Mantan Perdana Menteri Malaysia Tun Mahathir bin Mohamad di Rakernas NasDem. Foto: Dok Metro TV.
Mantan Perdana Menteri Malaysia Tun Mahathir bin Mohamad di Rakernas NasDem. Foto: Dok Metro TV.

Pemimpin Harus Berani Melakukan 'Amputasi' untuk Mengakhiri Masalah Menahun

Arga sumantri • 17 Juni 2022 20:05
Jakarta: Pemimpin yang tidak memiliki keberanian mengamputasi dalam menghadapi masalah yang menahun dan mengambil jalan mudah serta populis, akan memperburuk pemerintahan yang dipimpinnya. Konsep ini bukan hal baru dalam kepemimpinan suatu negara.
 
"Semua perencanaan pembangunan itu harus dilaksanakan oleh pemimpin yang baik yang mengedepankan kepentingan rakyat daripada kepentingan diri sendiri," kata eks Perdana Menteri Tun Mahathir Mohamad dalam Kuliah Umumnya pada Rakernas Partai NasDem yang diputar ulang dalam diskusi daring Forum Diskusi Denpasar 12, Jumat, 17 Juni 2022.
 
Menurut Mahathir, setelah dipilih oleh rakyat, pemimpin harus mampu memenuhi apa yang diinginkan rakyatnya. Ia menegaskan untuk menjadi pemimpin nasional harus mampu memahami apa yang dipikirkan rakyat, sehingga menimbulkan empati dalam melaksanakan pembangunan.

"Sebelum terpilih calon pemimpin harus mampu menjadi penyambung lidah rakyat untuk mengatasi sejumlah persoalan yang dihadapi rakyat," ungkap dia.
 
Baca: NasDem Tak Ambil Pusing Soal Rencana Koalisi Demokrat, PKB, dan PKS
 
Mahathir mengungkapkan cara mengatasi berbagai masalah negara yang pernah dihadapinya.  Sebagai seorang dokter, Mahathir menegaskan dirinya selalu melakukan diagnosa dalam proses mengatasi masalah, untuk kemudian menghadirkan solusinya. 
 
Duta Besar RI untuk Singapura Suryopratomo berpendapat untuk menjadi pemimpin suatu negara bukan hal mudah. Tantangannya adalah mengendalikan ego dirinya sendiri. Jadi, tambahnya, pemimpin harus sudah selesai dengan dirinya sendiri. 
 
Pengamat Politik Fachry Ali menilai yang disampaikan Mahathir dalam kuliah umum itu tidak ada yang baru. Kehebatan Mahathir adalah dia tokoh dari Asia Tenggara yang tidak hanya mampu memperbaiki  Malaysia, tetapi juga mempengaruhi pandangan dunia terhadap Malaysia secara keseluruhan.
 
Selain itu, jelas Fachry, Mahathir unggul lewat sejumlah aksi kepemimpinannya. Seperti pada awal kepemimpinannya, Mahathir mengedepankan sikap Look East atau lebih condong ke budaya Timur daripada budaya Barat. 
 
"Mahathir ingin menegaskan bahwa Malaysia merupakan bagian dari budaya Timur dan bukan pembebek dari negara barat," ujar Fachry.
 
Langkah itu, tegas Fachry, merupakan langkah yang strategis dalam proses pembangunan ekonomi, politik dan sosial budaya, bukan semata  berkiblat ke Barat. Hal itu membuat kehadiran Mahathir di Rakernas Partai NasDem sangat penting sebagai alternatif pandangan. 
 
Anggota Komisi I DPR Muhammad Farhan berpendapat sebagai sebuah partai yang mengusung politik kebangsaan, Partai NasDem menginginkan sosok pemimpin yang sangat kuat di negeri ini. Yaitu, kepemimpinan yang mengedepankan kepentingan rakyat.
 
Mahathir, kata Farhan, merupakan pemimpin yang memiliki legitimasi yang tinggi untuk menyatakan dirinya sebagai pemimpin yang mengutamakan kepentingan rakyat. Mahathir juga mengatasi masalah yang dihadapi masyarakat lewat metode dengan mendiagnosa dan segera memberi solusi atas masalah yang dihadapi.
 
Pengamat Pertahanan Connie Rahakundini Bakrie menilai tidak adanya pemimpin nasional yang disegani di kancah global. Sebab, kata dia, tidak ada partai politik yang berani mengusung calon pemimpin yang sudah selesai dengan dirinya. 
 
Jurnalis Senior Saur Hutabarat mengungkapkan ada sejumlah hal yang menarik dari kuliah umum Mahathir. Salah satunya, Mahathir menegaskan pemimpin negara harus memiliki empati yang tinggi terhadap rakyat. Kehadiran mantan Perdana Menteri Malaysia itu pada Rakernas Partai NasDem, ujar Saur, memberi perspektif terhadap kepemimpinan bangsa.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan