Jakarta: Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti berharap agar Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi Pasal huruf n, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, oleh Perindo. Ray menilai, alasan menguji pasal terlalu remeh.
"Karena dasar pengajuan permohonan ini melihat kelemahan redaksional, bukan sistem negaranya," kata Ray dalam diskusi Cawapres tanpa Batas Periode: Menuju Demokrasi Ecek-ecek! di kawasan Menteng, Jakarta Selatan, Kamis, 2 Agustus 2018.
Ray menekankan, pengajuan uji materi untuk bisa mangatur masa bakti. Sehingga, bila dipersoalkan maka banyak yang bisa diuji.
"Tak semua pikiran dapat dituliskan. Sehebat redaksi sebuah teks UUD dan aturan lain, selalu mengisahkan persoalan yang tak terduga. Sehebatnya pikiran, juga jadi kelemahan saat dituliskan," urainya.
Baca: Pengamat: Dorongan Uji Materi Jabatan Cawapres Sangat Janggal
Dia mengungkap, berdemokrasi diukur dari sejauh apa aturan dibuat untuk persoalan yang akan dihadapi. Menurutnya, yang bisa mengatasi persoalan berdemokrasi adalah etik dan adap berdemokrasi yang tidak diatur dalam undang-undang.
Menurutnya pun, tidak salah bila presiden yang telah terpilih dua kali kemudian bertukar posisi dalam wapres untuk dicalonkan kembali dalam pemilu karena tidak diatur undang-undang.
"Kalau jabatan presiden wapres diperbolehkan berturut-turut tanpa pembatasan. Kalau kita mau pakai cara berpikir begitu maka turunanannya, apakah wapres presiden betukar jabatan masih layak atau tidak," bebernya.
Dia mempertanyakan, keuntungan apa yang didapat bangsa dan negara bila presiden atau wakil presiden boleh berkali-kali mencalonkan diri atau menjabat selama tidak dalam dua masa periode berturut-turut.
"Apa keuntungan bagi publik, mantan napi koruptor masih dibolehkan ikut caleg, apa keuntungan konstutusional manfaatnya apa. Ini penting dipertimbangkan majelis hakim kontitusi," tegasnya.
Jakarta: Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti berharap agar Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi Pasal huruf n, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, oleh Perindo. Ray menilai, alasan menguji pasal terlalu remeh.
"Karena dasar pengajuan permohonan ini melihat kelemahan redaksional, bukan sistem negaranya," kata Ray dalam diskusi Cawapres tanpa Batas Periode: Menuju Demokrasi Ecek-ecek! di kawasan Menteng, Jakarta Selatan, Kamis, 2 Agustus 2018.
Ray menekankan, pengajuan uji materi untuk bisa mangatur masa bakti. Sehingga, bila dipersoalkan maka banyak yang bisa diuji.
"Tak semua pikiran dapat dituliskan. Sehebat redaksi sebuah teks UUD dan aturan lain, selalu mengisahkan persoalan yang tak terduga. Sehebatnya pikiran, juga jadi kelemahan saat dituliskan," urainya.
Baca: Pengamat: Dorongan Uji Materi Jabatan Cawapres Sangat Janggal
Dia mengungkap, berdemokrasi diukur dari sejauh apa aturan dibuat untuk persoalan yang akan dihadapi. Menurutnya, yang bisa mengatasi persoalan berdemokrasi adalah etik dan adap berdemokrasi yang tidak diatur dalam undang-undang.
Menurutnya pun, tidak salah bila presiden yang telah terpilih dua kali kemudian bertukar posisi dalam wapres untuk dicalonkan kembali dalam pemilu karena tidak diatur undang-undang.
"Kalau jabatan presiden wapres diperbolehkan berturut-turut tanpa pembatasan. Kalau kita mau pakai cara berpikir begitu maka turunanannya, apakah wapres presiden betukar jabatan masih layak atau tidak," bebernya.
Dia mempertanyakan, keuntungan apa yang didapat bangsa dan negara bila presiden atau wakil presiden boleh berkali-kali mencalonkan diri atau menjabat selama tidak dalam dua masa periode berturut-turut.
"Apa keuntungan bagi publik, mantan napi koruptor masih dibolehkan ikut caleg, apa keuntungan konstutusional manfaatnya apa. Ini penting dipertimbangkan majelis hakim kontitusi," tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)