Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago menyebut pada 2004 suara DPD II menjadi penentu hasil pemilihan ketua umum. Kala itu Akbar Tandjung sebagai calon ketua umum Golkar sangat percaya diri karena sudah memegang penuh suara DPD I.
"Namun, Akbar akhirnya dikalahkan oleh Jusuf Kalla yang bergerilya mendekati DPD II," kata Pangi, Senin, 25 November 2019.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Politikus senior Partai Golkar Marzuki Darusman menyebut suara DPD II penting karena mereka berhubungan langsung dengan akar rumput. Meski begitu, dukungan DPD I (provinsi) tetap tak bisa dianggap remeh.
"Karena (DPD II) menyuarakan langsung aspirasi anggota partai di daerah yang sehari-hari berurusan dengan mereka," kata politikus senior Partai Golkar Marzuki Darusman, Senin, 25 November 2019.
Sebelumnya, dua kandidat ketua umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Bambang Soesatyo saling klaim dukungan. Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengklaim mendapat dukungan 367 DPD II. Modal itu pula yang memberanikan dia untuk maju menjadi calon ketua umum.
Namun, pelaksana tugas Ketua DPD Partai Golkar Sumatra Utara Ahmad Doli Kurnia menilai Bamsoet hanya mengklaim.
"Ya, kalau klaim bisa saja, yang menentukan di munas dan forum-forum formal, seperti rapat pimpinan nasional dan musyawarah nasional," kata Doli, di kompleks parlemen, Jakarta, Senin, 18 November 2019.
Menurut Doli, pada kenyataannya bahkan sampai DPD II Golkar, mayoritas mendukung petahana. Hal itu, menurutnya, berbanding terbalik dengan klaim Bamsoet.
"Faktanya, di forum rapimnas kemarin hampir mayoritas DPD provinsi memberikan dukungan ke Airlangga (petahana Airlangga Hartarto). DPD provinsi juga menyuarakan aspirasi dari kabupaten atau kota," kata loyalis Airlangga tersebut.
(UWA)