Jakarta: Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) mengatur sanksi pelanggaran perlindungan data pribadi. Selain swasta, sanksi bakal diberikan kepada lembaga negara yang melanggar regulasi perlindungan data pribadi.
"Ada lah, ada," kata Wakil Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 14 September 2022.
Ketua Panita Kerja (Panja) RUU PDP itu menjelaskan pembuat aturan tak membedakan status pengendali data. Swasta dan pemerintah dianggap memiliki kedudukan sama terkait pengendali data.
"Kita tidak melihat lembaga negara atau perusahaan atau apa, yang penting dia pengendali data gitu. Dia ngumpulin data, dia inikan, ya berarti dia termasuk yang ada dalam undang-undang ini," ungkap dia.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menjelaskan pengendali data yaitu pihak yang melakukan pemrosesan data. Penjelasan soal pengendali data tercantum dalam Pasal 16 RUU PDP.
Pengendali data adalah setiap orang, badan publik, dan organisasi internasional yang melakukan pemrosesan data. Lembaga negara masuk ke dalam kategori pengendali data saat mengumpulkan, mengolah, dan menyimpan data masyarakat.
"Siapa pun yang menjadi pengendali data, maka dia bisa melanggar, kalau melanggar nanti ada sanksinya," ujar dia.
Adapun soal larangan dan sanksi pengendali sata tercantum dalam sejumlah ketentuan. Untuk larangan pengendali ada di Pasal 65 BAB XIII RUU PDP.
Berikut ini tiga larangan penggunaan data pribadi yang dilakukan perseorangan:
- Setiap orang dilarang secara melawan hukum memperoleh atau mengumpulkan data pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian Subjek Data Pribadi.
- Setiap orang dilarang secara melawan hukum mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya.
- Setiap orang dilarang secara melawan hukum menggunakan data pribadi yang bukan miliknya.
Berikut ini ketentuan pidana pelanggaran pengendalian data pribadi ada di Pasal 67 BAB XIV RUU PDP:
- Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum memperoleh atau mengumpulkan Data Pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian Subjek Data Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
- Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum mengungkapkan Data Pribadi yang bukan miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
- Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menggunakan Data Pribadi yang bukan miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pihak yang melakukan larangan perlindungan data pribadi juga berlaku kepada korporasi. Hal itu diatur dalam Pasal 70 RUU PDP.
"Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 dan Pasal 68 dilakukan oleh korporasi, pidana dapat dijatuhkan kepada pengurus, pemegang kendali, pemberi perintah, pemilik manfaat, dan/atau korporasi," bunyi Pasal 70 Ayat 1 RUU PDP.
Pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanyalah pidana denda. Namun, pidana denda yang dijatuhkan kepada korporasi paling banyak 10 kali dari maksimal pidana denda yang diancamkan.
Selain itu, korporasi yang melakukan larangan penggunaan data pribadi dapat dijatuhi tujuh pidana tambahan. Di antaranya pembayaran ganti kerugian, pencabutan izin, hingga pembubaran korporasi.
Selain itu, Pasal 66 RUU PDP melarang setiap orang membuat data pribadi palsu untuk keuntungan pribadi atau orang lain yang dapat mengakibatkan merugikan orang lain. Sedangkan ketentuan pidana pemalsu data pribadi tercantum dalam Pasal 68 RUU PDP.
"Setiap orang yang melakukan pemalsuan data pribadi demi keuntungannya akan dikenakan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 6 miliar," bunyi Pasal 68 RUU PDP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di