medcom.id, Jakarta: Pascapengaduan dugaan pelanggaran etik Ketua DPD Irman Gusman dan Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad oleh 60 senator ke Badan Kehormatan DPD, kepemimpinan keduanya di persidangan terus dikritik. Pudarnya legitimasi menjadi alasan.
Hal itu tampak dalam Sidang Paripurna Luar Biasa DPD dengan agenda penyampaian Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun 2016 oleh Ketua BPK Harry Azhar Azis, di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu 13 April. Saat Irman akan membuka sidang, sejumlah anggota menginterupsi.
Ketua Komite I DPD Akhmad Muqowam menyatakan kepemimpinan Irman di sidang paripurna tidak sah lantaran sedang diadukan di BK DPD.
Senator lainnya, terutama yang termasuk pelapor dugaan pelanggaran etika dua pemimpin itu, ikut menginterupsi. Yang menolak pun berebut bersuara. Kegaduhan kembali terjadi.
Muhammad Asri Anas, senator asal Sulawesi Barat, mengusulkan agar pimpinan sidang diambil alih oleh Hemas. Sebab, Ratu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat itu bukan termasuk pihak yang diadukan ke BK DPD.
Irman manut, hujan interupsi mereda dan persidangan berjalan semestinya.
Irman dan Farouk diadukan ke BK karena enggan menandatangani Tata Tertib baru DPD yang telah disahkan oleh Sidang Paripurna DPD. Salah satu substansinya memangkas jabatan pimpinan DPD hanya 2,5 tahun, yang sebelumnya lima tahun.
Seusai sidang, Irman menyatakan bahwa pihaknya menawarkan penyempurnaan sejumlah pasal Tatib DPD yang dianggap bertentangan dengan UU lewat pembentukan Panitia Khusus Tatib.
"Kalau tanda tangan, kami melanggar sumpah pimpinan DPD, bahwa kami harus menjaga, melaksanakan, dan menegakkan UU dengan selurus-lurusnya," kata Irman.
Farouk mengaku tak ambil pusing jika dirinya diturunkan dari kursi pimpinan DPD meski saat ini juga. Dia hanya ingin menegakkan supremasi hukum.
Menurut Farouk, ada sejumlah pasal di Tatib yang bertentangan dengan pasal lainnya di aturan yang sama. "Kami siap (mundur), cuma yang mana yang harus kami junjung? Hukum atau politik? Bagi saya, penegakan hukum di atas segala-galanya," tegas Farouk.
Teken Dahulu
Ketua BK DPD Andi Mappetahang Fatwa menyatakan protes sejumlah anggota DPD terhadap kepemimpinan Irman dan Farouk di sidang hanya bersifat sementara. "Ini situasional saja," ucapnya.
Menurut Fatwa, penyelesaian kebuntuan di DPD bisa rampung jika pimpinan segera menandatangani Tatib baru DPD.
Persoalan adanya sejumlah pasal yang disebut bertentangan dengan UU MD3, menurutnya, bisa diselesaikan kemudian.
"Yang penting itu tanda tangani dulu. Baru ke langkah berikutnya. Itu putusan paripurna. Nanti BK usulkan bentuk Pansus Tatib," jelas Fatwa.
Kegaduhan di sidang paripurna DPD sudah dua kali, yakni pada sidang paripurna penutupan masa sidang lalu, 17 April, dan sidang paripurna pembukaan masa sidang, 11 April.
Sebagian anggota DPD tak sabar meminta pimpinan menandatangani Tatib baru DPD yang mengatur pergiliran masa jabatan pimpinan.
medcom.id, Jakarta: Pascapengaduan dugaan pelanggaran etik Ketua DPD Irman Gusman dan Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad oleh 60 senator ke Badan Kehormatan DPD, kepemimpinan keduanya di persidangan terus dikritik. Pudarnya legitimasi menjadi alasan.
Hal itu tampak dalam Sidang Paripurna Luar Biasa DPD dengan agenda penyampaian Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun 2016 oleh Ketua BPK Harry Azhar Azis, di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu 13 April. Saat Irman akan membuka sidang, sejumlah anggota menginterupsi.
Ketua Komite I DPD Akhmad Muqowam menyatakan kepemimpinan Irman di sidang paripurna tidak sah lantaran sedang diadukan di BK DPD.
Senator lainnya, terutama yang termasuk pelapor dugaan pelanggaran etika dua pemimpin itu, ikut menginterupsi. Yang menolak pun berebut bersuara. Kegaduhan kembali terjadi.
Muhammad Asri Anas, senator asal Sulawesi Barat, mengusulkan agar pimpinan sidang diambil alih oleh Hemas. Sebab, Ratu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat itu bukan termasuk pihak yang diadukan ke BK DPD.
Irman manut, hujan interupsi mereda dan persidangan berjalan semestinya.
Irman dan Farouk diadukan ke BK karena enggan menandatangani Tata Tertib baru DPD yang telah disahkan oleh Sidang Paripurna DPD. Salah satu substansinya memangkas jabatan pimpinan DPD hanya 2,5 tahun, yang sebelumnya lima tahun.
Seusai sidang, Irman menyatakan bahwa pihaknya menawarkan penyempurnaan sejumlah pasal Tatib DPD yang dianggap bertentangan dengan UU lewat pembentukan Panitia Khusus Tatib.
"Kalau tanda tangan, kami melanggar sumpah pimpinan DPD, bahwa kami harus menjaga, melaksanakan, dan menegakkan UU dengan selurus-lurusnya," kata Irman.
Farouk mengaku tak ambil pusing jika dirinya diturunkan dari kursi pimpinan DPD meski saat ini juga. Dia hanya ingin menegakkan supremasi hukum.
Menurut Farouk, ada sejumlah pasal di Tatib yang bertentangan dengan pasal lainnya di aturan yang sama. "Kami siap (mundur), cuma yang mana yang harus kami junjung? Hukum atau politik? Bagi saya, penegakan hukum di atas segala-galanya," tegas Farouk.
Teken Dahulu
Ketua BK DPD Andi Mappetahang Fatwa menyatakan protes sejumlah anggota DPD terhadap kepemimpinan Irman dan Farouk di sidang hanya bersifat sementara. "Ini situasional saja," ucapnya.
Menurut Fatwa, penyelesaian kebuntuan di DPD bisa rampung jika pimpinan segera menandatangani Tatib baru DPD.
Persoalan adanya sejumlah pasal yang disebut bertentangan dengan UU MD3, menurutnya, bisa diselesaikan kemudian.
"Yang penting itu tanda tangani dulu. Baru ke langkah berikutnya. Itu putusan paripurna. Nanti BK usulkan bentuk Pansus Tatib," jelas Fatwa.
Kegaduhan di sidang paripurna DPD sudah dua kali, yakni pada sidang paripurna penutupan masa sidang lalu, 17 April, dan sidang paripurna pembukaan masa sidang, 11 April.
Sebagian anggota DPD tak sabar meminta pimpinan menandatangani Tatib baru DPD yang mengatur pergiliran masa jabatan pimpinan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TRK)