medcom.id, Jakarta: Presiden ke-6 Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyebut pemberian grasi kepada mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar bernuansa politik. Pernyataan itu keluar setelah Antasari menyebut SBY tahu persis kriminalisasi yang membuatnya bertahun-tahun mendekam di penjara sebagai tersangka kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen.
Istana Kepresidenan menegaskan, segala sesuatu jangan dikaitkan dengan Presiden Joko Widodo. Segala kebijakan Presiden, termasuk pemberian grasi, dilakukan sesuai aturan hukum.
"Jadi kalau grasi ini kan bukan yang pertama kali. Sudah ada ratusan grasi diberikan oleh Presiden, Jangan apa-apa dihubung-hubungankan dengan Presiden," tegas Menteri Sekretaris Negara Pratikno di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu 15 Februari 2017.
Pratikno juga mencontohkan isu penyadapan yang diembus SBY. Dia menilai isu ini sebenarnya merupakan pernyataan di pengadilan terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama. Hal itu sam asekali tak berkaitan dengan Presiden.
Hal serupa juga Pratikno ungkapkan terhadap demo di kediaman SBY di Mega Kuningan, Jakarta Timur. "Intinya kita kembalikan ke proporsional, jangan semua diarahkan ke Istana," ucap dia.
Antasari akhirnya buka suara soal kasus kasus kematian Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen yang membelitnya. Dia mengaku sempat ditemui Bos MNC Group Hary Tanoesoedibjo yang membawa pesan dari Cikeas, merujuk tempat tinggal keluarga SBY di Puri Cikeas, Bogor.
Hary menyampaikan agar Antasari tidak menahan Deputi Gubernur Bank Indonesia Aulia Pohan, besan SBY. Antasari mengaku tak bisa menuruti kemauan itu.
KPK akhirnya menetapkan Aulia Pohan sebagai tersangka dugaan korupsi dalam aliran dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) sebesar Rp100 miliar yang digunakan Bank Indonesia. November 2008, ia ditahan.
Pada 2009, Antasari dibelit kasus pembunuhan terhadap Nasrudin. Pada 11 Februari 2010, Antasari divonis hukuman penjara 18 tahun karena terbukti bersalah turut serta melakukan pembujukan untuk membunuh Nasrudin.
Presiden kemudian memberikan grasi kepada Antasari pada akhir Januari 2017. Antasari dinyatakan bebas murni.
Pernyataan Antasari yang diungkap pada 14 Februari, sehari sebelum pemungutan suara pilkada di DKI Jakarta, dibantah SBY. SBY menilai pernyataan itu muncul agar Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni kalah dalam Pilgub DKI 2017.
Dia juga menuding ada unsur politik dalam pemberian grasi kepada Antasari. "Yang saya perkirakan terjadi. Nampaknya grasi kepada Antasari punya motif politik dan ada misi untuk serang dan diskreditkan saya," tulis SBY di Twitter @SBYudhoyono, Selasa, 14 Februari 2017.
medcom.id, Jakarta: Presiden ke-6 Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyebut pemberian grasi kepada mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar bernuansa politik. Pernyataan itu keluar setelah Antasari menyebut SBY tahu persis kriminalisasi yang membuatnya bertahun-tahun mendekam di penjara sebagai tersangka kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen.
Istana Kepresidenan menegaskan, segala sesuatu jangan dikaitkan dengan Presiden Joko Widodo. Segala kebijakan Presiden, termasuk pemberian grasi, dilakukan sesuai aturan hukum.
"Jadi kalau grasi ini kan bukan yang pertama kali. Sudah ada ratusan grasi diberikan oleh Presiden, Jangan apa-apa dihubung-hubungankan dengan Presiden," tegas Menteri Sekretaris Negara Pratikno di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu 15 Februari 2017.
Pratikno juga mencontohkan isu penyadapan yang diembus SBY. Dia menilai isu ini sebenarnya merupakan pernyataan di pengadilan terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama. Hal itu sam asekali tak berkaitan dengan Presiden.
Hal serupa juga Pratikno ungkapkan terhadap demo di kediaman SBY di Mega Kuningan, Jakarta Timur. "Intinya kita kembalikan ke proporsional, jangan semua diarahkan ke Istana," ucap dia.
Antasari akhirnya buka suara soal kasus kasus kematian Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen yang membelitnya. Dia mengaku sempat ditemui Bos MNC Group Hary Tanoesoedibjo yang membawa pesan dari Cikeas, merujuk tempat tinggal keluarga SBY di Puri Cikeas, Bogor.
Hary menyampaikan agar Antasari tidak menahan Deputi Gubernur Bank Indonesia Aulia Pohan, besan SBY. Antasari mengaku tak bisa menuruti kemauan itu.
KPK akhirnya menetapkan Aulia Pohan sebagai tersangka dugaan korupsi dalam aliran dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) sebesar Rp100 miliar yang digunakan Bank Indonesia. November 2008, ia ditahan.
Pada 2009, Antasari dibelit kasus pembunuhan terhadap Nasrudin. Pada 11 Februari 2010, Antasari divonis hukuman penjara 18 tahun karena terbukti bersalah turut serta melakukan pembujukan untuk membunuh Nasrudin.
Presiden kemudian memberikan grasi kepada Antasari pada akhir Januari 2017. Antasari dinyatakan bebas murni.
Pernyataan Antasari yang diungkap pada 14 Februari, sehari sebelum pemungutan suara pilkada di DKI Jakarta, dibantah SBY. SBY menilai pernyataan itu muncul agar Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni kalah dalam Pilgub DKI 2017.
Dia juga menuding ada unsur politik dalam pemberian grasi kepada Antasari. "Yang saya perkirakan terjadi. Nampaknya grasi kepada Antasari punya motif politik dan ada misi untuk serang dan diskreditkan saya," tulis SBY di Twitter @SBYudhoyono, Selasa, 14 Februari 2017.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)