Jakarta: Anggota Badan Legislasi DPR Hendrawan Supratikno meminta semua pihak objektif menilai UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia menilai UU KPK anyar lebih kuat karena menganut sistem dua tingkat.
Hendrawan mempersilakan seluruh pihak menguji UU itu ke Mahkamah Konstitusi. Sekaligus membandingkannya dengan sistem kerja lembaga antirasuah yang lama dan setelah UU diperbarui.
"Minta pengamat hukum untuk mengkaji kekuatan dan kelemahan sistem dua tingkat (two-tiers system) yang diangkat dalam revisi UU, bandingkan dengan sistem satu tingkat (single tier system) yang ada di UU lama. Sejarah membuktikan, dalam evolusi kelembagaan modern, sistem dua tingkat lebih mampu bertahan dalam berbagai situasi," kata Hendrawan di Jakarta, Senin, 23 September 2019.
Dalam sistem satu tingkat, KPK dipimpin lima komisioner sebagai penanggung jawab tertinggi. Sedangkan di sistem dua tingkat, selain lima komisioner, ditambah lima unsur dewan pengawas dengan posisi jabatan setara dan setingkat.
"Hampir semua lembaga bisnis berdaya saing global menggunakan format korporasi terbuka, semua pakai sistem dua tingkat. Demikian pula organisasi sosial, pelaksanaan dan pengawasan dibuat sebagai proses check-recheck yang berkesinambungan," jelas Hendrawan.
Ia menegaskan KPK berbeda dengan lembaga komersial. KPK adalah lembaga negara yang menjadi bagian dari pemerintah. Sehingga, KPK membutuhkan dewan pengawas.
"Justru sebagai lembaga negara dengan kewenangan besar, sistem itu lebih penting diterapkan. Lembaga swasta yang tidak pakai uang negara dan pejabatnya tidak disumpah saja butuh check and balance, apalagi lembaga negara," pungkas dia.
Jakarta: Anggota Badan Legislasi DPR Hendrawan Supratikno meminta semua pihak objektif menilai UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia menilai UU KPK anyar lebih kuat karena menganut sistem dua tingkat.
Hendrawan mempersilakan seluruh pihak menguji UU itu ke Mahkamah Konstitusi. Sekaligus membandingkannya dengan sistem kerja lembaga antirasuah yang lama dan setelah UU diperbarui.
"Minta pengamat hukum untuk mengkaji kekuatan dan kelemahan sistem dua tingkat (
two-tiers system) yang diangkat dalam revisi UU, bandingkan dengan sistem satu tingkat (
single tier system) yang ada di UU lama. Sejarah membuktikan, dalam evolusi kelembagaan modern, sistem dua tingkat lebih mampu bertahan dalam berbagai situasi," kata Hendrawan di Jakarta, Senin, 23 September 2019.
Dalam sistem satu tingkat, KPK dipimpin lima komisioner sebagai penanggung jawab tertinggi. Sedangkan di sistem dua tingkat, selain lima komisioner, ditambah lima unsur dewan pengawas dengan posisi jabatan setara dan setingkat.
"Hampir semua lembaga bisnis berdaya saing global menggunakan format korporasi terbuka, semua pakai sistem dua tingkat. Demikian pula organisasi sosial, pelaksanaan dan pengawasan dibuat sebagai proses
check-recheck yang berkesinambungan," jelas Hendrawan.
Ia menegaskan KPK berbeda dengan lembaga komersial. KPK adalah lembaga negara yang menjadi bagian dari pemerintah. Sehingga, KPK membutuhkan dewan pengawas.
"Justru sebagai lembaga negara dengan kewenangan besar, sistem itu lebih penting diterapkan. Lembaga swasta yang tidak pakai uang negara dan pejabatnya tidak disumpah saja butuh
check and balance, apalagi lembaga negara," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(DRI)