medcom.id, Jakarta: Badan Intelijen Negara (BIN) bakal punya pimpinan baru setelah DPR setuju atas usulan Presiden Joko Widodo yang menunjuk Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai pengganti Sutiyoso. Penunjukan Kepala Badan Intelijen Negara sejak era reformasi dinilai sebagai penunjukan politis.
Hal ini diungkap mantan Kepala BIN Abdullah Makhmud Hendropriyono. Hendropriyono pernah dua kali menjadi menteri di era Presiden Soeharto. Periode 2001-2004 ia didapuk sebagai Kepala BIN di Kabinet Gotong Royong.
"Saya lihat di era reformasi ini Kepala BIN merupakan ditunjuk secara politis, seperti menteri dan duta besar, karena dia (Kabin) anggota kabinet," kata Hendropriyono di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (8/9/2016).
Hendropriyono menilai, penunjukan politis posisi Kabin memberikan pengaruh tersendiri. Kata dia, masalah teknis intelijen menjadi bersandar kepada Wakil Kepala BIN dan pejabat di bawahnya.
"Itu pengamatan saya, kalau saya tidak keliru," kata Hendropriyono.
Hendropriyono sadar, penunjukan secara politis tak hanya berlaku di Indonesia. Hal serupa dilakukan negara adidaya dengan kemampuan intelijen yang tersohor. Ia mencontohkan, beberapa Direktur CIA milik Amerika Serikat yang ditunjuk karena dekat dengan Presiden yang menjabat.
BIN pun bakal berganti pimpinan setelah Budi Gunawan diloloskan DPR dalam uji kepatutan dan kelayakan. Mantan ajudan Presiden Megawati Sukarnoputri itu akan menggantikan posisi Sutiyoso yang sudah memasuki usia 71 tahun. Latar belakang polisi, setidaknya mendapatkan nilai lebih di mata Hendropriyono.
Polisi merupakan sipil yang dipersenjatai. Sebab, Hendropriyono menganggap BIN sebagai institusi sipil. Setiap tentara dan polisi yang ditempatkan di sana berstatus purnawirawan. Hendropriyono menilai Budi sebagai sosok cerdas. Budi sudah punya bekal penting seorang intelijen, kemapanan intelektual.
"Yang dibutuhkan bukan manuver fisik seperti polisi dan tentara, tapi intelektual," kata Hendropriyono.
Meski begitu, ada satu sosok yang masih muncul di kepala Hendropriyono. Ia merupakan sipil yang meniti karir dari bawah di instansi intelijen itu. Sosok itu pernah menjabat sebagai Wakil Kepala BIN.
"Namanya Asad Said Ali, dulu itu yang mau diusulkan, tapi kemudian belakangan perkembangannya bahwa ternyata Kepala BIN itu memang political apointee (penunjukan politis), jadi memang udah kita ikuti saja alirannya begitu," kata Hendro.
Dikonfirmasi terpisah, Asad Said Ali tertawa mendengar pernyataan itu. Ia mengaku tak pernah mendengar usulan itu. Jikapun benar, itu pasti sudah lama sekali.
Asad Ali pun sepaham dengan Hendropriyono. Penunjukan Kepala BIN lebih bersifat politis oleh Presiden. "Itu kan President's men, itu kan dipilih oleh presiden, sudah benar kan, kalau Wakil Kepalanya itu harus profesional," kata Asad Ali kepada Metrotvnews.com.
Unsur sipil melekat erat di tubuh badan intelijen, Asad Ali menyebutnya sebagai karakter sipil. Karakter ini digunakan banyak intelijen dari negara tersohor. Meski begitu, bukan berarti tak ada unsur lain di dalam sebuah badan intelijen.
Badan intelijen merupakan sebuah lembaga multi disiplin, terdapat militer dan sipil di dalamnya. Tapi, karakter dan cara kerja dari badan intelijen harus serupa sipil.
"Polisi itu kan sipil, itu kan tinggal penyesuaian kalau polisi kan penangkapan, kalau intelijen pendeteksian dan early warning kebijakan negara. Itu tinggal beliau (Budi Gunawan) mengubah pemikiran di situ, lagipula ada banyak ahli di BIN," kata Asad Ali.
Asad tak ragu dengan kualitas Budi Gunawan. Sebagai polisi, Budi memiliki kemampuan manajerial dan kepemimpinan yang mumpuni. Budi pun dinilai bisa menyeimbangkan peran setiap elemen yang ada di tubuh BIN, TNI, polisi, dan sipil.
"Bagaimana membuat keseimbangan yang bisa memberikan harapan masa depan masing-masing elemen. Selama keseimbangan itu tidak tercapai, susah mereka bekerja. Kalau keseimbangan dicapai, hasilnya akan bagus," kata dia.
Asad Ali melihat Budi punya komunikasi yang baik. Meski begitu, permasalahan politik tak bisa diabaikan. Penunjukan bersifat politis tentu memberikan efek tersendiri di tubuh BIN.
"Saya tidak tahu apa yang terjadi karena masalah politik kan ada perlawanan dan dukungan itu biasa kan. Itu kan kemampuan manajemen, manajemen politik sendiri juga kan," pungkas Asad Ali.
Budi Gunawan disetujui DPR dalam sidang paripurna yang diadakan kemarin. Budi merupakan calon tunggal yang direkomendasikan Presiden Joko Widodo untuk menggantikan Sutiyoso.
Surat penunjukan Budi diantarkan langsung Menteri Sekretaris Negara Pratikno ke DPR. Pratikno saat itu menilai, penunjukan Budi tak lepas dari niatan Presiden untuk mengedepankan regenerasi.
medcom.id, Jakarta: Badan Intelijen Negara (BIN) bakal punya pimpinan baru setelah DPR setuju atas usulan Presiden Joko Widodo yang menunjuk Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai pengganti Sutiyoso. Penunjukan Kepala Badan Intelijen Negara sejak era reformasi dinilai sebagai penunjukan politis.
Hal ini diungkap mantan Kepala BIN Abdullah Makhmud Hendropriyono. Hendropriyono pernah dua kali menjadi menteri di era Presiden Soeharto. Periode 2001-2004 ia didapuk sebagai Kepala BIN di Kabinet Gotong Royong.
"Saya lihat di era reformasi ini Kepala BIN merupakan ditunjuk secara politis, seperti menteri dan duta besar, karena dia (Kabin) anggota kabinet," kata Hendropriyono di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (8/9/2016).
Hendropriyono menilai, penunjukan politis posisi Kabin memberikan pengaruh tersendiri. Kata dia, masalah teknis intelijen menjadi bersandar kepada Wakil Kepala BIN dan pejabat di bawahnya.
"Itu pengamatan saya, kalau saya tidak keliru," kata Hendropriyono.
Hendropriyono sadar, penunjukan secara politis tak hanya berlaku di Indonesia. Hal serupa dilakukan negara adidaya dengan kemampuan intelijen yang tersohor. Ia mencontohkan, beberapa Direktur CIA milik Amerika Serikat yang ditunjuk karena dekat dengan Presiden yang menjabat.
BIN pun bakal berganti pimpinan setelah Budi Gunawan diloloskan DPR dalam uji kepatutan dan kelayakan. Mantan ajudan Presiden Megawati Sukarnoputri itu akan menggantikan posisi Sutiyoso yang sudah memasuki usia 71 tahun. Latar belakang polisi, setidaknya mendapatkan nilai lebih di mata Hendropriyono.
Polisi merupakan sipil yang dipersenjatai. Sebab, Hendropriyono menganggap BIN sebagai institusi sipil. Setiap tentara dan polisi yang ditempatkan di sana berstatus purnawirawan. Hendropriyono menilai Budi sebagai sosok cerdas. Budi sudah punya bekal penting seorang intelijen, kemapanan intelektual.
"Yang dibutuhkan bukan manuver fisik seperti polisi dan tentara, tapi intelektual," kata Hendropriyono.
Meski begitu, ada satu sosok yang masih muncul di kepala Hendropriyono. Ia merupakan sipil yang meniti karir dari bawah di instansi intelijen itu. Sosok itu pernah menjabat sebagai Wakil Kepala BIN.
"Namanya Asad Said Ali, dulu itu yang mau diusulkan, tapi kemudian belakangan perkembangannya bahwa ternyata Kepala BIN itu memang political apointee (penunjukan politis), jadi memang udah kita ikuti saja alirannya begitu," kata Hendro.
Dikonfirmasi terpisah, Asad Said Ali tertawa mendengar pernyataan itu. Ia mengaku tak pernah mendengar usulan itu. Jikapun benar, itu pasti sudah lama sekali.
Asad Ali pun sepaham dengan Hendropriyono. Penunjukan Kepala BIN lebih bersifat politis oleh Presiden. "Itu kan President's men, itu kan dipilih oleh presiden, sudah benar kan, kalau Wakil Kepalanya itu harus profesional," kata Asad Ali kepada Metrotvnews.com.
Unsur sipil melekat erat di tubuh badan intelijen, Asad Ali menyebutnya sebagai karakter sipil. Karakter ini digunakan banyak intelijen dari negara tersohor. Meski begitu, bukan berarti tak ada unsur lain di dalam sebuah badan intelijen.
Badan intelijen merupakan sebuah lembaga multi disiplin, terdapat militer dan sipil di dalamnya. Tapi, karakter dan cara kerja dari badan intelijen harus serupa sipil.
"Polisi itu kan sipil, itu kan tinggal penyesuaian kalau polisi kan penangkapan, kalau intelijen pendeteksian dan early warning kebijakan negara. Itu tinggal beliau (Budi Gunawan) mengubah pemikiran di situ, lagipula ada banyak ahli di BIN," kata Asad Ali.
Asad tak ragu dengan kualitas Budi Gunawan. Sebagai polisi, Budi memiliki kemampuan manajerial dan kepemimpinan yang mumpuni. Budi pun dinilai bisa menyeimbangkan peran setiap elemen yang ada di tubuh BIN, TNI, polisi, dan sipil.
"Bagaimana membuat keseimbangan yang bisa memberikan harapan masa depan masing-masing elemen. Selama keseimbangan itu tidak tercapai, susah mereka bekerja. Kalau keseimbangan dicapai, hasilnya akan bagus," kata dia.
Asad Ali melihat Budi punya komunikasi yang baik. Meski begitu, permasalahan politik tak bisa diabaikan. Penunjukan bersifat politis tentu memberikan efek tersendiri di tubuh BIN.
"Saya tidak tahu apa yang terjadi karena masalah politik kan ada perlawanan dan dukungan itu biasa kan. Itu kan kemampuan manajemen, manajemen politik sendiri juga kan," pungkas Asad Ali.
Budi Gunawan disetujui DPR dalam sidang paripurna yang diadakan kemarin. Budi merupakan calon tunggal yang direkomendasikan Presiden Joko Widodo untuk menggantikan Sutiyoso.
Surat penunjukan Budi diantarkan langsung Menteri Sekretaris Negara Pratikno ke DPR. Pratikno saat itu menilai, penunjukan Budi tak lepas dari niatan Presiden untuk mengedepankan regenerasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)