medcom.id, Jakarta: Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tak sependapat dengan pernyataan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, soal diperbolehkannya pengosongan kolom agama pada Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP). Sebab hal tersebut dianggap menyakiti penganut agama di Indonesia.
"Saya kira ada 98 persen yang memiliki agama yang diakui Indonesia. Namun kepada hanya sekitar dua persen dapat menyakiti yang 98 persen. Jadi itu bukan sesuatu yang bijak," kata juru bicara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera, saat berbincang dengan Metrotvnews.com, Minggu (9/11/2014).
Sebetulnya, lanjutnya, ini pelajaran besar untuk siapapun penyelengga negara, agar kita tidak sembarangan berpendapat sebelum ada keputusan hukum tetap. "Mengelola negara ada aturan mainnya. Enggak bisa seseuai kehendak masing-masing harus konsultasi dengan DPR," imbuhnya.
Sebelumnya Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, warga Negara Indonesia (WNI) penganut kepercayaan yang belum diakui secara resmi oleh Pemerintah boleh mengosongi kolom agama di e-KTP.
Dengan demikian, artinya WNI pemeluk keyakinan seperti Kejawen, Sunda Wiwitan, Kaharingan dan Malim, namun di KTP tertera sebagai salah satu penganut agama resmi boleh mengoreksi kolom agama mereka.
Dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 sebagai perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan disebutkan bahwa agama yang dicantumkan dalam KTP adalah agama resmi yang diakui Pemerintah. Sehingga, untuk mengisi kolom agama dengan keyakinan memerlukan waktu untuk melakukan perubahan atas UU tersebut.
medcom.id, Jakarta: Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tak sependapat dengan pernyataan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, soal diperbolehkannya pengosongan kolom agama pada Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP). Sebab hal tersebut dianggap menyakiti penganut agama di Indonesia.
"Saya kira ada 98 persen yang memiliki agama yang diakui Indonesia. Namun kepada hanya sekitar dua persen dapat menyakiti yang 98 persen. Jadi itu bukan sesuatu yang bijak," kata juru bicara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera, saat berbincang dengan
Metrotvnews.com, Minggu (9/11/2014).
Sebetulnya, lanjutnya, ini pelajaran besar untuk siapapun penyelengga negara, agar kita tidak sembarangan berpendapat sebelum ada keputusan hukum tetap. "Mengelola negara ada aturan mainnya. Enggak bisa seseuai kehendak masing-masing harus konsultasi dengan DPR," imbuhnya.
Sebelumnya Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, warga Negara Indonesia (WNI) penganut kepercayaan yang belum diakui secara resmi oleh Pemerintah boleh mengosongi kolom agama di e-KTP.
Dengan demikian, artinya WNI pemeluk keyakinan seperti Kejawen, Sunda Wiwitan, Kaharingan dan Malim, namun di KTP tertera sebagai salah satu penganut agama resmi boleh mengoreksi kolom agama mereka.
Dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 sebagai perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan disebutkan bahwa agama yang dicantumkan dalam KTP adalah agama resmi yang diakui Pemerintah. Sehingga, untuk mengisi kolom agama dengan keyakinan memerlukan waktu untuk melakukan perubahan atas UU tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)