medcom.id, Jakarta: Kisruh di DPR akibat konflik antarkoalisi diklaim hampir tuntas. Kedua kubu yang berkonflik, yakni Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP) telah menyepakati empat poin penyelesaian konflik.
Namun, pengamat politik dari Charta Politika Yunarto Wijaya memprediksi rukunnya dua kubu ini tak bersifat permanen. Rekonsiliasi dua koalisi ini masih bersifat sempit, hanya dalam konteks bagi-bagi kavling kekuasaan.
"Ini soal 'saya kurang mendapatkan jatah dalam hal AKD, saya tidak mendapatkan jatah pimpinan DPR. Saya kemudian berkompromi untuk mendapatkan kavling kekuasaan'. Tapi apakah ini rekonsiliasi yang sifatnya permanen? Belum," papar Yunarto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (12/11/2014).
Dia menyayangkan, kesepakatan diambil hanya berdasar pada pembagian kekuasaan dengan menambah satu kursi wakil ketua di setiap alat kelengkapan dewan (AKD). Menurutnya, jika hanya melihat soal pembagian kekuasaan, bukan tidak mungkin potensi pertikaian akan terus muncul dalam perjalanan ke depannya.
"Karena ujian terbesar muncul ketika mereka membuat undang-undang. (Ketika) mereka berbicara postur anggaran, bukan ketika mereka bagi-bagi kekuasaan. Jadi ini masih sangat jauh dan belum bisa teruji atau tidak," jelas dia.
Yunarto juga meragukan apakah kesepakatan yang dihasilkan melalui juru runding masing-masing kubu itu diterima penuh oleh anggota kubu masing-masing.
"Contoh secara internal, Fadel Muhammad mengatakan ini, masih menunggu dari Aburizal Bakrie sebagai Ketua Presidium KMP. Lalu ada juga yang mengatakan apakah sikap Pramono Anung diterima fraksi pendukung. Saya pikir masalah itu masih ada riak-riaknya. (Kesepakatan) ini, bukan hanya masalah legal dan revisi UU," papar dia.
medcom.id, Jakarta: Kisruh di DPR akibat konflik antarkoalisi diklaim hampir tuntas. Kedua kubu yang berkonflik, yakni Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP) telah menyepakati empat poin penyelesaian konflik.
Namun, pengamat politik dari Charta Politika Yunarto Wijaya memprediksi rukunnya dua kubu ini tak bersifat permanen. Rekonsiliasi dua koalisi ini masih bersifat sempit, hanya dalam konteks bagi-bagi kavling kekuasaan.
"Ini soal 'saya kurang mendapatkan jatah dalam hal AKD, saya tidak mendapatkan jatah pimpinan DPR. Saya kemudian berkompromi untuk mendapatkan kavling kekuasaan'. Tapi apakah ini rekonsiliasi yang sifatnya permanen? Belum," papar Yunarto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (12/11/2014).
Dia menyayangkan, kesepakatan diambil hanya berdasar pada pembagian kekuasaan dengan menambah satu kursi wakil ketua di setiap alat kelengkapan dewan (AKD). Menurutnya, jika hanya melihat soal pembagian kekuasaan, bukan tidak mungkin potensi pertikaian akan terus muncul dalam perjalanan ke depannya.
"Karena ujian terbesar muncul ketika mereka membuat undang-undang. (Ketika) mereka berbicara postur anggaran, bukan ketika mereka bagi-bagi kekuasaan. Jadi ini masih sangat jauh dan belum bisa teruji atau tidak," jelas dia.
Yunarto juga meragukan apakah kesepakatan yang dihasilkan melalui juru runding masing-masing kubu itu diterima penuh oleh anggota kubu masing-masing.
"Contoh secara internal, Fadel Muhammad mengatakan ini, masih menunggu dari Aburizal Bakrie sebagai Ketua Presidium KMP. Lalu ada juga yang mengatakan apakah sikap Pramono Anung diterima fraksi pendukung. Saya pikir masalah itu masih ada riak-riaknya. (Kesepakatan) ini, bukan hanya masalah legal dan revisi UU," papar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(KRI)