medcom.id, Jakarta: Ketua Umum DPP Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mendukung Perppu Ormas menjadi undang-undang. Tapi, ia menagih janji pemerintah membuka pembahasan revisi.
Pernyatan itu disampaikan SBY saat berada di Darwin, Australia melalui YouTube yang dikelola Partai Demokrat (Demokrat TV), Rabu 25 Oktober 2017. Presiden ke-6 RI itu telah menangkap situasi politik pascapengambilan keputusan DPR RI tentang Perppu ormas.
"Partai Demokrat bersedia menerima Perppu Ormas kalau pemerintah bersedia melakukan revisi, melakukan perbaikan sebagaimana yang diusulkan Fraksi Partai Demokrat. Tapi kalau pemerintah tidak bersedia merevisi, Demokrat dengan jelas menolak," kata SBY.
SBY menilai, sikap Fraksi Partai Demokrat dalam sidang paripurna menyetujui Perppu Ormas dengan syarat sudah tepat. Ada ruang untuk mengkoreksi dan melakukan revisi.
"Karena nyata-nyata, menurut pandangan saya pribadi, Perppu kalau disahkan apa adanya itu tidak adil, tidak tepat dan itu berbahaya bagi kehidupan bangsa kita," ujar SBY.
Ada empat poin revisi yang disampaikan SBY untuk dituangkan dalam RUU Ormas. Pertama, ia ingin paradigma ormas dikembalikan sebagai mitra pemerintah. Kehadiran perppu, kata SBY, menjadikan citra ormas negatif lantaran dikaitkan dengan penilaian anti-Pancasila.
"Kalau memang setelah dilakukan pengaturan ada yang melanggar, melakukan kejahatan, tidak sesuai kerangka bernegara, baru diberikan sanksi. Tidak boleh belum-belum dikatakan sebagai ancaman negara," ucap dia.
Poin kedua terkait pemberian sanksi. SBY berpandangan pemerintah tak boleh subjektif membubarkan dan menjatuhkan hukuman tanpa mekanisme hukum di pengadilan.
"Demokrat ingin ada yang disebut due process of law. Objektif, terukur, dan tidak sewenang-wenang manakala pemerintah memberi sanksi mengingat Indonesia itu negara hukum, bukan negara kekuasaan," tuturnya.
Ketiga, pemerintah perlu menjabarkan detail tafsir penilaian anti-Pancasila terhadap ormas. SBY tak ingin kewenangan itu hanya dilakukan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM.
"Partai Demokrat tidak sependapat, itu kan politikus. Menteri kan politikus diangkat oleh presiden, presiden juga politikus. Kalau mereka diberikan kewenangan yang mutlak menafsirkan ormas A, ormas B bertentangan dengan Pancasila maka kekuasaan bisa sewenang-wenang," beber dia.
Terakhir, SBY menyoroti ancaman pidana bagi anggota ormas yang dinilai anti-Pancasila. Menurut dia, hukuman yang berlaku bagi seluruh anggota ormas merupakan kebijakan berlebihan.
"Bayangkan kalau ada ormas yang dibekukan atau dibubarkan maka semua anggotanya kena. Ini kan tidak adil ke mana-mana. Bisa jadi alat kekuasaan untuk menghabisi lawan lawan politiknya. Itu juga dilihat," ucap SBY.
medcom.id, Jakarta: Ketua Umum DPP Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mendukung Perppu Ormas menjadi undang-undang. Tapi, ia menagih janji pemerintah membuka pembahasan revisi.
Pernyatan itu disampaikan SBY saat berada di Darwin, Australia melalui
YouTube yang dikelola Partai Demokrat (Demokrat TV), Rabu 25 Oktober 2017. Presiden ke-6 RI itu telah menangkap situasi politik pascapengambilan keputusan DPR RI tentang Perppu ormas.
"Partai Demokrat bersedia menerima Perppu Ormas kalau pemerintah bersedia melakukan revisi, melakukan perbaikan sebagaimana yang diusulkan Fraksi Partai Demokrat. Tapi kalau pemerintah tidak bersedia merevisi, Demokrat dengan jelas menolak," kata SBY.
SBY menilai, sikap Fraksi Partai Demokrat dalam sidang paripurna menyetujui Perppu Ormas dengan syarat sudah tepat. Ada ruang untuk mengkoreksi dan melakukan revisi.
"Karena nyata-nyata, menurut pandangan saya pribadi, Perppu kalau disahkan apa adanya itu tidak adil, tidak tepat dan itu berbahaya bagi kehidupan bangsa kita," ujar SBY.
Ada empat poin revisi yang disampaikan SBY untuk dituangkan dalam RUU Ormas. Pertama, ia ingin paradigma ormas dikembalikan sebagai mitra pemerintah. Kehadiran perppu, kata SBY, menjadikan citra ormas negatif lantaran dikaitkan dengan penilaian anti-Pancasila.
"Kalau memang setelah dilakukan pengaturan ada yang melanggar, melakukan kejahatan, tidak sesuai kerangka bernegara, baru diberikan sanksi. Tidak boleh belum-belum dikatakan sebagai ancaman negara," ucap dia.
Poin kedua terkait pemberian sanksi. SBY berpandangan pemerintah tak boleh subjektif membubarkan dan menjatuhkan hukuman tanpa mekanisme hukum di pengadilan.
"Demokrat ingin ada yang disebut due process of law. Objektif, terukur, dan tidak sewenang-wenang manakala pemerintah memberi sanksi mengingat Indonesia itu negara hukum, bukan negara kekuasaan," tuturnya.
Ketiga, pemerintah perlu menjabarkan detail tafsir penilaian anti-Pancasila terhadap ormas. SBY tak ingin kewenangan itu hanya dilakukan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM.
"Partai Demokrat tidak sependapat, itu kan politikus. Menteri kan politikus diangkat oleh presiden, presiden juga politikus. Kalau mereka diberikan kewenangan yang mutlak menafsirkan ormas A, ormas B bertentangan dengan Pancasila maka kekuasaan bisa sewenang-wenang," beber dia.
Terakhir, SBY menyoroti ancaman pidana bagi anggota ormas yang dinilai anti-Pancasila. Menurut dia, hukuman yang berlaku bagi seluruh anggota ormas merupakan kebijakan berlebihan.
"Bayangkan kalau ada ormas yang dibekukan atau dibubarkan maka semua anggotanya kena. Ini kan tidak adil ke mana-mana. Bisa jadi alat kekuasaan untuk menghabisi lawan lawan politiknya. Itu juga dilihat," ucap SBY.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)