Jakarta: Peneliti Senior CSIS J Kristiadi menilai Partai Golkar seharusnya introspeksi ketimbang meributkan pengganti Setya Novanto yang saat ini telah ditahan oleh KPK atas dugaan kasus korupsi KTP-el.
Golkar dinilai tengah mengalami malapetaka besar setelah Setya Novanto, Ketua Umum yang juga merangkap jabatan sebagai Ketua DPR diduga tersangkut kasus korupsi hingga triliunan rupiah.
"Yang diomongkan cuma Plt, Munas, kenapa tidak refleksi? Kok Golkar bisa menjadi seperti ini? Apa sebabnya?," kata Kristiadi, dalam Primetime News, Senin 20 November 2017.
Kristiadi mengatakan tantangan Golkar sebenarnya saat ini adalah bagaimana menemukan kembali roh partai sebagaimana dulu cita-cita Golkar didirikan. Bukan lagi meributkan apakah Idrus Marham bisa ditunjuk sebagai Plt atau menyelenggarakan munas.
Menurut Kristiadi, Golkar harus ingat bahwa ada tiga cita-cita penting yang perlu dikembalikan seperti saat Golkar didirikan. Pertama, bagaimana Golkar menjadi tonggak organisasi yang andal untuk menjaga dan merawat nilai-nilai dasar Pancasila.
Kemudian wawasan luas dihadapkan dengan negara yang sangat beragam dan menjadi ujung tombak mewujudkan bhinneka tungggal Ika serta menciptakan kader-kader yang andal tidak hanya untuk merebut kekuasaan tapi juga untuk merebut cita-cita negara.
"Semua itu tidak dibicarakan. Yang dibicarakan cuma masalah teknis; Plt, Munas, itu kan urusannya prosedur. Menunjuk Plt atau munas memang skenario cepat tapi isu yang dikembangkan ke publik itu tidak menunjukkan bahwa Golkar mengetahui penyebab utama partai selalu ada konflik," katanya.
Kristiadi menambahkan persoalan mengangkat Idrus Marham sebagai Plt memang penting, tapi hal itu harus dilakukan sebagai akibat dari pemikiran besar bagaimana mengembalikan muruah dan martabat Golkar.
Golkar sendiri, kata Kristiadi, memegang 40 persen suara pemilih seluruh Indonesia. Momen ini harusnya digunakan untuk menarik simpati lebih banyak pemilih lagi bukan dengan mengecewakan mereka yang sudah memilih Golkar.
"Betul-betul yang terjadi sekarang ini menghina pemilih. Bagaimana bisa Golkar memunculkan ketua umum yang terlibat skandal korupsi besar. Ini sangat menakutkan," jelasnya.
Jakarta: Peneliti Senior CSIS J Kristiadi menilai Partai Golkar seharusnya introspeksi ketimbang meributkan pengganti Setya Novanto yang saat ini telah ditahan oleh KPK atas dugaan kasus korupsi KTP-el.
Golkar dinilai tengah mengalami malapetaka besar setelah Setya Novanto, Ketua Umum yang juga merangkap jabatan sebagai Ketua DPR diduga tersangkut kasus korupsi hingga triliunan rupiah.
"Yang diomongkan cuma Plt, Munas, kenapa tidak refleksi?
Kok Golkar bisa menjadi seperti ini? Apa sebabnya?," kata Kristiadi, dalam
Primetime News, Senin 20 November 2017.
Kristiadi mengatakan tantangan Golkar sebenarnya saat ini adalah bagaimana menemukan kembali roh partai sebagaimana dulu cita-cita Golkar didirikan. Bukan lagi meributkan apakah Idrus Marham bisa ditunjuk sebagai Plt atau menyelenggarakan munas.
Menurut Kristiadi, Golkar harus ingat bahwa ada tiga cita-cita penting yang perlu dikembalikan seperti saat Golkar didirikan. Pertama, bagaimana Golkar menjadi tonggak organisasi yang andal untuk menjaga dan merawat nilai-nilai dasar Pancasila.
Kemudian wawasan luas dihadapkan dengan negara yang sangat beragam dan menjadi ujung tombak mewujudkan bhinneka tungggal Ika serta menciptakan kader-kader yang andal tidak hanya untuk merebut kekuasaan tapi juga untuk merebut cita-cita negara.
"Semua itu tidak dibicarakan. Yang dibicarakan cuma masalah teknis; Plt, Munas, itu kan urusannya prosedur. Menunjuk Plt atau munas memang skenario cepat tapi isu yang dikembangkan ke publik itu tidak menunjukkan bahwa Golkar mengetahui penyebab utama partai selalu ada konflik," katanya.
Kristiadi menambahkan persoalan mengangkat Idrus Marham sebagai Plt memang penting, tapi hal itu harus dilakukan sebagai akibat dari pemikiran besar bagaimana mengembalikan muruah dan martabat Golkar.
Golkar sendiri, kata Kristiadi, memegang 40 persen suara pemilih seluruh Indonesia. Momen ini harusnya digunakan untuk menarik simpati lebih banyak pemilih lagi bukan dengan mengecewakan mereka yang sudah memilih Golkar.
"Betul-betul yang terjadi sekarang ini menghina pemilih. Bagaimana bisa Golkar memunculkan ketua umum yang terlibat skandal korupsi besar. Ini sangat menakutkan," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)