medcom.id, Jakarta: Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPR dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilanjutkan pada Selasa 12 September 2017 pagi. KPK diberikan waktu untuk menyiapkan jawaban atas berbagai pertanyaan yang dilontarkan anggota dewan tersebut.
"Rapat kita skorsing hingga (Selasa) besok pukul 10.00 WIB," kata Pimpinan Rapat Benny K Harman seperti dilansir Antara, Senin 11 September 2017.
Dalam RDP tersebut sejumlah anggota atau perwakilan Komisi III melontarkan pertanyaan kepada KPK antara lain mengenai mekanisme pengelolaan dan pendataan barang rampasan/sitaan. KPK menjelaskan bahwa mekanisme pengelolaan barang rampasan dan sitaan melalui tiga hal yakni lelang, hibah dan penetapan status penggunaan.
Sedangkan terkait pencatatan, kata KPK, dilakukan dengan cermat di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan). Untuk barang sitaan berupa kendaraan yang masih belum lunas, atau kredit, KPK biasanya mempersilakan pihak tersangka menguasai kendaraan tersebut agar tidak membebani KPK, dengan catatan surat-surat kendaraan dipegang oleh KPK agar kendaraan tidak berpindah kepemilikan.
Selain itu para anggota Komisi III juga mempertanyakan hubungan penyelidik dengan penyidik, hingga kewenangan KPK menyita telepon genggam seorang yang tertangkap tangan diduga melakukan korupsi. Hal ini belum sempat dijelaskan KPK hingga RDP di-skorsing.
Namun dalam wawancara seusai RDP, Komisioner KPK Laode M. Syarif menjelaskan kepada wartawan terkait penyitaan telepon genggam. Menurut dia, dalam pasal 1 Poin 19 KUHAP, dijelaskan bahwa dalam rangka seseorang tertangkap tangan melakukan tindak pidana korupsi, maka penyelidik atau penyidik dapat menyita alat-alat yang dianggap sebagai bagian melakukan kejahatan.
"Dan HP itu bisa diminta. Tapi apakah bisa disita, kalau disita harus dibikinkan sprindik, sebagai dasar untuk melakukan penyitaan," jelas Laode.
Dia mencontohkan dalam kasus OTT kasus Bupati Pamekasan, penyidik meminta telepon genggam pelaku dan diserahkan dengan sukarela. Kemudian telepon genggam dikembalikan ke pemiliknya hingga dibuatkan sprindik dan akhirnya dilakukan penyitaan sebagai barang bukti.
medcom.id, Jakarta: Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPR dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilanjutkan pada Selasa 12 September 2017 pagi. KPK diberikan waktu untuk menyiapkan jawaban atas berbagai pertanyaan yang dilontarkan anggota dewan tersebut.
"Rapat kita skorsing hingga (Selasa) besok pukul 10.00 WIB," kata Pimpinan Rapat Benny K Harman seperti dilansir
Antara, Senin 11 September 2017.
Dalam RDP tersebut sejumlah anggota atau perwakilan Komisi III melontarkan pertanyaan kepada KPK antara lain mengenai mekanisme pengelolaan dan pendataan barang rampasan/sitaan. KPK menjelaskan bahwa mekanisme pengelolaan barang rampasan dan sitaan melalui tiga hal yakni lelang, hibah dan penetapan status penggunaan.
Sedangkan terkait pencatatan, kata KPK, dilakukan dengan cermat di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan). Untuk barang sitaan berupa kendaraan yang masih belum lunas, atau kredit, KPK biasanya mempersilakan pihak tersangka menguasai kendaraan tersebut agar tidak membebani KPK, dengan catatan surat-surat kendaraan dipegang oleh KPK agar kendaraan tidak berpindah kepemilikan.
Selain itu para anggota Komisi III juga mempertanyakan hubungan penyelidik dengan penyidik, hingga kewenangan KPK menyita telepon genggam seorang yang tertangkap tangan diduga melakukan korupsi. Hal ini belum sempat dijelaskan KPK hingga RDP di-skorsing.
Namun dalam wawancara seusai RDP, Komisioner KPK Laode M. Syarif menjelaskan kepada wartawan terkait penyitaan telepon genggam. Menurut dia, dalam pasal 1 Poin 19 KUHAP, dijelaskan bahwa dalam rangka seseorang tertangkap tangan melakukan tindak pidana korupsi, maka penyelidik atau penyidik dapat menyita alat-alat yang dianggap sebagai bagian melakukan kejahatan.
"Dan HP itu bisa diminta. Tapi apakah bisa disita, kalau disita harus dibikinkan sprindik, sebagai dasar untuk melakukan penyitaan," jelas Laode.
Dia mencontohkan dalam kasus OTT kasus Bupati Pamekasan, penyidik meminta telepon genggam pelaku dan diserahkan dengan sukarela. Kemudian telepon genggam dikembalikan ke pemiliknya hingga dibuatkan sprindik dan akhirnya dilakukan penyitaan sebagai barang bukti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DHI)