Jakarta: Ketentuan dalam Undang-Undang Cipta Kerja tetap membuka ruang bagi sebagian masyarakat untuk terlibat proses perizinan analisis dampak lingkungan (amdal). Namun, mereka yang dilibatkan hanya masyarakat terdampak langsung kegiatan usaha dan dibantu oleh ahli lingkungan.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menjelaskan Pasal 22 Omnibus Law Cipta Kerja hanya merevisi ketentuan dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terkait perizinan usaha. Dalam UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, penilaian amdal perlu melibatkan masyarakat.
"Pasal baru dalam Omnibus Law melangkah lebih jauh, dengan menekankan bahwa bagian dari masyarakat yang terlibat adalah masyarakat yang terkena dampak langsung dari rencana bisnis atau kegiatan proyek," ujar Siti dalam keterangannya, Sabtu, 17 Oktober 2020.
Siti mengatakan rumusan ini berdasarkan temuan adanya kepentingan masyarakat lokal yang terdampak langsung sering dilemahkan kepentingan luar secara tidak langsung. Sementara itu, eksternalitas pada lingkungan memiliki dampak, terutama pada tingkat situs.
"Selain itu, para ahli lingkungan juga akan dapat berperan bersama masyarakat lokal dalam penyusunan amdal. Pedoman tindak lanjutnya akan diatur dengan peraturan pemerintah," kata dia.
Baca: Persetujuan Lingkungan pada Omnibus Law Memangkas Birokrasi
Pada Pasal 21 Omnibus Law, keterwakilan tim peninjau amdal diperluas. Pasal 21 mengatur kajian amdal harus ditinjau oleh tim penilai yang dibentuk pemerintah pusat. Tim tersebut akan terdiri atas pejabat dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta para ahli bersertifikat.
Sebelum adanya omnibus law, peninjauan amdal berada di bawah kewenangan masing-masing menteri, gubernur, atau wali kota/bupati. Sehingga pengawasannya hanya dilakukan di tingkat pemerintah daerah.
Pemerintah pusat juga akan memberlakukan metode ukuran standar untuk mengevaluasi amdal yang menggantikan versi berbeda dari berbagai standar yang kini digunakan pemerintah daerah. "Secara bersama-sama, tim penilai yang diperluas dan evaluasi ukuran standar amdal yang dimasukkan dalam Omnibus Law harus menghasilkan kualitas hasil yang lebih baik," ujar dia.
Jakarta: Ketentuan dalam
Undang-Undang Cipta Kerja tetap membuka ruang bagi sebagian masyarakat untuk terlibat proses perizinan analisis dampak lingkungan (amdal). Namun, mereka yang dilibatkan hanya masyarakat terdampak langsung kegiatan usaha dan dibantu oleh ahli lingkungan.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menjelaskan Pasal 22 Omnibus Law
Cipta Kerja hanya merevisi ketentuan dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terkait perizinan usaha. Dalam UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, penilaian amdal perlu melibatkan masyarakat.
"Pasal baru dalam Omnibus Law melangkah lebih jauh, dengan menekankan bahwa bagian dari masyarakat yang terlibat adalah masyarakat yang terkena dampak langsung dari rencana bisnis atau kegiatan proyek," ujar Siti dalam keterangannya, Sabtu, 17 Oktober 2020.
Siti mengatakan rumusan ini berdasarkan temuan adanya kepentingan masyarakat lokal yang terdampak langsung sering dilemahkan kepentingan luar secara tidak langsung. Sementara itu, eksternalitas pada lingkungan memiliki dampak, terutama pada tingkat situs.
"Selain itu, para ahli lingkungan juga akan dapat berperan bersama masyarakat lokal dalam penyusunan amdal. Pedoman tindak lanjutnya akan diatur dengan peraturan pemerintah," kata dia.
Baca: Persetujuan Lingkungan pada Omnibus Law Memangkas Birokrasi
Pada Pasal 21 Omnibus Law, keterwakilan tim peninjau amdal diperluas. Pasal 21 mengatur kajian amdal harus ditinjau oleh tim penilai yang dibentuk pemerintah pusat. Tim tersebut akan terdiri atas pejabat dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta para ahli bersertifikat.
Sebelum adanya omnibus law, peninjauan amdal berada di bawah kewenangan masing-masing menteri, gubernur, atau wali kota/bupati. Sehingga pengawasannya hanya dilakukan di tingkat pemerintah daerah.
Pemerintah pusat juga akan memberlakukan metode ukuran standar untuk mengevaluasi amdal yang menggantikan versi berbeda dari berbagai standar yang kini digunakan pemerintah daerah. "Secara bersama-sama, tim penilai yang diperluas dan evaluasi ukuran standar amdal yang dimasukkan dalam Omnibus Law harus menghasilkan kualitas hasil yang lebih baik," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)