Jakarta: Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, mengatakan lembaga tersebut telah memberikan rekomendasi atau usulan kepada pemerintah dan legislatif terkait pentingnya Indonesia memiliki payung hukum penghapusan kekerasan seksual. Hal itu dilakukan sejak 2014.
"Mandat Komnas Perempuan adalah memberikan rekomendasi baik ke pemerintah, DPR, maupun Yudikatif," kata Siti dilansir Antara, Kamis, 10 Februari 2022.
Hal tersebut disampaikan terkait pentingnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) untuk segera disahkan menjadi undang-undang. Mengingat tingginya kejahatan dan kekerasan seksual di Tanah Air.
Baca: Fraksi Gerindra Akan Usulkan Pembahasan RUU TPKS Dilakukan Saat Reses
Termasuk pula ketika RUU TPKS yang sudah menjadi RUU Inisiatif DPR. Komnas Perempuan akan memberikan saran dan rekomendasi serta menyampaikan kepada pemerintah maupun DPR.
Tidak hanya sampai di situ, Komnas Perempuan juga akan melakukan hal yang sama ketika RUU TPKS masuk pada tahap pembahasan, agar substansi dari RUU TPKS bisa mengakomodir berbagai hal penting, terutama mengenai korban.
Terkait adanya pihak yang menolak RUU TPKS, Siti mengatakan penolakan tersebut lebih mengarah kepada ruang lingkup. RUU TPKS yang diusulkan oleh Komnas Perempuan memiliki ruang lingkup aktivitas seksual yang di dalamnya mengandung unsur kekerasan.
Termasuk juga ancaman kekerasan, manipulasi, bujuk rayu dan lain sebagainya. Sementara, pihak yang menolak menyarankan agar RUU TPKS juga memuat aturan tentang zina, kumpul kebo, dan seks menyimpang.
"Kami berpandangan itu tidak bisa dicampuradukkan di RUU TPKS. Sebab, dalam RUU TPKS lebih mengarah pada unsur kekerasan fisik, psikis dan lain sebagainya," jelas Siti.
Jakarta: Komisioner
Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, mengatakan lembaga tersebut telah memberikan rekomendasi atau usulan kepada pemerintah dan legislatif terkait pentingnya Indonesia memiliki payung hukum penghapusan kekerasan seksual. Hal itu dilakukan sejak 2014.
"Mandat Komnas Perempuan adalah memberikan rekomendasi baik ke pemerintah,
DPR, maupun Yudikatif," kata Siti dilansir
Antara, Kamis, 10 Februari 2022.
Hal tersebut disampaikan terkait pentingnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) untuk segera disahkan menjadi undang-undang. Mengingat tingginya kejahatan dan kekerasan seksual di Tanah Air.
Baca:
Fraksi Gerindra Akan Usulkan Pembahasan RUU TPKS Dilakukan Saat Reses
Termasuk pula ketika RUU TPKS yang sudah menjadi RUU Inisiatif DPR. Komnas Perempuan akan memberikan saran dan rekomendasi serta menyampaikan kepada pemerintah maupun DPR.
Tidak hanya sampai di situ, Komnas Perempuan juga akan melakukan hal yang sama ketika RUU TPKS masuk pada tahap pembahasan, agar substansi dari RUU TPKS bisa mengakomodir berbagai hal penting, terutama mengenai korban.
Terkait adanya pihak yang menolak RUU TPKS, Siti mengatakan penolakan tersebut lebih mengarah kepada ruang lingkup. RUU TPKS yang diusulkan oleh Komnas Perempuan memiliki ruang lingkup aktivitas seksual yang di dalamnya mengandung unsur kekerasan.
Termasuk juga ancaman kekerasan, manipulasi, bujuk rayu dan lain sebagainya. Sementara, pihak yang menolak menyarankan agar RUU TPKS juga memuat aturan tentang zina, kumpul kebo, dan seks menyimpang.
"Kami berpandangan itu tidak bisa dicampuradukkan di RUU TPKS. Sebab, dalam RUU TPKS lebih mengarah pada unsur kekerasan fisik, psikis dan lain sebagainya," jelas Siti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEV)