Komisioner Komnas HAM Muhammad Nurkhoiron. Foto: MTVN/Intan Fauzi.
Komisioner Komnas HAM Muhammad Nurkhoiron. Foto: MTVN/Intan Fauzi.

Pemerintah Dianggap Gagal Memulihkan Korban Lumpur Lapindo

Intan fauzi • 29 Mei 2017 12:50
medcom.id, Jakarta: Komnas HAM menilai, negara dan perusahaan belum mampu menyelesaikan dan memulihkan korban bencana lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. Komnas HAM mengaudit tanggung jawab negara dan perusahaan dalam memulihkan korban lumpur yang terjadi sejak 2006. 
 
Komnas HAM mencatat adanya enam kekeliruan yang potensial terjadi pelanggaran HAM. Pertama, pemerintah tak memiliki instrumen hukum yang solid dalam menegakkan hukum terhadap usaha yang membawa dampak pelanggaran HAM melalui bencana yang disebabkan dari korporasi.
 
"Meskipun demikian, pemerintah juga tidak mampu menggunakan instrumen-instrumen kebijakan yang ada dalam upaya penegakan HAM dan pemulihan korban-korban pelanggaran HAM," kata Komisioner Komnas HAM Muhammad Nurkhoiron di Kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhari, Jakarta Pusat, Senin 29 Mei 2017.

Kedua, dalam perspektif HAM, hak untuk mendapatkan standar kehidupan yang memadai tidak bisa ditangguhkan karena bencana. Meski memiliki keterbatasan, pemerintah memiliki kewajiban untuk melindungi dan menjamin warga yang terdampak.
 
"Selama 11 tahun upaya penanggulangan lumpur dan penyelesaian bagi warga terdampak, negara tidak melakukan upaya tegas dan efektif bagi pemulihan korban berdasarkan prinsip dan norma HAM," terang Nurkhoiron.
 
Ketiga, Komnas HAM menganggap pemerintah tidak melakukan langkah-langkah khusus untuk bantuan kemanusiaan. Padahal, berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Pasal 7 ayat 1 huruf a, pemerintah berwenang menetapkan status dan tingkatan bencana nasional dan daerah.
 
"Negara mengabaikan kewajiban untuk menentukan status kebencanaan. Padahal pengumuman status kebencanaan akan diteruskan untuk menjalankan kewenangan Pasal 7 ayat 1 huruf d, dengan menentukan kebijakan kerja sama dalam penanggulangan bencana bersama negara lain, badan-badan lain, atau pihak internasional lainnya," jelas dia.
 
Baca: Warga Peringati 11 Tahun Lumpur Lapindo
 
Keempat, akibat tak adanya penetapan status bencana membuat pemulihan hak-hak korban tidak jelas. Komnas HAM menilai, karena negara tidak mengakui bencana, baik disengaja maupun tidak, telah menimbulkan proses pelanggaran HAM.
 
Kelima, pemenuhan hak asasi korban lumpur Lapindo diselesaikan melalui mekanisme jual beli lahan dan bangunan milik korban dengan pemerintah dan PT Lapindo Brantas. Mekanisme ganti rugi dengan berbasis jual beli membuat penyelesaian hak-hak korban bertumpu pada asset based. "Akibatnya, korban yang tidak memiliki aset mengalami diskriminasi dalam proses penyelesaian," ujar Nurkhoiron.
 
Baca: Pengusaha di Sidoarjo Pertanyakan Ganti Rugi Korban Lumpur Lapindo
 
Yang terakhir, Nurkhoiron mengatakan, hingga kini pemerintah gagal menghentikan semburan lumpur. Pemerintah juga belum memperbarui data bawah permukaan semburan lumpur yang bisa menjadi dasar tindakan-tindakan berikutnya.
 
"Sebaliknya pemerintah malah lebih fokus menyelesaikan persoalan yang berada di atas permukaan. Padahal update data bawah permukaan bisa memperkirakan volume lumpur yang terus menyembur ke atas, seberapa luas, dan berapa tahun selesai. Harusnya ada kajian itu," tegas Nurkhoiron.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan