Jakarta: Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat menegaskan jaminan perlindungan pekerja rumah tangga (PRT) tak bisa ditunda lagi. Konstitusi memerintahkan kepada negara untuk memberikan perlindungan kepada seluruh rakyat termasuk PRT.
"Pasal 28 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang mengharuskan seluruh elemen bangsa, termasuk lembaga negara dan masyarakat, untuk tidak mengingkari hak-hak rakyat, termasuk PRT," kata Lestari alias Rerie lewat keterangan tertulis, Rabu, 22 Juli 2020.
Pernyataan itu dilayangkan Rerie menyikapi tertundanya pengesahan RUU PRT menjadi Undang-Undang dalam rapat paripurna DPR pekan lalu. Menurut dia, politik legislasi seharusnya bersandar pada tujuan bernegara sebagaimana dijelaskan dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Yakni berdasar atas perlindungan terhadap rakyat, kesejahteraan rakyat, dan keadilan untuk seluruh rakyat.
Rerie menyebut hingga saat ini belum ada undang-undang yang mengatur tentang perlindungan PRT. Padahal, jumlah PRT di Indonesia tercatat lebih dari empat juta orang.
"Apalagi, kedudukan PRT di negeri ini tidak terpisahkan dari kehidupan sosial di hampir setiap keluarga di Indonesia," ucap Legislator Partai NasDem itu.
Sementara itu, Komisioner Komnas Perempuan Theresia Iswarini mengatakan kehadiran Undang-Undang PRT sangat mendesak. Sebab, PRT rentan terhadap eksploitasi.
"Jadi yang dihadapi PRT saat ini bukan semata masalah ketenagakerjaan, tetapi juga masalah kemanusiaan. Sehingga negara harus hadir," kata Theresia.
Wakil Ketua Baleg DPR, Willy Aditya, menilai RUU PRT tak tersentuh karena ada ketakutan terhadap upaya formalisasi sektor PRT. RUU tersebut gagal disahkan dengan alasan administrasi serta perbedaan pandangan politik di DPR.
Sedangkan, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Sulistyowati Irianto, menyebut pemberlakuan Undang-Undang PRT bisa berefek ganda (multiplier effect) bagi pekerja migran Indonesia. Ketakutan para legislator untuk mengesahan RUU PRT dinilai menjadi perilaku yang berlebihan.
Jakarta: Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat menegaskan jaminan perlindungan pekerja rumah tangga (PRT) tak bisa ditunda lagi. Konstitusi memerintahkan kepada negara untuk memberikan perlindungan kepada seluruh rakyat termasuk PRT.
"Pasal 28 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang mengharuskan seluruh elemen bangsa, termasuk lembaga negara dan masyarakat, untuk tidak mengingkari hak-hak rakyat, termasuk PRT," kata Lestari alias Rerie lewat keterangan tertulis, Rabu, 22 Juli 2020.
Pernyataan itu dilayangkan Rerie menyikapi tertundanya pengesahan RUU PRT menjadi Undang-Undang dalam rapat paripurna DPR pekan lalu. Menurut dia, politik legislasi seharusnya bersandar pada tujuan bernegara sebagaimana dijelaskan dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Yakni berdasar atas perlindungan terhadap rakyat, kesejahteraan rakyat, dan keadilan untuk seluruh rakyat.
Rerie menyebut hingga saat ini belum ada undang-undang yang mengatur tentang perlindungan PRT. Padahal, jumlah PRT di Indonesia tercatat lebih dari empat juta orang.
"Apalagi, kedudukan PRT di negeri ini tidak terpisahkan dari kehidupan sosial di hampir setiap keluarga di Indonesia," ucap Legislator Partai NasDem itu.
Sementara itu, Komisioner Komnas Perempuan Theresia Iswarini mengatakan kehadiran Undang-Undang PRT sangat mendesak. Sebab, PRT rentan terhadap eksploitasi.
"Jadi yang dihadapi PRT saat ini bukan semata masalah ketenagakerjaan, tetapi juga masalah kemanusiaan. Sehingga negara harus hadir," kata Theresia.
Wakil Ketua Baleg DPR, Willy Aditya, menilai RUU PRT tak tersentuh karena ada ketakutan terhadap upaya formalisasi sektor PRT. RUU tersebut gagal disahkan dengan alasan administrasi serta perbedaan pandangan politik di DPR.
Sedangkan, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Sulistyowati Irianto, menyebut pemberlakuan Undang-Undang PRT bisa berefek ganda (multiplier effect) bagi pekerja migran Indonesia. Ketakutan para legislator untuk mengesahan RUU PRT dinilai menjadi perilaku yang berlebihan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)