Jakarta: Pendekatan yurisdiksi atau jurisdictional approach (JA) dinilai efektif mengatasi krisis iklim dan meningkatkan investasi hijau di Indonesia. Dengan struktur yang terdesentralisasi, pemerintah daerah kunci mendorong pembangunan berkelanjutan.
Pendekatan yurisdiksi merupakan model pendekatan partisipatif, inklusi lintas sektor yang dipimpin kepala daerah di kabupaten atau provinsi untuk mendorong pembangunan hijau. Salah satu daerah yang menerapkan pendekatan yurisdiksi ialah Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah.
Bupati Seruyan, Yulhaidir, mengatakan wilayahnya telah menerapkan pendekatan yurisdiksi untuk mencapai kesejahteraan hijau sejak 2015.
“Kami juga menjalankan pendekatan yurisdiksi untuk menyatukan semua pihak dalam semangat keberlanjutan,” kata Yulhaidir, dalam webinar Indonesia Data and Economic (IDE) 2022 Katadata bertema ‘Investing in Jurisdictional Sustainability Roadmap Toward Green Prosperity’, dilansir Sabtu, 9 April 2022.
Pada 2015, Pemerintah Kabupaten Seruyan menjadi salah satu kabupaten yang memproduksi komoditas kelapa sawit secara berkelanjutan. Lima tahun berselang mempertegas komitmen dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan di daerah, Bupati Seruyan menerbitkan Keputusan Bupati Nomor 188.45/305 Tahun 2020 tentang Pembentukan Kelompok Kerja Sertifikasi Kelapa Sawit Berbasis Yurisdiksi Kabupaten Seruyan.
“Dalam pelaksanaan kerjanya, tiga fokus kerja yang ada dijalankan oleh Sub Kelompok kerja yang sudah mulai aktif sejak awal tahun 2021,” ujar dia.
Kabupaten Seruyan telah menciptakan 5.296 petani swadaya lewat pendekatan yurisdiksi. Angka ini setara dengan 88,3 persen dari total petani swadaya kelapa sawit di wilayah yang memiliki luas 1,64 juta hektare.
Selain itu, ada 626 petani swadaya dengan sertifikasi RSPO dan ISPO. Dari hasil sertifikasi, petani dapat menjual kredit RSPO yang berbentuk sertifikat berkelanjutan senilai Rp2,2 miliar per tahun.
Pemerintah Kabupaten Seruyan juga telah mengeluarkan 1.508 Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) yang dimanfaatkan untuk kepentingan sertifikasi dan pemberdayaan petani melalui program-program pusat, provinsi, maupun kabupaten. Selain itu, merestorasi 35 wilayah dengan tanaman alami diselingi tanaman produktif di tiga desa, serta memfasilitasi 30 konflik usaha perkebunan untuk dapat diselesaikan melalui proses penyelesaian yang tuntas.
“Untuk mendukung peningkatan capaian ini, saya telah menginstruksikan kepada semua organisasi perangkat daerah (OPD) untuk mendukung target yurisdiksi berkelanjutan dan mengintegrasikan beberapa target tersebut ke dalam rencana kerja masing-masing OPD,” jelas Yulhaidir.
Baca: Kolaborasi Kementerian Investasi-Kadin Diharap Dorong Investasi Berkelanjutan
Namun, ada berbagai tantangan yang harus dihadapi Kabupaten Seruyan. Mulai dari kapasitas sumber daya manusia yang masih terbatas, kurangnya dukungan perusahaan besar swasta, hingga tantangan kebijakan yang kebanyakan terjadi karena masih banyak petani yang belum mendapatkan status legal.
“Keberadaan mereka yang beririsan dengan kawasan hutan masih terus kami perjuangkan untuk mengikuti skema-skema penyelesaian hak seperti tanah objek reforma agraria (TORA) dan penyelesaian hak atas tanah dalam kawasan hutan,” kata dia.
Untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut, Yulhaidir menilai pihaknya masih membutuhkan dukungan dan komitmen bersama dari masing-masing pemangku kepentingan. Di saat yang sama, pemerintah daerah membutuhkan dukungan sumber daya manusia, yang tidak dimiliki seluruhnya oleh daerah itu.
“Kami juga mengundang dukungan dan partisipasi pihak-pihak lainnya yang berniat mendukung Kabupaten Seruyan menuju keberlanjutan,” ujar dia.
Sementara itu, Wakil Bupati Siak, Husni Merza menjelaskan menerapkan pendekatan yurisdiksi tidak bisa hanya dilakukan melalui aksi-aksi di lapangan, melainkan harus disertai dengan perubahan sistemik, mulai dari kebijakan hingga kemampuan untuk memonitor pendekatan yurisdiksi yang diterapkan.
Selain itu, pendekatan yurisdiksi harus dilakukan bersama-sama dengan berbagai pihak, mulai dari pemerintah daerah, dunia usaha, komunitas-komunitas pemerhati iklim dan lingkungan, serta masyarakat.
Sebab, kata dia, penerapan pendekatan yurisdiksi saat ini merupakan keniscayaan yang harus dilakukan daerah-daerah di seluruh Indonesia, mengingat kondisi iklim yang kian memprihatinkan.
“Di satu sisi perekonomian masyarakat juga harus kita pikirkan, Di sisi lain, kita juga sudah tidak bisa mengganti kondisi alam yang sudah terjadi. Maka, kita harapkan dari swasta dan NGO juga ke depannya dapat membina petani sawit swadaya agar bisa memberdayakan perekonomiannya tanpa merusak lingkungan,” ujar Husni.
Jakarta: Pendekatan yurisdiksi atau
jurisdictional approach (JA) dinilai efektif mengatasi krisis
iklim dan meningkatkan
investasi hijau di Indonesia. Dengan struktur yang terdesentralisasi,
pemerintah daerah kunci mendorong pembangunan berkelanjutan.
Pendekatan yurisdiksi merupakan model pendekatan partisipatif, inklusi lintas sektor yang dipimpin kepala daerah di kabupaten atau provinsi untuk mendorong pembangunan hijau. Salah satu daerah yang menerapkan pendekatan yurisdiksi ialah Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah.
Bupati Seruyan, Yulhaidir, mengatakan wilayahnya telah menerapkan pendekatan yurisdiksi untuk mencapai kesejahteraan hijau sejak 2015.
“Kami juga menjalankan pendekatan yurisdiksi untuk menyatukan semua pihak dalam semangat keberlanjutan,” kata Yulhaidir, dalam webinar Indonesia Data and Economic (IDE) 2022 Katadata bertema ‘
Investing in Jurisdictional Sustainability Roadmap Toward Green Prosperity’, dilansir Sabtu, 9 April 2022.
Pada 2015, Pemerintah Kabupaten Seruyan menjadi salah satu kabupaten yang memproduksi komoditas kelapa sawit secara berkelanjutan. Lima tahun berselang mempertegas komitmen dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan di daerah, Bupati Seruyan menerbitkan Keputusan Bupati Nomor 188.45/305 Tahun 2020 tentang Pembentukan Kelompok Kerja Sertifikasi Kelapa Sawit Berbasis Yurisdiksi Kabupaten Seruyan.
“Dalam pelaksanaan kerjanya, tiga fokus kerja yang ada dijalankan oleh Sub Kelompok kerja yang sudah mulai aktif sejak awal tahun 2021,” ujar dia.
Kabupaten Seruyan telah menciptakan 5.296 petani swadaya lewat pendekatan yurisdiksi. Angka ini setara dengan 88,3 persen dari total petani swadaya kelapa sawit di wilayah yang memiliki luas 1,64 juta hektare.
Selain itu, ada 626 petani swadaya dengan sertifikasi RSPO dan ISPO. Dari hasil sertifikasi, petani dapat menjual kredit RSPO yang berbentuk sertifikat berkelanjutan senilai Rp2,2 miliar per tahun.
Pemerintah Kabupaten Seruyan juga telah mengeluarkan 1.508 Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) yang dimanfaatkan untuk kepentingan sertifikasi dan pemberdayaan petani melalui program-program pusat, provinsi, maupun kabupaten. Selain itu, merestorasi 35 wilayah dengan tanaman alami diselingi tanaman produktif di tiga desa, serta memfasilitasi 30 konflik usaha perkebunan untuk dapat diselesaikan melalui proses penyelesaian yang tuntas.
“Untuk mendukung peningkatan capaian ini, saya telah menginstruksikan kepada semua organisasi perangkat daerah (OPD) untuk mendukung target yurisdiksi berkelanjutan dan mengintegrasikan beberapa target tersebut ke dalam rencana kerja masing-masing OPD,” jelas Yulhaidir.
Baca:
Kolaborasi Kementerian Investasi-Kadin Diharap Dorong Investasi Berkelanjutan
Namun, ada berbagai tantangan yang harus dihadapi Kabupaten Seruyan. Mulai dari kapasitas sumber daya manusia yang masih terbatas, kurangnya dukungan perusahaan besar swasta, hingga tantangan kebijakan yang kebanyakan terjadi karena masih banyak petani yang belum mendapatkan status legal.
“Keberadaan mereka yang beririsan dengan kawasan hutan masih terus kami perjuangkan untuk mengikuti skema-skema penyelesaian hak seperti tanah objek reforma agraria (TORA) dan penyelesaian hak atas tanah dalam kawasan hutan,” kata dia.
Untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut, Yulhaidir menilai pihaknya masih membutuhkan dukungan dan komitmen bersama dari masing-masing pemangku kepentingan. Di saat yang sama, pemerintah daerah membutuhkan dukungan sumber daya manusia, yang tidak dimiliki seluruhnya oleh daerah itu.
“Kami juga mengundang dukungan dan partisipasi pihak-pihak lainnya yang berniat mendukung Kabupaten Seruyan menuju keberlanjutan,” ujar dia.
Sementara itu, Wakil Bupati Siak, Husni Merza menjelaskan menerapkan pendekatan yurisdiksi tidak bisa hanya dilakukan melalui aksi-aksi di lapangan, melainkan harus disertai dengan perubahan sistemik, mulai dari kebijakan hingga kemampuan untuk memonitor pendekatan yurisdiksi yang diterapkan.
Selain itu, pendekatan yurisdiksi harus dilakukan bersama-sama dengan berbagai pihak, mulai dari pemerintah daerah, dunia usaha, komunitas-komunitas pemerhati iklim dan lingkungan, serta masyarakat.
Sebab, kata dia, penerapan pendekatan yurisdiksi saat ini merupakan keniscayaan yang harus dilakukan daerah-daerah di seluruh Indonesia, mengingat kondisi iklim yang kian memprihatinkan.
“Di satu sisi perekonomian masyarakat juga harus kita pikirkan, Di sisi lain, kita juga sudah tidak bisa mengganti kondisi alam yang sudah terjadi. Maka, kita harapkan dari swasta dan NGO juga ke depannya dapat membina petani sawit swadaya agar bisa memberdayakan perekonomiannya tanpa merusak lingkungan,” ujar Husni.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)