Presiden Joko Widodo (kanan) mengambil sumpah anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) di Istana Negara Senin (19/1/2015) Foto:Antara)
Presiden Joko Widodo (kanan) mengambil sumpah anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) di Istana Negara Senin (19/1/2015) Foto:Antara)

Wantimpres RI, Semoga Bukan untuk Balas Budi

Desi Angriani • 20 Januari 2015 05:35
medcom.id, Jakarta: Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) adalah lembaga yang diperkenalkan dalam era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Tradisi untuk meminta pertimbangan untuk menjadi pemecahan masalah atau rencana kebijakan itu dilanjutkan Presiden Joko Widodo.
 
Ada sembilan orang tokoh yang Jokowi percaya menjadi penasehatnya. Mereka adalah Subagyo HS, Sidarto Danusubroto, Yusuf Kartanegara, Hasyim Muzadi, Suharso Monoarfa, Rusdi Kirana, Jan Darmadi, Malik Fadjar dan  Sri Adiningsih. 
 
Melihat nama-nama itu, dengan mudah kita mengenali sebagian besar di antaranya adalah kader partai politik anggota Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Sisanya yang nonpartisan adalah mantan anggota tim sukses Jokowi-JK atau memiliki kedekatan dengan Ketum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri.
 
"Ini presentasikan tokoh senior di Indonesia dan sebagian aktif di parpol," kilah Mensesneg Pratikno di Istana Negara Jakarta, Senin (19/1/2015), menjawab pertanyaan dominasi parpol dan timses.
 
Komposisi Wantimpres Jokowi demikian berbeda dengan wantimpres dalam dua periode pemerintahan SBY. Walau mengakomodir wakil ormas dan parpol pendukung yang tidak kebagian kursi dalam kabinet, namun SBY lebih mementingkan porsi bagi tokoh yang kompetensinya sudah dikenal luas oleh masyarakat dalam dan luar negeri. 
 
Wantimpres pada periode pertama SBY dianggotai oleh Ali Alatas (mantan menlu, diplomat karier), Emil Salim (mantan menteri Lingkungan Hidup), Rachmawati Soekarnoputri (Partai Pelopor), Syahrir (ekonom, Partai Perhimpunan Indonesia Baru), Ma'ruf Amin (Majelis Ulama Indonesia), Tiopan Bernhard Silalahi (tim sukses), Adnan Buyung Nasution (praktisi hukum), Subur Budhisantoso (mantan Ketua Partai Demokrat) dan Radi A Gani (mantan Rektor Universitas Hasanuddin, mantan Menteri Pertanian).
 
Di dalam perjalanannya Ali Alatas banyak beperan dalam memperbaiki citra Indonesia di mata dunia dengan mendorong Presiden SBY aktif dalam berbagai forum internasional. Ingat bahwa pascareformasi, RI dikenai embargo militer gara-gara tidak memberi sanksi kepada petinggi TNI yang diduga terlibat tindak pelanggaran HAM berat.
 
Berkat sepak terjang Emil Salim, Indonesia membenahi sanksi hukum terhadap pelaku aksi penebangan liar hutan. Pada saat bersamaan mendongkrak nilai tawar RI dalam berbagai agenda perbaikan lingkungan hidup dunia dan pencegahan perubahan iklim. Meski di dalam negeri capaian bidang lingkungan kurang banyak diketahui, namun komunitas internasional sangat menaruh hormat kepada Indonesia.
 
Demikian pula anggota lain dengan peran masing-masing. Perbedaan latar belakang, afiliasi dan pengetahuan, membuat Presiden SBY memperoleh masukan dari sudut pandang berbeda-beda. Contohnya dalam kasus Jemaah Ahmadiyah, sebagai Ketua MUI bidang Fatwa maka Ma'ruf Amin menegaskan aliran tersebut haram. Sebaliknya dari Adnan Buyung Nasution masukannya adalah menghormati perbedaan keyakinan beragama sebagai hak azasi yang wajib dihormati apa pun alasannya.
 
Dinamika serupa terjadi pada periode II SBY. Wantimpres kala itu tetap dipimpin oleh Emil Salim dengan anggota Hassan Wirajuda (mantan menlu, diplomat karier), Ryaas Rasyid (Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan, Menteri PAN era Gus Dur, penggagas konsep otonomi daerah), Ginandjar Kartasasmita (mantan Ketua DPD), Ma'ruf Amin (MUI), Widodo Adi Sutjipto (mantan Panglima TNI), Jimly Asshiddiqie (mantan Ketua MK), Meutia Farida Hatta (PKPI, mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan, Siti Fadillah Supari (mantan Menteri Kesehatan) serta Albert Hasibuan (tokoh HAM, mantan komisioner Komnas HAM). 
 
Meski didominasi kader parpol dan mantan timses, tidak serta merta berarti wantimpres Jokowi kalah pamor dibanding pendahulunya. Mereka pun punya kompetensi di bidang masing-masing sehingga layak dipercayai oleh Kepala Pemerintahan RI untuk menjadi penasihat.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ALB)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan