medcom.id, Jakarta: Pembatalan 3.134 peraturan daerah (perda) bermasalah oleh pemerintah, diapresiasi Fraksi PPP di DPR. Keputusan Presiden Joko Widodo menghapus sejumlah perda yang menghambat pertumbuhan ekonomi dan memperpanjang jalur birokrasi patut ditiru.
"Harus dilaksanakan demi tercapainya perekonomian yang lebih baik," kata Ketua Fraksi PPP Reni Marlinawati dalam keterangan tertulisnya, Selasa (14/6/2016).
Namun, lanjut Reni, upaya tersebut janga sampai dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk kepentingan sempit. Implementasi perda di lapangan yang dilakukan Satpol PP, harus sesuai dengan peraturan yang berlaku.
"Tidak boleh terjadi tindak kekerasan dan pemaksaan oleh Satpol PP, seperti yang terjadi di berbagai tempat," ujar Reni.
Sedangkan Perda yang terkait dengan persoalan moralitas masyarakat, menurut Rei, harus tetap dipertahankan. "Semisal perda mengenai pemberantasan buta huruf Al-Quran dan perda-perda sejenisnya, seharusnya diapresiasi pemerintah pusat," jelasnya.
Reni juga menyinggung kasus razia rumah makan yang buka siang hari selama Ramadan. Razia Satpol PP Kota Serang, Banten terhadap warung milik ibu Saeni, diharapkan tidak menjadi alasan menghapus perda bermasalah.
"Jangan sampai kasus itu digeneralisir menjadi alasan pembatalan terhadap perda-perda sejenis," pungkasnya.
Perda bersamalah yang dihapus Jokowi berasal dari empat kategori. Pertama, perda yang menghambat pertumbuhan ekonomi daerah. Kedua, perda yang memperpanjang jalur birokrasi. Ketiga, perda yang menghambat perizinan investasi dan hambat kemudahan usaha. Terakhir, perda yang bertentangan dengan Undang-undang.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menegaskan, pengumuman penghapusan perda bukan karena kasus razia warteg milik Saeni di Serang, Banten. Penghapusan perda bermasalah sudah direncanakan sejak lama.
"Penghapusan ini tidak terkait itu (kasus bu Saeni). Ini berkaitan dengan ekonomi," ucap Tjahjo.
medcom.id, Jakarta: Pembatalan 3.134 peraturan daerah (perda) bermasalah oleh pemerintah, diapresiasi Fraksi PPP di DPR. Keputusan Presiden Joko Widodo menghapus sejumlah perda yang menghambat pertumbuhan ekonomi dan memperpanjang jalur birokrasi patut ditiru.
"Harus dilaksanakan demi tercapainya perekonomian yang lebih baik," kata Ketua Fraksi PPP Reni Marlinawati dalam keterangan tertulisnya, Selasa (14/6/2016).
Namun, lanjut Reni, upaya tersebut janga sampai dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk kepentingan sempit. Implementasi perda di lapangan yang dilakukan Satpol PP, harus sesuai dengan peraturan yang berlaku.
"Tidak boleh terjadi tindak kekerasan dan pemaksaan oleh Satpol PP, seperti yang terjadi di berbagai tempat," ujar Reni.
Sedangkan Perda yang terkait dengan persoalan moralitas masyarakat, menurut Rei, harus tetap dipertahankan. "Semisal perda mengenai pemberantasan buta huruf Al-Quran dan perda-perda sejenisnya, seharusnya diapresiasi pemerintah pusat," jelasnya.
Reni juga menyinggung kasus razia rumah makan yang buka siang hari selama Ramadan. Razia Satpol PP Kota Serang, Banten terhadap warung milik ibu Saeni, diharapkan tidak menjadi alasan menghapus perda bermasalah.
"Jangan sampai kasus itu digeneralisir menjadi alasan pembatalan terhadap perda-perda sejenis," pungkasnya.
Perda bersamalah yang dihapus Jokowi berasal dari empat kategori. Pertama, perda yang menghambat pertumbuhan ekonomi daerah. Kedua, perda yang memperpanjang jalur birokrasi. Ketiga, perda yang menghambat perizinan investasi dan hambat kemudahan usaha. Terakhir, perda yang bertentangan dengan Undang-undang.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menegaskan, pengumuman penghapusan perda bukan karena kasus razia warteg milik Saeni di Serang, Banten. Penghapusan perda bermasalah sudah direncanakan sejak lama.
"Penghapusan ini tidak terkait itu (kasus bu Saeni). Ini berkaitan dengan ekonomi," ucap Tjahjo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NIN)