medcom.id, Jakarta: Pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo soal adanya institusi non militer yang mengimpor senjata menimbulkan reaksi negatif. Selain dinilai bersifat rahasia, pernyataan ini menunjukkan bahwa ada yang tidak beres di tubuh TNI.
Menurut Pengamat Politik Burhanudin Muhtadi, pernyataan kontroversial Gatot ternyata bukan yang pertama. Mantan Kepala Staf Angkatan Darat ini juga kerap melontarkan pernyataan kontroversial dalam beberapa kesempatan.
Burhan memberi contoh, Gatot menyampaikan puisi pada acara yang diadakan oleh Partai Golkar soal fenomena ketidakadilan sosial. Ungkapan semacam ini dinilai wajar manakala disampaikan oleh penyair, kritikus sosial atau politikus.
"Tapi ketika disampaikan langsung oleh Panglima TNI, secara tidak langsung dia mengkritik tuannya sendiri, dalam hal ini Presiden Jokowi. Karena bagaimanapun masih ada ketidakadilan sosial, itu yang pertama," kata Burhan dalam Metro Pagi Primetime, Selasa 26 September 2017.
Atau misalnya pernyataan terkait Pancasila, demokrasi yang sudah melanggar dan tidak sesuai dengan Pancasila. Termasuk pernyataan tentang Menteri Pertahanan dan pemutaran film G30S/PKI.
"Jadi ada banyak record yang menunjukkan bahwa panglima kita terlalu banyak masuk pada persoalan yang sebenarnya tidak berkaitan langsung dengan otoritas dia sebagai Panglima TNI," kata Burhan.
Burhan pun sepakat dengan pernyataan Pengamat Pertahanan Universitas Indonesia Connie Rahakundini Bakrie bahwa Gatot adalah panglima yang terlalu banyak drama. Pernyataan Gatot soal impor senjata oleh instansi non resmi menegaskan bahwa ada banyak manuver politik yang sedang dilakukan oleh Gatot.
Namun, terlepas dari dugaan manuver politik, Burhan menilai secara prosedural Gatot semestinya tak layak melontarkan pernyataan yang berbau politik. Sebab, informasi yang sangat sensitif itu seharusnya langsung disampaikan ke Presiden Jokowi, bukan pada purnawirawan tentara.
Apalagi, Gatot menyebut bahwa berdasarkan informasi intelijen, pemesanan senjata itu mencatut nama presiden sebagai user-nya.
"Karena bagaimanapun Undang-undang TNI, Undang-undang Intelijen menyebut bahwa user dari informasi intelijen yang dikompilasi oleh panglima adalah presiden bukan pensiunan TNI," kata Burhan.
Tak cuma secara prosedural, dari sisi substantif Burhan menilai jika informasi itu benar, tetap saja melampaui kewenangan Gatot sebagai panglima dan melanggar supremasi sipil atas militer.
Jika informasi itu salah akan lebih parah lagi. Publik akan mempertanyakan kebenaran informasi intelijen yang disampaikan ke panglima. Bahkan akan melunturkan kepercayaan masyarakat bahwa informasi yang disampaikan dari dalam saja salah bagaiaman dengan informasi dari pihak musuh.
"Jadi ada banyak hal yang memunculkan komplikasi terhadap pernyataan beliau. Tapi terlepas soal manuver politik atau tidak secara prosedural maupun substantif tetap saja tidak patut," jelas Burhan.
medcom.id, Jakarta: Pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo soal adanya institusi non militer yang mengimpor senjata menimbulkan reaksi negatif. Selain dinilai bersifat rahasia, pernyataan ini menunjukkan bahwa ada yang tidak beres di tubuh TNI.
Menurut Pengamat Politik Burhanudin Muhtadi, pernyataan kontroversial Gatot ternyata bukan yang pertama. Mantan Kepala Staf Angkatan Darat ini juga kerap melontarkan pernyataan kontroversial dalam beberapa kesempatan.
Burhan memberi contoh, Gatot menyampaikan puisi pada acara yang diadakan oleh Partai Golkar soal fenomena ketidakadilan sosial. Ungkapan semacam ini dinilai wajar manakala disampaikan oleh penyair, kritikus sosial atau politikus.
"Tapi ketika disampaikan langsung oleh Panglima TNI, secara tidak langsung dia mengkritik tuannya sendiri, dalam hal ini Presiden Jokowi. Karena bagaimanapun masih ada ketidakadilan sosial, itu yang pertama," kata Burhan dalam
Metro Pagi Primetime, Selasa 26 September 2017.
Atau misalnya pernyataan terkait Pancasila, demokrasi yang sudah melanggar dan tidak sesuai dengan Pancasila. Termasuk pernyataan tentang Menteri Pertahanan dan pemutaran film G30S/PKI.
"Jadi ada banyak
record yang menunjukkan bahwa panglima kita terlalu banyak masuk pada persoalan yang sebenarnya tidak berkaitan langsung dengan otoritas dia sebagai Panglima TNI," kata Burhan.
Burhan pun sepakat dengan pernyataan Pengamat Pertahanan Universitas Indonesia Connie Rahakundini Bakrie bahwa Gatot adalah panglima yang terlalu banyak drama. Pernyataan Gatot soal impor senjata oleh instansi non resmi menegaskan bahwa ada banyak manuver politik yang sedang dilakukan oleh Gatot.
Namun, terlepas dari dugaan manuver politik, Burhan menilai secara prosedural Gatot semestinya tak layak melontarkan pernyataan yang berbau politik. Sebab, informasi yang sangat sensitif itu seharusnya langsung disampaikan ke Presiden Jokowi, bukan pada purnawirawan tentara.
Apalagi, Gatot menyebut bahwa berdasarkan informasi intelijen, pemesanan senjata itu mencatut nama presiden sebagai user-nya.
"Karena bagaimanapun Undang-undang TNI, Undang-undang Intelijen menyebut bahwa user dari informasi intelijen yang dikompilasi oleh panglima adalah presiden bukan pensiunan TNI," kata Burhan.
Tak cuma secara prosedural, dari sisi substantif Burhan menilai jika informasi itu benar, tetap saja melampaui kewenangan Gatot sebagai panglima dan melanggar supremasi sipil atas militer.
Jika informasi itu salah akan lebih parah lagi. Publik akan mempertanyakan kebenaran informasi intelijen yang disampaikan ke panglima. Bahkan akan melunturkan kepercayaan masyarakat bahwa informasi yang disampaikan dari dalam saja salah bagaiaman dengan informasi dari pihak musuh.
"Jadi ada banyak hal yang memunculkan komplikasi terhadap pernyataan beliau. Tapi terlepas soal manuver politik atau tidak secara prosedural maupun substantif tetap saja tidak patut," jelas Burhan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)