip dari Media Indonesia, Jumat, 2 Februari 2018.
Meskipun demikian, ia mengakui tata cara penyadapan harus diatur agar tidak disalahgunakan. Payung hukum itu dibutuhkan untuk menjamin perlindungan privasi warga negara.
"Namun, karena usulan tersebut berasal dari pansus angket, publik akan melihat ada motif pelemahan terhadap KPK," katanya.
Baca: Pengamat: RUU Penyadapan jangan Sampai Melanggar HAM
Peneliti ICW Donal Fariz menilai rekomendasi RUU tentang penyadapan merupakan langkah pansus untuk mempersulit KPK. Pasalnya, mereka tidak berani mengutak-atik UU tentang KPK lantaran akan langsung ditentang publik.
Selain RUU tentang penyadapan, pansus juga memberikan rekomendasi perlunya dewan pengawas KPK.
Anggota Pansus Angket KPK dari PDIP Masinton Pasaribu mengatakan, RUU tentang penyadapan bukan hal yang baru dan sudah ada dalam program legislasi nasional (prolegnas).
Menurutnya, RUU tersebut merupakan tanggung jawab DPR berkaitan dengan putusan MK dan tidak hanya ditujukan kepada KPK.
"Keputusan MK mengamanatkan bahwa prosedur penyadapan harus diatur melalui undang-undang. Jadi perlu dibuat undang-undang khusus yang mengatur penyadapan yang dilakukan lembaga yang diberi wewenang melakukan penyadapan. Bukan hanya mengatur mekanisme dan pertanggungjawaban KPK," kata Masinton.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/GNGME4dk" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Rekomendasi Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPR tentang Tugas dan Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai sarat muatan politis. Di antaranya memasukkan penyusunan rancangan undang-undang (RUU) tentang penyadapan.
Peneliti Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MaPPI FHUI) Aradila Caesar mengatakan, rekomendasi tersebut patut dicurigai sebagai bagian dari upaya pelemahan KPK.
"Kita patut curiga dengan tujuannya. Sulit bagi publik percaya bahwa itu perlindungan negara atas privasi individu, bukan pelemahan KPK," ujar Aradila dikutip dari
Media Indonesia, Jumat, 2 Februari 2018.
Meskipun demikian, ia mengakui tata cara penyadapan harus diatur agar tidak disalahgunakan. Payung hukum itu dibutuhkan untuk menjamin perlindungan privasi warga negara.
"Namun, karena usulan tersebut berasal dari pansus angket, publik akan melihat ada motif pelemahan terhadap KPK," katanya.
Baca: Pengamat: RUU Penyadapan jangan Sampai Melanggar HAM
Peneliti ICW Donal Fariz menilai rekomendasi RUU tentang penyadapan merupakan langkah pansus untuk mempersulit KPK. Pasalnya, mereka tidak berani mengutak-atik UU tentang KPK lantaran akan langsung ditentang publik.
Selain RUU tentang penyadapan, pansus juga memberikan rekomendasi perlunya dewan pengawas KPK.
Anggota Pansus Angket KPK dari PDIP Masinton Pasaribu mengatakan, RUU tentang penyadapan bukan hal yang baru dan sudah ada dalam program legislasi nasional (prolegnas).
Menurutnya, RUU tersebut merupakan tanggung jawab DPR berkaitan dengan putusan MK dan tidak hanya ditujukan kepada KPK.
"Keputusan MK mengamanatkan bahwa prosedur penyadapan harus diatur melalui undang-undang. Jadi perlu dibuat undang-undang khusus yang mengatur penyadapan yang dilakukan lembaga yang diberi wewenang melakukan penyadapan. Bukan hanya mengatur mekanisme dan pertanggungjawaban KPK," kata Masinton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)