medcom.id, Jakarta: Pemerintah dan DPR telah sepakat merevisi Undang-Undang Nomor 8/2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada). Revisi belum dibahas, DPR menggulirkan usulan menaikan syarat dukungan bagi calon perseorangan.
Semula calon independen harus mendapatkan dukungan 6 persen hingga 10 persen dari jumlah pemilih. DPR mengusulkan naik menjadi 15 persen hingga 20 persen. Alsannya, ada perbedaan dukungan antara calon perseorangan dengan calon yang diusulkan oleh partai politik.
Menurut Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, rencana Dewan itu tidak memjawab problem dalam pilkada. Menurut dia, di tengah kepercayaan publik yang semakin rendah kepada DPR mestinya lembaga legislatif itu tidak membuat blunder dengan melahirkan kebijakan yang tidak sejalan dengan kehendak publik.
Apalagi, rencana DPR itu juga jauh dari perbaikan problem pilkada. Titi memandang fenomena calon tunggal terjadi karena warga negara dipersulit menjadi calon, baik dari jalur perseorangan maupun partai politik.
Berkaca dari pilkada 2015, jelas Titi, DPR harusnya memudahkan pencalonan kepala daerah dengan menurunkan syarat pengajuan calon, baik calon dari parpol maupun jalur perseorangan.
"Sehingga pemilih lebih banyak punya alternatif dan bisa mencegah praktik jual beli pencalonan atau mahar politik karena terbatasnya ruang untuk menjadi calon," kata Titi di Jakarta, Rabu (16/3/2016).
Rencana menaikkan syarat dukungan calon perseorangan disampaikan Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edi. Lukman menjelaskan, penaikan dilakukan untuk menyeimbangkan dengan syarat calon usungan parpol yang naik 5 persen menjadi 20 persen kursi DPRD.
Menurut Titi Anggraini, DPR sebaiknya fokus pada pembenahan substansi pilkada yang bisa menguatkan kualitas calon, kualitas partisipasi, dan kualitas representasi kepala daerah terpilih.
"Misalnya politik uang yang jadi momok mestinya bisa diantisipasi melalu regulasi yang jelas, berkualitas, dan bisa efektif dilaksanakan di lapangan," jelas Titi.
Dia menganggap DPR salah kaprah menyetarakan syarat calon dari jalur parpol dengan syarat untuk menjadi calon perseorangan atas alasan nondiskriminasi . Alasannya, pertama, struktur calon perseorangan dengan calon dari parpol berbeda. Calon dari parpol saat pencalonan dimungkinkan membangun koalisi, sedangkan calon perseorangan tidak punya pola koalisi.
"Kedua, parpol bergerak dengan struktur calon yang banyak (mereka bisa mengusung 3-12 calon per daerah pemilihan) pada masa pemilu legislatif, dan mendapatkan bantuan keuangan dari negara pasca mereka terpilih. Sedangkan calon perseorangan mengandalkan individu dalam pencalonan," kata Titi.
medcom.id, Jakarta: Pemerintah dan DPR telah sepakat merevisi Undang-Undang Nomor 8/2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada). Revisi belum dibahas, DPR menggulirkan usulan menaikan syarat dukungan bagi calon perseorangan.
Semula calon independen harus mendapatkan dukungan 6 persen hingga 10 persen dari jumlah pemilih. DPR mengusulkan naik menjadi 15 persen hingga 20 persen. Alsannya, ada perbedaan dukungan antara calon perseorangan dengan calon yang diusulkan oleh partai politik.
Menurut Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, rencana Dewan itu tidak memjawab problem dalam pilkada. Menurut dia, di tengah kepercayaan publik yang semakin rendah kepada DPR mestinya lembaga legislatif itu tidak membuat blunder dengan melahirkan kebijakan yang tidak sejalan dengan kehendak publik.
Apalagi, rencana DPR itu juga jauh dari perbaikan problem pilkada. Titi memandang fenomena calon tunggal terjadi karena warga negara dipersulit menjadi calon, baik dari jalur perseorangan maupun partai politik.
Berkaca dari pilkada 2015, jelas Titi, DPR harusnya memudahkan pencalonan kepala daerah dengan menurunkan syarat pengajuan calon, baik calon dari parpol maupun jalur perseorangan.
"Sehingga pemilih lebih banyak punya alternatif dan bisa mencegah praktik jual beli pencalonan atau mahar politik karena terbatasnya ruang untuk menjadi calon," kata Titi di Jakarta, Rabu (16/3/2016).
Rencana menaikkan syarat dukungan calon perseorangan disampaikan Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edi. Lukman menjelaskan, penaikan dilakukan untuk menyeimbangkan dengan syarat calon usungan parpol yang naik 5 persen menjadi 20 persen kursi DPRD.
Menurut Titi Anggraini, DPR sebaiknya fokus pada pembenahan substansi pilkada yang bisa menguatkan kualitas calon, kualitas partisipasi, dan kualitas representasi kepala daerah terpilih.
"Misalnya politik uang yang jadi momok mestinya bisa diantisipasi melalu regulasi yang jelas, berkualitas, dan bisa efektif dilaksanakan di lapangan," jelas Titi.
Dia menganggap DPR salah kaprah menyetarakan syarat calon dari jalur parpol dengan syarat untuk menjadi calon perseorangan atas alasan nondiskriminasi . Alasannya, pertama, struktur calon perseorangan dengan calon dari parpol berbeda. Calon dari parpol saat pencalonan dimungkinkan membangun koalisi, sedangkan calon perseorangan tidak punya pola koalisi.
"Kedua, parpol bergerak dengan struktur calon yang banyak (mereka bisa mengusung 3-12 calon per daerah pemilihan) pada masa pemilu legislatif, dan mendapatkan bantuan keuangan dari negara pasca mereka terpilih. Sedangkan calon perseorangan mengandalkan individu dalam pencalonan," kata Titi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(DOR)