Jakarta: Anggota Komisi I DPR Muhammad Farhan menduga kedatangan agen intelijen Jerman ke markas Front Pembela Islam (FPI) terkait pengadaan teknlogi telekomunikasi 5G. Persaingan negara penyedia teknologi jaringan telekomunikasi 5G tengah memanas.
"Bukan tidak mungkin Jerman sedang menggoyang sistem stabilitas pemerintah Indonesia, sehingga dia memiliki daya tawar tertentu agar sistem 5G yang akan dilakukan pada 2021 menggunakan teknologi dari Eropa," ujar Farhan dalam program Crosschek Medcom.id, bertajuk Teka Teki Telik Sandi di Markas FPI melalui telekonferensi, Minggu, 27 Desember 2020.
Terdapat tiga pihak tengah terlibat pengadaan itu, yaitu Tiongkok, Amerika, dan konsorsium Eropa. Konsorsium Eropa terdiri atas Prancis, Jerman, dan negara skandinavia.
(Baca: Menkominfo: Pilot Project 5G Indonesia Dimulai 2021)
Dia mengaku sudah mencari tahu alasan FPI menjadi sasaran intelijen Jerman. Namun, dia belum mau membeberkan hasil investigasi.
"Secara internal, diskusi, dan analisis sudah ada ini. (Judulnya) analisis tentang ancaman keamanan nasional dari FPI. Nanti saya bacain belum selesai (membaca analisis)," ujar dia.
Politikus NasDem itu menyebut terpenting saat ini menyoroti ada atau tidaknya hukum yang diterapkan saat warga negara Indonesia bekerja sama dengan mata-mata Jerman. Permasalahan ini harus diselesaikan secara internal pemerintah Indomesia.
"Jangan menjadi masalah internasional. Selesaikan di antara kita sendiri, mungkin pendapat ahli hukum lebih jelas," tutur dia.
Jakarta: Anggota Komisi I DPR Muhammad Farhan menduga kedatangan agen intelijen Jerman ke markas Front Pembela Islam (
FPI) terkait pengadaan teknlogi
telekomunikasi 5G. Persaingan negara penyedia teknologi jaringan telekomunikasi 5G tengah memanas.
"Bukan tidak mungkin Jerman sedang menggoyang sistem stabilitas pemerintah Indonesia, sehingga dia memiliki daya tawar tertentu agar sistem 5G yang akan dilakukan pada 2021 menggunakan teknologi dari Eropa," ujar Farhan dalam program Crosschek Medcom.id, bertajuk Teka Teki Telik Sandi di Markas FPI melalui telekonferensi, Minggu, 27 Desember 2020.
Terdapat tiga pihak tengah terlibat pengadaan itu, yaitu Tiongkok, Amerika, dan konsorsium Eropa. Konsorsium Eropa terdiri atas Prancis, Jerman, dan negara skandinavia.
(Baca:
Menkominfo: Pilot Project 5G Indonesia Dimulai 2021)
Dia mengaku sudah mencari tahu alasan FPI menjadi sasaran intelijen Jerman. Namun, dia belum mau membeberkan hasil investigasi.
"Secara internal, diskusi, dan analisis sudah ada ini. (Judulnya) analisis tentang ancaman keamanan nasional dari FPI. Nanti saya bacain belum selesai (membaca analisis)," ujar dia.
Politikus NasDem itu menyebut terpenting saat ini menyoroti ada atau tidaknya hukum yang diterapkan saat warga negara Indonesia bekerja sama dengan mata-mata Jerman. Permasalahan ini harus diselesaikan secara internal pemerintah Indomesia.
"Jangan menjadi masalah internasional. Selesaikan di antara kita sendiri, mungkin pendapat ahli hukum lebih jelas," tutur dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)