Jakarta: Jumlah pemilih dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU) cukup besar di Pemilu 2024, yakni 20 persen, berdasarkan hasil survei Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) pada Desember 2022. Namun, warga NU dinilai tidak dapat dimobilisasi untuk mendukung calon tertentu.
"(Mereka) tidak bisa dimoblisasi gitu saja dari atas ke bawah, top down. Tidak bisa dengan mudah dimobilisasi dengan mengatakan ini tokoh NU," kata pendiri SMRC, Saiful Mujani, dalam acara bedah politik Calon Presiden Pilihan Warga NU yang ditayangkan kanal YouTube SMRC TV, Kamis, 22 Februari 2023.
Saiful menyampaikan hal tersebut tercermin dari penyelenggaraan pilpres yang dilakukan secara langsung pada 2004. Menurut dia, tidak banyak tokoh NU yang menjadi calon kuat dalam setiap gelaran pilpres.
Pada Pilpres 2004, misalnya, menempatkan tokoh NU Hamzah Haz sebagai capres dengan Agum Gumelar sebagai wakilnya. Sementara itu, tokoh NU lainnya, yakni Salahuddin Wahid dan Hasyim Muzadi, bertanding sebagai cawapres.
Ketiganya terbilang tidak memperoleh suara yang signifikan. Padahal, Hasyim saat itu menjabat sebagai Ketua Umum PBNU mendampingi Megawati Soekarnoputri, capres pertahana.
Pada gelaran Pilpres 2009, tokoh NU asal Sulawesi Selatan, Jusuf Kalla, juga tidak mendapat suara banyak saat maju bersama Wiranto. "Artinya, pemilih NU belum tentu memilih tokoh yang berasal dari NU itu sendiri," ujar dia.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Jakarta: Jumlah pemilih dari kalangan
Nahdlatul Ulama (NU) cukup besar di
Pemilu 2024, yakni 20 persen, berdasarkan hasil survei Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) pada Desember 2022. Namun, warga NU dinilai tidak dapat dimobilisasi untuk mendukung calon tertentu.
"(Mereka) tidak bisa dimoblisasi gitu saja dari atas ke bawah, top down. Tidak bisa dengan mudah dimobilisasi dengan mengatakan ini tokoh NU," kata pendiri SMRC, Saiful Mujani, dalam acara bedah politik Calon Presiden Pilihan Warga NU yang ditayangkan kanal YouTube SMRC TV, Kamis, 22 Februari 2023.
Saiful menyampaikan hal tersebut tercermin dari penyelenggaraan pilpres yang dilakukan secara langsung pada 2004. Menurut dia, tidak banyak tokoh NU yang menjadi calon kuat dalam setiap gelaran pilpres.
Pada
Pilpres 2004, misalnya, menempatkan tokoh NU Hamzah Haz sebagai capres dengan Agum Gumelar sebagai wakilnya. Sementara itu, tokoh NU lainnya, yakni Salahuddin Wahid dan Hasyim Muzadi, bertanding sebagai cawapres.
Ketiganya terbilang tidak memperoleh suara yang signifikan. Padahal, Hasyim saat itu menjabat sebagai Ketua Umum PBNU mendampingi Megawati Soekarnoputri, capres pertahana.
Pada gelaran Pilpres 2009, tokoh NU asal Sulawesi Selatan, Jusuf Kalla, juga tidak mendapat suara banyak saat maju bersama Wiranto. "Artinya, pemilih NU belum tentu memilih tokoh yang berasal dari NU itu sendiri," ujar dia.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)