Jakarta: Rancangan Undang-Undang (RUU) penghapusan kekerasan seksual masih terus dibahas parlemen. Dikhawatirkan, pembahasan RUU ini kian dikesampingkan lantaran hingar bingar tahun politik.
Anggota Komisi VIII Rahayu Saraswati menilai agenda politik pada 2018-2019 tak menjadi penghalang pembahasan RUU ini dengan pemerintah.
"RUU ini harus segera ditetapkan, kondisinya sudah darurat, dan penanganan tindak pidana kekerasan seksual saat ini sangat membutuhkan aturan ini dari segi perlindungan korban," kata Rahayu di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 23 Juli 2018.
Menurut anggota Fraksi Partai Gerindra itu, pembahasan RUU ini masih alot antarfraksi. Utamanya soal definisi kekerasan seksual.
Komisi VIII telah memfasilitasi diskusi pembahasan hingga ke Daftar Inventaris Masalah (DIM) dengan melibatkan para perumus RUU dan aktivis perlindungan korban kekerasan seksual.
"Kita perjuangkan semua klausul, prioritas utama adalah perlindungan korban dari segala segi hukum acara, bahkan dari saat pelaporan. Dan tentunya perjuangan untuk pemulihan korban dan keluarga korban," tambahnya.
Rahayu optimistis semua fraksi memiliki komitmen yang sama dalam perlindungan terhadap korban kekerasan seksual.
"Saya juga berharap dukungan masyarakat agar terus mengingatkan dan mendorong DPR agar dapat segera mengesahkan RUU ini," harapnya.
Berdasarkan data Komnas Perempuan, terdapat 259.150 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani sepanjang 2016.
Sementara berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada 2011-2016 menunjukkan angka kekerasan terhadap anak untuk kasus pornografi dan cyber crime sebanyak 1.593 kasus. Sementara untuk trafficking dan eksploitasi berjumlah 1.254 kasus.
Jakarta: Rancangan Undang-Undang (RUU) penghapusan kekerasan seksual masih terus dibahas parlemen. Dikhawatirkan, pembahasan RUU ini kian dikesampingkan lantaran hingar bingar tahun politik.
Anggota Komisi VIII Rahayu Saraswati menilai agenda politik pada 2018-2019 tak menjadi penghalang pembahasan RUU ini dengan pemerintah.
"RUU ini harus segera ditetapkan, kondisinya sudah darurat, dan penanganan tindak pidana kekerasan seksual saat ini sangat membutuhkan aturan ini dari segi perlindungan korban," kata Rahayu di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 23 Juli 2018.
Menurut anggota Fraksi Partai Gerindra itu, pembahasan RUU ini masih alot antarfraksi. Utamanya soal definisi kekerasan seksual.
Komisi VIII telah memfasilitasi diskusi pembahasan hingga ke Daftar Inventaris Masalah (DIM) dengan melibatkan para perumus RUU dan aktivis perlindungan korban kekerasan seksual.
"Kita perjuangkan semua klausul, prioritas utama adalah perlindungan korban dari segala segi hukum acara, bahkan dari saat pelaporan. Dan tentunya perjuangan untuk pemulihan korban dan keluarga korban," tambahnya.
Rahayu optimistis semua fraksi memiliki komitmen yang sama dalam perlindungan terhadap korban kekerasan seksual.
"Saya juga berharap dukungan masyarakat agar terus mengingatkan dan mendorong DPR agar dapat segera mengesahkan RUU ini," harapnya.
Berdasarkan data Komnas Perempuan, terdapat 259.150 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani sepanjang 2016.
Sementara berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada 2011-2016 menunjukkan angka kekerasan terhadap anak untuk kasus pornografi dan
cyber crime sebanyak 1.593 kasus. Sementara untuk
trafficking dan eksploitasi berjumlah 1.254 kasus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(HUS)