medcom.id, Jakarta: Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPA Indonesia) mendorong pemerintah agar membenahi masalah dan dinamika yang menyangkut anak-anak. Desakan tersebut disampaikan jelang peringatan Hari Anak Nasional yang jatuh pada 23 Juli.
Ketua Umum LPA Indonesia Seto Mulyadi mengatakan, peringatan Hari Anak Nasional merupakan hari besar bagi semua anak, tak terkecuali bagi anak penyintas bencana alam, anak jalanan, anak korban kekerasan dan penelantaran, anak di area pedalaman dan perbatasan, serta anak dalam situasi konflik.
Kak Seto, sapaan akrab Seto Mulyadi, menuturkan betapa indah apabila Hari Anak tahun ini dirayakan dengan bingkisan berupa peresmian Undang-undang Perlindungan Anak hasil perubahan kedua.
"Undang-udang yang memberikan pemberatan sanksi pidana bagi pelaku kejahatan terhadap anak merupakan jaminan ekstra bagi masa depan Indonesia yang lebih ramah anak," kata Kak Seto dalam keterangan tertulis kepada Metrotvnews.com, Jumat (22/7/2016).
LPA Indonesia berharap Hari Anak Nasional yang saban tahunnya diperingati ini dijadikan sebagai momen ketika basis data tentang segala problematika dan dinamika anak-anak Indonesia dimutakhirkan.
Menurut Kak Seto, miris hati melihat ketika sejumlah data statistik tentang serbaneka peristiwa pahit yang dialami anak-anak telah dimiliki, akan tetapi berbanding terbalik dengan data tentang rupa-rupa pencapaian positif anak-anak Indonesia.
"Jadi wajar jika kita hanya bisa angkat bahu terkait berapa banyak anak Indonesia yang berjaya di laga eksakta internasional, berapa yang gemilang dalam lomba seni dunia, berapa yang kokoh di kompetisi olahraga dunia, dan berbagai prestasi positif lainnya," kata Kak Seto.
Peringatan Hari Anak, kata Kak Seto, bisa dijadikan momentum agar seluruh pelaku kejahatan terhadap anak dieksekusi berdasarkan vonis hakim dengan hukuman pemberatan. Termasuk pembayaran restitusi bagi korban dan hukuman mati bagi pelaku dewasa.
"Lenyapnya "monster" pada Hari Anak adalah pembuktian bahwa kita sungguh-sungguh bertoleransi nol terhadap kejahatan yang satu ini," tuturnya.
LPA Indonesia juga meminta dunia usaha memenuhi ajakan UU Perlindungan Anak untuk menyalurkan dana CSR-nya dengan memfasilitasi anak-anak yatim dan dhuafa ke kebun binatang, pantai, museum, dan sentra-sentra rekreasi edukatif lainnya. Setiap keluarga berpenghasilan minimal Rp 15 juta/bulan diminta mengalokasikan santunan untuk memenuhi kebutuhan seorang anak yatim dan dhuafa selama satu tahun ke depan. "Ya, Hari Anak Nasional patut dijadikan sebagai hari liburan-edukatif nasional," ucap Kak Seto.
Selain orang tua dan guru di sekolah, kata Kak Seto, rumah-rumah ibadah pun mencanangkan perlindungan anak sebagai tema khutbah reguler. "Rumah ibadah adalah wadah strategis untuk menyosialisasikan UU Perlindungan Anak sebagai salah satu bentuk sikap amanah terhadap insan yang Tuhan titipkan kepada kita," ujarnya.
medcom.id, Jakarta: Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPA Indonesia) mendorong pemerintah agar membenahi masalah dan dinamika yang menyangkut anak-anak. Desakan tersebut disampaikan jelang peringatan Hari Anak Nasional yang jatuh pada 23 Juli.
Ketua Umum LPA Indonesia Seto Mulyadi mengatakan, peringatan Hari Anak Nasional merupakan hari besar bagi semua anak, tak terkecuali bagi anak penyintas bencana alam, anak jalanan, anak korban kekerasan dan penelantaran, anak di area pedalaman dan perbatasan, serta anak dalam situasi konflik.
Kak Seto, sapaan akrab Seto Mulyadi, menuturkan betapa indah apabila Hari Anak tahun ini dirayakan dengan bingkisan berupa peresmian Undang-undang Perlindungan Anak hasil perubahan kedua.
"Undang-udang yang memberikan pemberatan sanksi pidana bagi pelaku kejahatan terhadap anak merupakan jaminan ekstra bagi masa depan Indonesia yang lebih ramah anak," kata Kak Seto dalam keterangan tertulis kepada
Metrotvnews.com, Jumat (22/7/2016).
LPA Indonesia berharap Hari Anak Nasional yang saban tahunnya diperingati ini dijadikan sebagai momen ketika basis data tentang segala problematika dan dinamika anak-anak Indonesia dimutakhirkan.
Menurut Kak Seto, miris hati melihat ketika sejumlah data statistik tentang serbaneka peristiwa pahit yang dialami anak-anak telah dimiliki, akan tetapi berbanding terbalik dengan data tentang rupa-rupa pencapaian positif anak-anak Indonesia.
"Jadi wajar jika kita hanya bisa angkat bahu terkait berapa banyak anak Indonesia yang berjaya di laga eksakta internasional, berapa yang gemilang dalam lomba seni dunia, berapa yang kokoh di kompetisi olahraga dunia, dan berbagai prestasi positif lainnya," kata Kak Seto.
Peringatan Hari Anak, kata Kak Seto, bisa dijadikan momentum agar seluruh pelaku kejahatan terhadap anak dieksekusi berdasarkan vonis hakim dengan hukuman pemberatan. Termasuk pembayaran restitusi bagi korban dan hukuman mati bagi pelaku dewasa.
"Lenyapnya "monster" pada Hari Anak adalah pembuktian bahwa kita sungguh-sungguh bertoleransi nol terhadap kejahatan yang satu ini," tuturnya.
LPA Indonesia juga meminta dunia usaha memenuhi ajakan UU Perlindungan Anak untuk menyalurkan dana CSR-nya dengan memfasilitasi anak-anak yatim dan dhuafa ke kebun binatang, pantai, museum, dan sentra-sentra rekreasi edukatif lainnya. Setiap keluarga berpenghasilan minimal Rp 15 juta/bulan diminta mengalokasikan santunan untuk memenuhi kebutuhan seorang anak yatim dan dhuafa selama satu tahun ke depan. "Ya, Hari Anak Nasional patut dijadikan sebagai hari liburan-edukatif nasional," ucap Kak Seto.
Selain orang tua dan guru di sekolah, kata Kak Seto, rumah-rumah ibadah pun mencanangkan perlindungan anak sebagai tema khutbah reguler. "Rumah ibadah adalah wadah strategis untuk menyosialisasikan UU Perlindungan Anak sebagai salah satu bentuk sikap amanah terhadap insan yang Tuhan titipkan kepada kita," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)