medcom.id, Jakarta: Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menganggap Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) tak serius soal negara khilafah yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Keputusan pemerintah membubarkan HTI dinilai berlebihan.
"HTI ini cuma mengkhayal saja dengan pikirannya. Tidak ada yang mengkhawatirkan. Sama dengan orang punya pikiran bahwa suatu hari ada pandangan yang mengatakan bahwa Indonesia menjadi negara komunis, menurut saya sih mengkhayal," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 8 Mei 2017.
Menurut Fahri, HTI menganggap persoalan dunia hanya bisa diselesaikan dengan pembentukan negara khilafah. Fahri memahami pemikiran itu, namun tak serta merta membenarkan.
"HTI menganggap kekhilafahan itu dibentuk seperti dulu, baru masalah di dunia ini selesai. Ya itu sebagai thesis, bisa saja. Silakan saja berpikir seperti itu. Tapi dunia ini kan, berjalan dengan realitasnya," terang Fahri.
Fahri menjelaskan, masih banyak cara lain mengubah keadaan dunia menjadi lebih baik. Indonesia tak mesti menunggu pembentukan negara khilafah untuk menyelesaikan persoalan.
Pada posisi ini, menurut Fahri, sebagai pemerintah negara mayoritas muslim, pemikiran semacam itu harus pula dilawan dengan tesis. Langkah yang diambil pemerintah, tegas Fahri, justru menunjukkan kelemahan soal pemahaman dasar negara.
"Pemerintah kan ini kelimpungan karena pemerintahnya sendiri tidak terlalu paham Pancasila kan? Akhirnya kelimpungan menghadapi lembaga kayak HTI saja kaya berlebihan gitu loh," beber politikus PKS itu.
Fahri khawatir pembubaran HTI memunculkan polemik yang tak perlu. Padahal, menghadapi HTI cukup dengan pertarungan gagasan, konsep, dan ide soal tata kelola.
"Itu sebenarnya perbedaan berpikir saja. Biarkan saja (HTI) itu berbeda berpikir. Di Indonesia ini, tidak boleh melarang orang mengkhayal," ucap Fahri.
Di Indonesia, tegas Fahri, yang tidak diperbolehkan hanya melanggar hukum, melakukan kekerasan, dan pemaksaan. HTI yang diyakini hanya berkhayal tak perlu mendapat respons sekeras itu.
"Tapi kalau orang mau mengkhayal, ya Indonesia harus menjadi tempat orang mengkhayal," ucap Fahri.
medcom.id, Jakarta: Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menganggap Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) tak serius soal negara khilafah yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Keputusan pemerintah membubarkan HTI dinilai berlebihan.
"HTI ini cuma mengkhayal saja dengan pikirannya. Tidak ada yang mengkhawatirkan. Sama dengan orang punya pikiran bahwa suatu hari ada pandangan yang mengatakan bahwa Indonesia menjadi negara komunis, menurut saya sih mengkhayal," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 8 Mei 2017.
Menurut Fahri, HTI menganggap persoalan dunia hanya bisa diselesaikan dengan pembentukan negara khilafah. Fahri memahami pemikiran itu, namun tak serta merta membenarkan.
"HTI menganggap kekhilafahan itu dibentuk seperti dulu, baru masalah di dunia ini selesai. Ya itu sebagai thesis, bisa saja. Silakan saja berpikir seperti itu. Tapi dunia ini kan, berjalan dengan realitasnya," terang Fahri.
Fahri menjelaskan, masih banyak cara lain mengubah keadaan dunia menjadi lebih baik. Indonesia tak mesti menunggu pembentukan negara khilafah untuk menyelesaikan persoalan.
Pada posisi ini, menurut Fahri, sebagai pemerintah negara mayoritas muslim, pemikiran semacam itu harus pula dilawan dengan tesis. Langkah yang diambil pemerintah, tegas Fahri, justru menunjukkan kelemahan soal pemahaman dasar negara.
"Pemerintah kan ini kelimpungan karena pemerintahnya sendiri tidak terlalu paham Pancasila kan? Akhirnya kelimpungan menghadapi lembaga kayak HTI saja kaya berlebihan gitu loh," beber politikus PKS itu.
Fahri khawatir pembubaran HTI memunculkan polemik yang tak perlu. Padahal, menghadapi HTI cukup dengan pertarungan gagasan, konsep, dan ide soal tata kelola.
"Itu sebenarnya perbedaan berpikir saja. Biarkan saja (HTI) itu berbeda berpikir. Di Indonesia ini, tidak boleh melarang orang mengkhayal," ucap Fahri.
Di Indonesia, tegas Fahri, yang tidak diperbolehkan hanya melanggar hukum, melakukan kekerasan, dan pemaksaan. HTI yang diyakini hanya berkhayal tak perlu mendapat respons sekeras itu.
"Tapi kalau orang mau mengkhayal, ya Indonesia harus menjadi tempat orang mengkhayal," ucap Fahri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)