Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla memimpin rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Senin 2 Mei 2016. Antara Foto/Puspa Perwitasari
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla memimpin rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Senin 2 Mei 2016. Antara Foto/Puspa Perwitasari

Presiden: Kejahatan Seksual Harus Jadi Kejahatan Luar Biasa

Githa Farahdina • 10 Mei 2016 15:59
medcom.id, Jakarta: Presiden Joko Widodo memberi peringatan keras soal kekerasan seksual. Ia menegaskan kasus ini harus memunculkan reaksi kolektif dan komprehensif antarkementerian dan lembaga.
 
"Saya ingin ini menjadi sebuah kejahatan luar biasa. Juga penanganan dan sikap luar biasa," kata Presiden dalam sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta Pusat, Selasa (10/5/2016).
 
Menurut Presiden, angka dan peristiwa kejahatan seksual semakin hari semakin mengkhawatirkan. Ia meminta Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani mengoordinasikan regulasi agar hukuman berat bisa diberikan kepada pelaku kejahatan seksual.

"Betul-betul menjadikan efek jera bagi pelaku dan bisa menghilangkan keinginan calon pelaku," ujar Presiden.
 
Data Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyebutkan, tahun lalu ada 321.752 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan. Sebanyak 2.399 dari jumlah itu merupakan kasus perkosaan.
 
Sedangkan kasus kekerasan pada anak hingga Agustus 2015 sebanyak 1.726 kasus, 58 persen di antaranya kasus pelecehan seksual.
 
Data yang dikantongi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak Yohana Susana Yembise menyebutkan lebih dari 5 ribu anak jadi korban pencabulan.
 
Presiden melanjutkan, koordinasi antarlembaga dan kementerian harus segera dilaksanakan. Presiden menyebut semua kementerian terkait, Polri, dan Kejaksaan, harus bersungguh-sungguh menggodok regulasi terkait kasus yang selalu berulang ini.
 
"Segera dikoordinasikan, di dalamnya termasuk ada undang-undang atau peraturan pemerintah pengganti undang-undang kebiri," kata Presiden.
 
Puan Maharani menyatakan pihaknya sudah memberikan poin pemberatan hukuman bagi pelaku kekerasan seksual. Identitas pelaku kejahatan seksual akan dipublikasikan.
 
"Tentu saja dalam masa hukuman tersebut pelaku diberikan rehabilitasi sehingga tidak mengulangi hal tersebut dan kembali ke jalan yang benar," ujar Puan sebelum mengikuti sidang kabinet paripurna.
 
Pemberatan hukuman, kata Puan, bisa sampai seumur hidup dan hukuman mati. Namun, akan ada perlakuan khusus bagi pelaku anak-anak merujuk pada undang-undang.
 
Puan tak menjelaskan lebih banyak soal wacana hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual. Namun, ia memastikan pilihan itu akan disampaikan dalam rapat terbatas di kemudian hari.
 
Pembahasan soal regulasi kejahatan seksual kembali ramai pascapemerkosaan dan pembunuhan YY, 14, di Padak Ulak Tanding, Rejang Lebong, Bengkulu. Kasus YY menarik perhatian nasional bahkan internasional.
 


 
Pelaku sebanyak 14 orang, tujuh di antaranya di bawah umur dan dituntut sepuluh tahun penjara. Banyak yang kecewa bila vonis yang dijatuhkan hanya sepuluh tahun.
 
Namun, sesuai Undang-Undang Perlindungan Anak, hukuman itu justru terlalu berat. Hukuman pelaku di bawah umur dalam kasus ini maksimal hanya tujuh tahun.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TRK)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan