medcom.id, Jakarta: Presiden Joko Widodo telah resmi melantik politikus Partai NasDem HM Prasetyo sebagai Jaksa Agung menggantikan Basrief Arief. Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai ini sebagai blunder kedua Presiden Joko Widodo dalam menentukan orang-orang yang pantas mengisi posisi penting khususnya pada posisi penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.
Blunder pertama Jokowi, Peneliti Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz menjelaskan terjadi ketika memilih Yasonna Hamonangan Laoly yang merupakan kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI P) sebagai Menteri Hukum dan HAM.
"Kedua posisi Jasa Agung juga diisi orang partai politik," lanjut Peneliti Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz dalam konferensi pers di kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Kamis (20/11/2014).
Atas blunder ini, ICW menduga kuat Jokowi lebih mengakomodatif suara dari partai politik dibandingkan konsennya kepada penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.
"Ini akan semakin berbahaya kalau mengutamakan suara elite politik penegakan hukum akan terombang ambing. Ini jaksa agung selera partai politik bukan dari selera membuat penegakan hukum lebih baik," terang dia.
Sementara itu, Peneliti Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menilai pemilihan HM Prasetyo sebagai Jaksa Agung yang notabene sebagai kader Partai NasDem sebagai kartu kuning kedua yang diterima Presiden Joko Widodo.
"Kita berharap tidak ada kartu kuning lagi supaya tidak keluar dari gelanggang. Ini adalah Jaksa Agung rasa partai Politik," ujar Emerson.
Untuk itu, ia berharap Presiden Joko Widodo dapat bertanggung jawab dengan pilihan-pilihan itu, dengan menjelaskan alasannya memilih HM Prasetyo sebagai Jaksa Agung kepada publik. Serta target Presiden Joko Widodo terhadap Jaksa Agung baru ini.
"Apa jangan-jangan Jokowi tidak punya target, nah ini kesalahan baru. Memilih orang tidak punya argumentasi tentang yang dipilih dan target dengan yang dipilih," tandas dia.
Walau ICW mengatakan Prasetyo adalah seorang berlatar belakang politik, sejatinya Prasetyo adalah sosok yang lama aral melintang di dunia hukum. Dia pernah menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Kejaksaan Agung RI pada tahun 2003 sampai tahun 2005.
Dia pernah menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Kejaksaan Agung RI pada tahun 2003 hingga 2005. Bahkan, pada tahun 2005 hingga 2005, Prasetyo diangkat sebagai Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI.
medcom.id, Jakarta: Presiden Joko Widodo telah resmi melantik politikus Partai NasDem HM Prasetyo sebagai Jaksa Agung menggantikan Basrief Arief. Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai ini sebagai blunder kedua Presiden Joko Widodo dalam menentukan orang-orang yang pantas mengisi posisi penting khususnya pada posisi penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.
Blunder pertama Jokowi, Peneliti Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz menjelaskan terjadi ketika memilih Yasonna Hamonangan Laoly yang merupakan kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI P) sebagai Menteri Hukum dan HAM.
"Kedua posisi Jasa Agung juga diisi orang partai politik," lanjut Peneliti Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz dalam konferensi pers di kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Kamis (20/11/2014).
Atas blunder ini, ICW menduga kuat Jokowi lebih mengakomodatif suara dari partai politik dibandingkan konsennya kepada penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.
"Ini akan semakin berbahaya kalau mengutamakan suara elite politik penegakan hukum akan terombang ambing. Ini jaksa agung selera partai politik bukan dari selera membuat penegakan hukum lebih baik," terang dia.
Sementara itu, Peneliti Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menilai pemilihan HM Prasetyo sebagai Jaksa Agung yang notabene sebagai kader Partai NasDem sebagai kartu kuning kedua yang diterima Presiden Joko Widodo.
"Kita berharap tidak ada kartu kuning lagi supaya tidak keluar dari gelanggang. Ini adalah Jaksa Agung rasa partai Politik," ujar Emerson.
Untuk itu, ia berharap Presiden Joko Widodo dapat bertanggung jawab dengan pilihan-pilihan itu, dengan menjelaskan alasannya memilih HM Prasetyo sebagai Jaksa Agung kepada publik. Serta target Presiden Joko Widodo terhadap Jaksa Agung baru ini.
"Apa jangan-jangan Jokowi tidak punya target, nah ini kesalahan baru. Memilih orang tidak punya argumentasi tentang yang dipilih dan target dengan yang dipilih," tandas dia.
Walau ICW mengatakan Prasetyo adalah seorang berlatar belakang politik, sejatinya Prasetyo adalah sosok yang lama aral melintang di dunia hukum. Dia pernah menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Kejaksaan Agung RI pada tahun 2003 sampai tahun 2005.
Dia pernah menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Kejaksaan Agung RI pada tahun 2003 hingga 2005. Bahkan, pada tahun 2005 hingga 2005, Prasetyo diangkat sebagai Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)