Ketua DPR Setya Novanto diduga si pencatut nama Presiden dan Wakil Presiden terkait perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia,--Foto: Antara/Yudhi Mahatma
Ketua DPR Setya Novanto diduga si pencatut nama Presiden dan Wakil Presiden terkait perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia,--Foto: Antara/Yudhi Mahatma

Tanggapan Salah Satu Komisioner Soal Surat Komnas HAM Terkait Novanto

Damar Iradat • 16 Desember 2015 14:05
medcom.id, Jakarta: Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Hafid Abbas mengatakan bahwa sah-sah saja Natalius Pigai sebagai komisioner Komnas HAM mengeluarkan surat terkait kasus 'Papa Minta Saham' yang menyeret Ketua DPR Setya Novanto.
 
"Itu bukan hasil kolektif Komnas HAM. Tidak ada salahnya, komisioner ini kan mewakili rakyat," kata Hafid saat dihubungi wartawan, Rabu (16/12/2015).
 
Dia mengatakan, sebagai negara yang menganut paham demokrasi sah-sah saja surat Komnas HAM diberikan kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Hal tersebut tidak mencerminkan sikap Komnas HAM.

Surat yang keluar dari komisioner Komnas HAM, lanjut Hafid seharusnya dibahas dalam rapat internal. Namun, surat tersebut dikeluarkan bukan atas nama lembaga.
 
Ia menjelaskan, sesuai Undang-undang HAM Nomor 39 tahun 1999, Komnas HAM memiliki mandat melakukan pemantauan dari kasus HAM. Seperti dugaan penyalahgunaan kekuasaan.
 
"Komnas HAM bisa melakukan mediasi, sosialisasi pendidikan dan pengkajian," ujarnya.
 
Wakil Ketua MKD Junimart Girsang sebelumnya mengatakan surat dari Komnas HAM tidak relevan dalam persidangan MKD terkait kasus yang mencekal Ketua DPR Setya Novanto.
 
Menurutnya, Komnas HAM tidak memiliki urusan di MKD karena tidak ada kasus pelanggaran HAM. Pihaknya memeriksa pelanggaran etika.
 
Hari ini MKD akan memutuskan kasus dugaan pelanggaran etik Setya Novanto. MKD sudah menggelar sidang lebih dari dua pekan terkait kasus ini. Dugaan pelanggaran ini bermula dari laporan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said yang melaporkan Novanto ke MKD pada 16 November 2015.
 
Sudirman melaporkan Novanto menggelar lantaran pertemuan dengan pengusaha M. Riza Chalid dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin. Dalam pertemuan itu, jabatan presiden dan wakil presiden dibawa-bawa dan disebut akan diberi jatah saham 20 persen PT Freeport Indonesia dengan pembagian 11 persen untuk presiden via Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan dan sembilan persen untuk wakil presiden.
 
MKD kemudian memproses laporan itu dengan memeriksa Sudirman Said, Maroef Sjamsoeddin, Novanto dan terakhir Luhut Binsar Pandjaitan. Luhut diperiksa karena dalam rekaman pertemuan disebut 66 kali. Namun, proses menuju pemeriksaan diwarnai drama politik mulai dari mempermasalahkan kedudukan Sudirman sebagai pelapor, pergantian anggota MKD, hingga kedatangan pimpinan dan anggota MKD dalam konferensi pers Luhut menjelang pemeriksaan.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(MBM)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan