medcom.id, Jakarta: Ketua KPK Agus Rahardjo diduga terlibat dalam proyek pengadaan alat berat penunjang perbaikan jalan (UPR) tahun anggaran 2015. Proyek itu diduga merugikan negara hingga Rp22 miliar.
Anggota Pansus Hak Angket KPK Arteria Dahlan mengatakan proyek itu dilakukan Dinas Marga DKI Jakarta melalui e-purchasing untuk 19 unit produk Pakkat Road Maintenance Truck (PRMT)-C3200. Produk yang disediakan oleh PT Dor Ma Uli (DMU) itu melalui e-Katalog dengan nilai proyek sebesar Rp36.100.000.000.
Dalam proyek itu, Arteria mengungkapkan terjadi penyimpangan. Dinas Marga DKI Jakarta dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) tidak melakukan evaluasi untuk memastikan kebenaran informasi yang disampaikan PT DMU.
"Terkait apa? Kita sudah klarifikasi. Terkait dengan asal produk (PRMT)-C3200, status PT DMU dan harga pokok produk tersebut," kata Arteria dalam jumpa pers di Hotel Santika, Jakarta, Rabu 20 September 2017.
Arteria menjelaskan PT DMU telah melakukan rekayasa dokumen dan identitas fisik atas item bahwa barang itu seolah diimpor dari Amerika Serikat dan bermerek PAKKAT. Kemudian surat register uji tipe (SRUT) atas truk ternyata surat keputusan rancang bangun milik perusahaan lain yang tidak memiliki desain yang sama.
"Dinas Bina Marga menyatakan pekerjaan PT DMU telah selesai meskipun barang belum didatangkan seluruhnya dan tidak melakukan pengujian untuk memastikan kesesuaian spesifikasinya dengan yang diperjanjikan," beber dia.
Penyimpangan lainnya adalah kendaraan bermotor berupa chasis truck dengan tertempel pick up platform deck dan folding crane tidak memenuhi persyaratan. Baik syarat layak fungsi dan tidak sesuai dengan spesifikasi yang ada.
Sementara itu, setidaknya ada tiga penyimpangan saat Agus menjabat sebagai Ketua LKPP. Pertama LKPP mengkategorikan produk PRMT-C3200 sebagai alat berat. Padahal ada truk dalam salah satu item.
"LKPP tidak mensyaratkan dokumen yang melegitimasi asal usul produk dan status PT DMU sebagai ATPM (agen tunggal pemegang merek) produk merek PAKKAT dan tidak mengevaluasi dokumen terkait yang disampaikan PT DMU untuk memastikan kebenarannya," ucap dia.
Ketiga, LKPP tidak memiliki perkiraan harga untuk digunakan sebagai dasar melakukan negosiasi. Pada akhirnya tidak mengevaluasi kebenaran harga penawaran yang disampaikan oleh PT DMU.
Atas dugaan penyimpangan tersebut, Arteria menegaskan terdapat empat orang yang patut diduga bertanggungjawab atas proyek ini. Pertama adalah Agus Rahardjo yang saat itu menjabat Ketua LKPP.
"Dalam hal ini pimpinan LKPP (saat itu) terindikasi, diduga kuat memerintahkan direktur pengembangan sistem e-Katalog LKPP untuk melaksanakan e-Katalog. Padahal tidak ada aturan mengenai pemilihan penyedia barang/jasa agar dapat ditayangkan pada e-Katalog," ucap dia.
Kedua, Kepala Dinas Bina Marga Yusmada. Dia diduga berperan mengganti usulan awal anggaran kegiatan dengan usulan Kepala UPT Alkal tanpa adanya evaluasi guna memastikan kebenaran informasi terkait produk dan status PT DMU sebagai ATPM. Peran lainnya adalah memerintahkan melaksanakan anggaran menggunakan e-purchasing meskipun barang belum ditayangkan pada e-Katalog.
"Kami menemukan ada dua pihak yang beririsan langsung dengan kejadian yang temuan faktanya sudah dinyatakan oleh institusi yang berwenang untuk itu. Sampai saat ini mereka masih bebas dan belum jadi tersangka," ucap dia.
Sementara ada dua pihak lain yang juga diduga terkait. Tapi kini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya.
Mereka adalah Kepala UPT Alkal Hamdan sebagai KPA dan PPK. Ia diduga beperan mengusulkan anggaran dengan menggunakan data yang disampaikan oleh Dirut PT DMU tanpa melakukan evaluasi guna memastikan bahwa informasi terkait produk dan status PT DMU dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Diduga peran lain Hamdan adalah menandatangani dokumen penyelesaian pekerjaan sesuai dengan yang dijanjikan. Meskipun barang belum didatangkan seluruhnya dan fungsinya belum diujicoba.
Selanjutnya, Dirut PT DMU Irianto. Ia diduga memberikan informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya terkait status PT DMU dan produk PRMT-C3200. Ia juga diduga beperan melakukan rekayasa dalam pelaksanaan pengadaan produk agar menampakkan produk yang diadakan berasal dari Amerika Serikat dengan merek dagang PAKKAT.
Irianto juga diduga menerbitkan surat pemberitahuan pekerjaan selesai meskipun barang belum didatangkan seluruhnya sesuai dengan yang diperjanjikan.
"Berapa jumlah kerugian negaranya. Dihitung oleh lembaga negara yang berwenang untuk itu, kerugian negaranya Rp22.456.100.000. Bayangkan transaksinya Rp36 miliar, kerugian negaranya 60 persen," beber Arteria.
Arteria menegaskan pihaknya menyayangkan KPK tidak hadir dalam undangan Pansus pada Rabu siang. Pihaknya pun melayangkan panggilan kedua untuk memberikan laporan yang diklaim valid, kepada KPK.
"Padahal kalau hadir, justru yang untung itu KPK sendiri. Informasi ini sangat akurat," tandas dia.
medcom.id, Jakarta: Ketua KPK Agus Rahardjo diduga terlibat dalam proyek pengadaan alat berat penunjang perbaikan jalan (UPR) tahun anggaran 2015. Proyek itu diduga merugikan negara hingga Rp22 miliar.
Anggota Pansus Hak Angket KPK Arteria Dahlan mengatakan proyek itu dilakukan Dinas Marga DKI Jakarta melalui e-purchasing untuk 19 unit produk Pakkat Road Maintenance Truck (PRMT)-C3200. Produk yang disediakan oleh PT Dor Ma Uli (DMU) itu melalui e-Katalog dengan nilai proyek sebesar Rp36.100.000.000.
Dalam proyek itu, Arteria mengungkapkan terjadi penyimpangan. Dinas Marga DKI Jakarta dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) tidak melakukan evaluasi untuk memastikan kebenaran informasi yang disampaikan PT DMU.
"Terkait apa? Kita sudah klarifikasi. Terkait dengan asal produk (PRMT)-C3200, status PT DMU dan harga pokok produk tersebut," kata Arteria dalam jumpa pers di Hotel Santika, Jakarta, Rabu 20 September 2017.
Arteria menjelaskan PT DMU telah melakukan rekayasa dokumen dan identitas fisik atas item bahwa barang itu seolah diimpor dari Amerika Serikat dan bermerek PAKKAT. Kemudian surat register uji tipe (SRUT) atas truk ternyata surat keputusan rancang bangun milik perusahaan lain yang tidak memiliki desain yang sama.
"Dinas Bina Marga menyatakan pekerjaan PT DMU telah selesai meskipun barang belum didatangkan seluruhnya dan tidak melakukan pengujian untuk memastikan kesesuaian spesifikasinya dengan yang diperjanjikan," beber dia.
Penyimpangan lainnya adalah kendaraan bermotor berupa chasis truck dengan tertempel pick up platform deck dan folding crane tidak memenuhi persyaratan. Baik syarat layak fungsi dan tidak sesuai dengan spesifikasi yang ada.
Sementara itu, setidaknya ada tiga penyimpangan saat Agus menjabat sebagai Ketua LKPP. Pertama LKPP mengkategorikan produk PRMT-C3200 sebagai alat berat. Padahal ada truk dalam salah satu item.
"LKPP tidak mensyaratkan dokumen yang melegitimasi asal usul produk dan status PT DMU sebagai ATPM (agen tunggal pemegang merek) produk merek PAKKAT dan tidak mengevaluasi dokumen terkait yang disampaikan PT DMU untuk memastikan kebenarannya," ucap dia.
Ketiga, LKPP tidak memiliki perkiraan harga untuk digunakan sebagai dasar melakukan negosiasi. Pada akhirnya tidak mengevaluasi kebenaran harga penawaran yang disampaikan oleh PT DMU.
Atas dugaan penyimpangan tersebut, Arteria menegaskan terdapat empat orang yang patut diduga bertanggungjawab atas proyek ini. Pertama adalah Agus Rahardjo yang saat itu menjabat Ketua LKPP.
"Dalam hal ini pimpinan LKPP (saat itu) terindikasi, diduga kuat memerintahkan direktur pengembangan sistem e-Katalog LKPP untuk melaksanakan e-Katalog. Padahal tidak ada aturan mengenai pemilihan penyedia barang/jasa agar dapat ditayangkan pada e-Katalog," ucap dia.
Kedua, Kepala Dinas Bina Marga Yusmada. Dia diduga berperan mengganti usulan awal anggaran kegiatan dengan usulan Kepala UPT Alkal tanpa adanya evaluasi guna memastikan kebenaran informasi terkait produk dan status PT DMU sebagai ATPM. Peran lainnya adalah memerintahkan melaksanakan anggaran menggunakan e-purchasing meskipun barang belum ditayangkan pada e-Katalog.
"Kami menemukan ada dua pihak yang beririsan langsung dengan kejadian yang temuan faktanya sudah dinyatakan oleh institusi yang berwenang untuk itu. Sampai saat ini mereka masih bebas dan belum jadi tersangka," ucap dia.
Sementara ada dua pihak lain yang juga diduga terkait. Tapi kini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya.
Mereka adalah Kepala UPT Alkal Hamdan sebagai KPA dan PPK. Ia diduga beperan mengusulkan anggaran dengan menggunakan data yang disampaikan oleh Dirut PT DMU tanpa melakukan evaluasi guna memastikan bahwa informasi terkait produk dan status PT DMU dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Diduga peran lain Hamdan adalah menandatangani dokumen penyelesaian pekerjaan sesuai dengan yang dijanjikan. Meskipun barang belum didatangkan seluruhnya dan fungsinya belum diujicoba.
Selanjutnya, Dirut PT DMU Irianto. Ia diduga memberikan informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya terkait status PT DMU dan produk PRMT-C3200. Ia juga diduga beperan melakukan rekayasa dalam pelaksanaan pengadaan produk agar menampakkan produk yang diadakan berasal dari Amerika Serikat dengan merek dagang PAKKAT.
Irianto juga diduga menerbitkan surat pemberitahuan pekerjaan selesai meskipun barang belum didatangkan seluruhnya sesuai dengan yang diperjanjikan.
"Berapa jumlah kerugian negaranya. Dihitung oleh lembaga negara yang berwenang untuk itu, kerugian negaranya Rp22.456.100.000. Bayangkan transaksinya Rp36 miliar, kerugian negaranya 60 persen," beber Arteria.
Arteria menegaskan pihaknya menyayangkan KPK tidak hadir dalam undangan Pansus pada Rabu siang. Pihaknya pun melayangkan panggilan kedua untuk memberikan laporan yang diklaim valid, kepada KPK.
"Padahal kalau hadir, justru yang untung itu KPK sendiri. Informasi ini sangat akurat," tandas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(DRI)