RDP soal sengketa lahan di Kebonharjo. Foto: dok DPD
RDP soal sengketa lahan di Kebonharjo. Foto: dok DPD

Pemerintah Bersedia Ganti Rugi Lahan di Kebonharjo dengan Syarat

Anggi Tondi Martaon • 05 Oktober 2017 17:32
medcom.id, Jakarta: DPD menggelar rapat dengar pendapat dengan pejabat PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan warga Kebonharjo, Kelurahan Tanjung Mas, Kota Semarang, Jawa Tengah. RDP itu untuk mencari jalan penyelesaian sengketa lahan antara PT KAI dengan warga Kebonharjo.
 
Pertemuan itu juga diikuti perwakilan dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Perhubungan, Pemprov Jawa Tengah, dan Pemkot Semarang.
 
Sengketa terjadi karena kedua belah pihak mengaku sebagai pemilik lahan yang nantinya akan dibangun rel baru Stasiun Tawang-Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang. Kedua belah pihak sudah mengambil langkah hukum, namun belum bisa menyelesaikan persoalan.

Dalam pertemuan itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan Sugihardjo mengatakan, pemerintah bersedia membayar ganti rugi kepada masyarakat agar proyek pembangunan infrastruktur pehubungan di Kebonharjo berjalan lancar. Namun, hal itu tidak bisa serta merta diterapkan selama tidak ada payung hukum yang melandasi niat baik tersebut.
 
"Kami tidak ingin niat baik itu justru melanggar aturan dan hukum. Maka, berikan kami dasar payung hukum ganti rugi. Kalau itu diberikan kami akan berikan ganti rugi pembangunan lahan," kata Sugihardjo dalam RDP di ruang rapat Komite III DPD, gedung Nusantara V Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis 5 Oktober 2017.
 
Ketua Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD Abdul Gafar Usman merekomendasikan agar pemerintah, dalam hal ini Kementerian Koordinator Perekenomian menyusun regulasi baru. Dia menyarankan membuat peraturan presiden (perpres) untuk mewadahi niat baik Kemenhub membayar ganti rugi kepada warga.
 
"Apabila (pembangunan rel kereta api Stasiun Tawang-Pelabuhan Tanjung Emas) dijadikan Proyek Strategis Nasional (PSN) bisa menjadi regulasi bagi Kemenhub untuk membangun infrastruktur perhubungan dan masyarakat terlindungi," kata Gafar.
 
Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kemenko Perekonomian Wahyu utomo mengatakan hingga saat ini pemerintah telah mengeluarkan dua Perpres yang berkaitan dengan daftar PSN, yaitu Perpres Nomor 56 dan 58 Tahun 2017.
 
Namun, proyek pembangunan rel baru Stasiun Tawang-Pelabuhan Tanjung Emas itu tidak masuk dalam daftar PSN.
 
Dia menyebutkan, revisi daftar PSN bisa dilakukan asal diajukan oleh kementerian tekhnis yang menangani proyek itu, dalam hal ini Kementerian Perhubungan kepada pemerintah melalui Kemenko Perekonomian dan harus mendapatkan persetujuan dari Presiden Joko Widodo.
 
"Kalau dikaitkan bisa atau tidak, kami akan serahkan ke Presiden. Kemenko hanya mengevaluasi," kata Wahyu.
 
Jika jalur revisi berhasil dan proyek itu masuk dalam daftar PSN, Bambang menyampaikan bahwa negara tidak memberikan kompensasi dalam bentuk ganti rugi sesuai tuntutan warga. Namun, hanya bentuk santunan yang terbagi dalam empat kategori, yaitu biaya bongkar rumah atau bangunan, mobilisasi, sewa rumah, dan tunjangan kehilangan pendapatan.
 
Nada protes langsung disampaikan warga yang hadir dalam RDP itu. Beberapa anggota DPD pun meminta pemerintah memberikan diskresi kepada warga Kebonharjo agar tidak hanya mendapatkan santunan, tapi ganti rugi.
 
Ketua Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD Abdul Gafar Usman memberikan solusi agar seluruh peserta RDP menerima usulannya agar sengketa lahan itu diselesaikan melalui Perpes Nomor 56 dan 58 Tahun 2017. Namun, angka santunan yang ditetapkan nantinya tentu disesuaikan dengan kondisi masyarakat sekitar.
 
Usulan tersebut pun disepakati oleh selurub peserta RDP. Usulan Gafar itu pun dimasukan ke kesimpulan RDP. Pemberian ganti rugi atau santunan sesuai dengan Perpres tidak boleh merugikan masyarakat.
 
DPD memberikan waktu tiga bulan kepada seluruh pihak agar dapat menyelesaikan berbagai macam permasalahan sengketa lahan itu. Gafar juga menyampaikan komitmen pihaknya akan terus memantau dan memonitor setiap proses penyelesaian, baik itu ditingkat daerah hingga pusat.
 
"Permasalahan ini diselesaikan dalam waktu tiga bulan yang proses penyelesaiannya dikoordinasikan langsung oleh Kemenko Perekonomian," tandas Gafar.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TRK)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan