medcom.id, Jakarta: Rencana revisi UU MPR DPR DPRD dan DPD (MD3) di DPR mengundang polemik. Padahal rencana ini telah menjadi kesepakatan antara dua kubu yang berkonflik, Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH).
Dua fraksi, yakni Fraksi Partai NasDem dan Hanura menolak rencana tersebut. Alasannya, revisi terkesan hanya untuk bagi-bagi kursi pimpinan alat kelengkapan dewan (AKD).
Berbeda dengan NasDem dan Hanura, PKS justru tak masalah jika UU MD3 direvisi. Politikus senior PKS Al Muzzammil Yusuf berpendapat revisi dilakukan untuk mengakomodasi anggota KIH agar mendapatkan kursi pimpinan AKD dan kemudian kisruh tuntas.
"Dari situlah berkompromi. Kalau pasal itu bisa cepat, cuma satu pasal. Sebelum 5 Desember (waktu reses DPR) bisa selesai," kata Muzammil di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (12/11/2014).
Dalam keadaan darurat, terang Muzammil, revisi UU MD3 bisa saja tak melalui prolegnas.
"Ini masa darurat, sehingga kita sikapi. Kalau kita ajukan pemerintah setuju, sebenarnya, bisa. Idealnya masuk prolegnas, karena awal masa DPR ini diawali dengan prolegnas. Tapi tidak ada larangan nyata, prolegnas itu tdk bisa. Karena yang pokok, konstitusi dibuat atas persetujuan DPR dan pemerintah dalam membuat UU, tinggal prosedur. Cuma satu pasal, bisa lah," terangnya.
medcom.id, Jakarta: Rencana revisi UU MPR DPR DPRD dan DPD (MD3) di DPR mengundang polemik. Padahal rencana ini telah menjadi kesepakatan antara dua kubu yang berkonflik, Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH).
Dua fraksi, yakni Fraksi Partai NasDem dan Hanura menolak rencana tersebut. Alasannya, revisi terkesan hanya untuk bagi-bagi kursi pimpinan alat kelengkapan dewan (AKD).
Berbeda dengan NasDem dan Hanura, PKS justru tak masalah jika UU MD3 direvisi. Politikus senior PKS Al Muzzammil Yusuf berpendapat revisi dilakukan untuk mengakomodasi anggota KIH agar mendapatkan kursi pimpinan AKD dan kemudian kisruh tuntas.
"Dari situlah berkompromi. Kalau pasal itu bisa cepat, cuma satu pasal. Sebelum 5 Desember (waktu reses DPR) bisa selesai," kata Muzammil di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (12/11/2014).
Dalam keadaan darurat, terang Muzammil, revisi UU MD3 bisa saja tak melalui prolegnas.
"Ini masa darurat, sehingga kita sikapi. Kalau kita ajukan pemerintah setuju, sebenarnya, bisa. Idealnya masuk prolegnas, karena awal masa DPR ini diawali dengan prolegnas. Tapi tidak ada larangan nyata, prolegnas itu tdk bisa. Karena yang pokok, konstitusi dibuat atas persetujuan DPR dan pemerintah dalam membuat UU, tinggal prosedur. Cuma satu pasal, bisa lah," terangnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(KRI)