Wakil Sekjen Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin--MI/Susanto
Wakil Sekjen Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin--MI/Susanto

Di Balige Ada Hakim-Hakim Hebat yang Paham HAM & Keadilan

K. Yudha Wirakusuma • 05 Agustus 2016 16:35
medcom.id, Jakarta: Majels hakim Pengadilan Negeri Balige memvonis bebas Sahat Safiih Gurning. Keputusan tersebut akan menjadi sejarah dalam kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat.
 
Wakil Sekjen Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin berharap penguasa negeri ini tidak antikritik. Penguasa juga tidak perlu marah jika menjadi sasaran kritik.
 
"Jangan alergi bila dikritik. Dari sisi putusan pengadilan, justru ini menjadi tonggak sejarah besar dalam kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat di negeri ini. Pengadilan nun jauh di sana, di Balige, justru ada hakim-hakim hebat yang memahami HAM dan keadilan sejati," kata Didi dalam pesan elektronik, Jumat (5/8/2016).

Sahat Safiih Gurning diadili karena mengubah Pancasila menjadi Pancagila, April 2016. Pria kelahiran 18 September 1989 itu memasang foto dirinya menendang Burung Garuda Pancasila dengan kaki kanan di akun Facebook miliknya.
 
Sahat ditangkap aparat Polres Toba Samosir, 13 April. Dia diadili dan dijerat Pasal 68 UU No 24 Tahun 2009 tentang tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta lagu Kebangsaan atau Pasal 154 huruf a KUHP. Dia terancam penjara paling lama lima tahun atau denda maksimal Rp500 juta. Oleh hakim ia divonis bebas.
 
Didi mengatakan, kritik Sahat yang dikemas dalam bentuk parodi bukan hal baru di negeri ini. Kritik semacam ini bahkan dengan liputan yang lebih luas bisa kita lihat dalam parodi Republik BBM, Negeri 1/2 Democracy dan banyak lagi di beberapa stasiun TV.
 
"Di banyak negara maju parodi macam itu adalah hal yang biasa bahkan lebih keras dan tajam, tetapi negara tidak pernah mengkriminalkan para pelaku. Justru kerap menjadi masukan dan introspeksi diri bagi penguasa," paparnya.
 
Jubir Partai Demokrat ini mengajak para penguasa mengambil hikmah positif dari kasus "Pancagila" dan mungkin parodi-parodi politik lain. Agar pekerjaan rumah yang masih menumpuk bisa tuntas.
 
"Saya kira tidak ada yang berani membantah bahwa praktek korupsi, kolusi dan nepotisme terus masih mengancam dan menghantui perjalanan demokrasi di negeri ini," terangnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan