Agus Gumiwang Kartasasmita. (MI-Susanto)
Agus Gumiwang Kartasasmita. (MI-Susanto)

Tolak Angket Kasus Ahok, Ini Penjelasan Golkar

Anindya Legia Putri • 13 Februari 2017 20:19
medcom.id, Jakarta: Partai Golkar menilai keputusan pengaktifan kembali Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai Gubernur DKI Jakarta memiliki landasan hukum. Partai Golkar berharap usulan hak angket yang diusulkan sejumlah fraksi di DPR diganti dengan pembahasan khusus di Komisi II.
 
"Kan kata kuncinya adalah tuntutan minimal lima tahun. Itu yang ada di UU (23/2014) tentang Pemda," kata Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPR Agus Gumiwang Kartasasmita di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 13 Februari 2017.
 
Menurut Agus, pasal 83 UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda) tersebut tidak dapat dikenakan kepada Ahok. Lantaran penonaktifan kepala daerah harus ancaman hukumannya minimal lima tahun.

"Jadi saya kira berkaitan dengan itu, maka apa yang dilakukan Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri) untuk mengaktifkan kembali saudara Ahok ada landasan hukumnya," ujar dia.
 
Agus mengaku pihaknya tidak bisa merespons hak angket yang disebut Ahok Gate tersebut. Agus berharap multitafsir pasal tersebut dapat dibahas di Komisi II dengan mengundang para ahli.
 
"Jadi tidak perlu diperlebar kepada angket dan sebagainya. Kemendagri menjadi ujung tombak dari pihak pemerintah untuk bicara, menjelaskan kepada publik melalui komisi II," ujar dia.
 
Empat fraksi di DPR resmi menyerahkan usulan hak Angket 'Ahok Gate' ke pimpinan DPR. Empat fraksi itu adalah PKS, Demokrat, Gerindra, dan PAN. Mereka mempertanyakan pengaktifan kembali Ahok sebagai Gubernur DKI.
 
Mendagri Tjahjo Kumolo mengaktifkan kembali Ahok usai empat bulan cuti kampanye. Pengaktifan Ahok menjadi polemik lantaran saat ini dia menyandang status terdakwa kasus dugaan penodaan agama.
 
Kemendagri menilai Ahok tidak perlu diberhentikan. Alasannya, Ahok dituntut dua pasal, yakni Pasal 156 dan Pasal 156a KUHP. Kemendagri memakai penuntutan empat tahun atau Pasal 156, sehingga Ahok tak perlu diberhentikan. Kedua, Ahok akan diberhentikan saat Jaksa Penuntut Umum sudah membacakan surat tuntutan.
 
Pasal 156 KUHP:
 

Barangsiapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa hagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat, asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
 


Pasal 156a KUHP:
 

Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun, barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan, a. Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia, b. Dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.


 
Pasal 83 UU Pemerintahan Daerah:
 

Ayat (1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
 
Ayat (2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang menjadi terdakwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberhentikan sementara berdasarkan register perkara di pengadilan.


 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DHI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan