Jakarta: Anggota Komisi II Mardani Ali Sera menyoroti wacana perombakan nomenklatur kementerian pada pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka periode 2024-2029. Perlu ada kajian yang mendalam dari berbagai sudut pandang apalagi menyangkut urusan sektor pendidikan, jika wacana itu benar-benar dieksekusi.
“Saya agak menolak tentang pembengkakan (nomenklatur) kementerian ini. Seharusnya, reformasi birokrasi itu rumusnya sederhana, yaitu miskin struktur, kaya fungsi. Jangan sampai justru makin banyak struktur, malah koordinasinya jadi berantakan,” ujar Mardani, yang dikutip Senin, 13 Mei 2024.
Mardani mengingatkan penambahan nomenklatur kementerian, termasuk yang berkaitan dengan sektor pendidikan, belum tentu menjadi solusi yang cespleng. Tidak hanya itu, Mardani menilai akan semakin rumit bila birokrasi menjadi gemuk karena adanya ego sektoral.
Mardani menegaskan gemuknya birokrasi akan menimbulkan deretan permasalahan. Di antaranya muncul perundang-undangan yang tidak harmonis, kewenangan yang saling tumpang tindih (overlapping), dan kecenderungan penyalahgunaan kewenangan.
“Jangan sampai jadi terikat dengan birokrasi, lalu menciptakan berbagai regulasi yang saling bertentangan. Kita perlu ‘start from zero’. Coba lihat lagi penataan pendidikan Indonesia. Pemerintah harus paham dulu dasar dari masalah (pendidikan) ini,” tegas Mardani.
Pada pemerintahan periode Prabowo-Gibran mendatang, jumlah nomenklatur kementerian diwacanakan bertambah menjadi 40. Sebelumnya, nomenklatur kementerian dalam pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin hanya 34.
Alasan penambahan nomenklatur kementerian ini adalah mengakomodir beban kerja negara yang cukup besar mengingat luasnya wilayah Indonesia dan padatnya jumlah penduduk. Namun, wacana tersebut menimbulkan pro dan kontra di kalangan publik.
Jakarta: Anggota
Komisi II Mardani Ali Sera menyoroti wacana perombakan nomenklatur
kementerian pada pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka periode 2024-2029. Perlu ada kajian yang mendalam dari berbagai sudut pandang apalagi menyangkut urusan sektor pendidikan, jika wacana itu benar-benar dieksekusi.
“Saya agak menolak tentang pembengkakan (nomenklatur) kementerian ini. Seharusnya, reformasi birokrasi itu rumusnya sederhana, yaitu miskin struktur, kaya fungsi. Jangan sampai justru makin banyak struktur, malah koordinasinya jadi berantakan,” ujar Mardani, yang dikutip Senin, 13 Mei 2024.
Mardani mengingatkan penambahan nomenklatur kementerian, termasuk yang berkaitan dengan sektor pendidikan, belum tentu menjadi solusi yang cespleng. Tidak hanya itu, Mardani menilai akan semakin rumit bila birokrasi menjadi gemuk karena adanya ego sektoral.
Mardani menegaskan gemuknya birokrasi akan menimbulkan deretan permasalahan. Di antaranya muncul perundang-undangan yang tidak harmonis, kewenangan yang saling tumpang tindih (overlapping), dan kecenderungan penyalahgunaan kewenangan.
“Jangan sampai jadi terikat dengan birokrasi, lalu menciptakan berbagai regulasi yang saling bertentangan. Kita perlu ‘start from zero’. Coba lihat lagi penataan pendidikan Indonesia. Pemerintah harus paham dulu dasar dari masalah (pendidikan) ini,” tegas Mardani.
Pada pemerintahan periode
Prabowo-Gibran mendatang, jumlah nomenklatur kementerian diwacanakan bertambah menjadi 40. Sebelumnya, nomenklatur kementerian dalam pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin hanya 34.
Alasan penambahan nomenklatur kementerian ini adalah mengakomodir beban kerja negara yang cukup besar mengingat luasnya wilayah Indonesia dan padatnya jumlah penduduk. Namun, wacana tersebut menimbulkan pro dan kontra di kalangan publik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)